Cegah HIV, Ini 5 Cara Mengajarkan Pendidikan Seks ke Anak Remaja
Demi kesehatan anak-anak, Mama perlu memahami cara berdikusi yang nyaman terkait pendidikan seks
1 Desember 2020
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Dalam rangka menyambut Hari AIDS Sedunia yang jatuh pada 1 Desember 2020, sebuah webinar bertema “Perkuat Kolaborasi, Tingkatkan Solidaritas” dilakukan oleh beberapa pihak termasuk Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI) serta didukung Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Diskusi secara virtual ini bertujuan agar Indonesia semakin siap untuk mengakhiri penyebaran HIV/AIDS pada tahun 2030. Pada 2030 yang akan datang, Indonesia berharap bisa mengakhiri adanya kasus HIV yang baru muncul, tidak adanya kematian yang diakibatkan oleh HIV serta adanya stigma dan diskriminasi terhadap orang dengan HIV/AIDS (ODHA).
Menurut data dari Kementrian Kesehatan RI tentang perkembangan HIV/AIDS dan PIMS pada triwulan II tahun 2020, jumlah ODHA telah mencapai 534.100 orang, 398.784 orang telah ditemukan dan 205.945 ODHA yang baru memulai konsumsi ARV.
Terkait dengan angka kasus kasus HIV/AIDS yang terus meningkat dari hari ke hari, orangtua memiliki peran penting untuk memberikan edukasi kepada anak-anak mereka. Pendidikan seks perlu diajarkan dari lingkup keluarga, sehingga si Anak tidak penasaran dan terjebak di dalam situasi yang salah.
“Pentingnya pendidikan seks bagi remaja sebagai kegiatan promotif dan preventif untuk memberikan bimbingan kehidupan yang berkaitan dengan jenis kelamin, kehidupan mencintai hingga rasa tanggung jawab. Pendidikan sekes harus senantiasa dipupuk sejak taman kanak-kanak hingga dewasa,” ucap Prof. dr. Sjaiful Fahmi Daili, SpKK(K) selaku Ketua TIM Penasihat Kolegium PERDOSKI pada hari Senin (30/11/2020).
Jika Mama ingin mengetahui lima langkah sebagai pedoman untuk mengajarkan pendidikan seks ke anak remaja, kali ini Popmama.com telah merangkumnya.
Simak baik-baik ya, Ma!
1. Sikap terbuka perlu diterapkan agar anak mendapatkan informasi tentang pendidikan seks
Ketika Mama memiliki sikap terbuka kepada anak-anak terkait pendidikan seks, maka mereka akan berusaha mencari tahu serta mengenal kesehatan reproduksi dan seksualnya. Dengan sikap yang terbuka, anak-anak bisa mencari tahu yang terbaik untuk diri mereka sendiri.
Orangtua pun perlu memahami bahwa seiring berjalannya waktu anak remaja akan mengalami masa pubertas, baik itu laki-laki atau perempuan. Pubertas adalah proses perubahan fisik, psikis dan pematangan organ reproduksi yang dimulai pada usia 10-12 tahun.
Berikut beberapa perubahan fisik yang akan dialami anak laki-laki dan perempuan ketika mulai pubertas, yakni:
- Perubahan fisik pada anak perempuan saat pubertas:
- Mulai berjerawat
- Payudara membesar
- Tubuh bertambah tinggi
- Mengalami menstruasi
- Tumbuh rambut pada ketiak dan sekitar kemaluan
- Perubahan fisik pada anak laki-laki saat pubertas:
- Tumbuh jakun
- Badan bertambah tinggi
- Mengalami mimpi basah
- Otot bahu dan dada melebar
- Tumbuh bulu-bulu di tubuh pada beberapa area
Selain itu, remaja yang sudah mulai pubertas akan mengalami ketertarikan dengan menyukai lawan jenisnya. Tak jarang, remaja laki-laki dan perempuan mulai saling memiliki ketertarikan dengan memperlihatkan rasa sayang bahkan sampai bisa melakukan kontak seksual.
“Kesehatan reproduksi pada remaja sangat penting dalam menyambut Indonesia sehat. Mengingat IMS (Infeksi Menular Seksual) adalah salah satu pintu terjadinya HIV/AIDS, kampanye dan edukasi seksual pada populasi remaja harus digiatkan. Stigma HIV mudah untuk ditularkan harus diluruskan, jauhi penyakitnya bukan penderitanya,” ucap dr. Hanny Nilasari, SpKK, Ketua Umum Kelompok Studi Infeksi Menular Seksual.
Mama pun harus paham dan bisa menjelaskan terkait beberapa risiko buruk terkait kesehatan apabila anak-anak melakukan seks bebas. Mulailah dengan menjelaskan dampak negatif yang akan merekan dapatkan, salah satunya kehamilan di luar pernikahan.
Beberapa penyakit serius yang tertular ketika anak-anak melakukan hubungan seks di luar nikah juga cukup banyak. Penyakit tersebut mulai dari HIV/AIDS, sifilis, kutil kelamin (kondiloma), herpes, hepatitis B dan risiko berbahaya lainnya.
Editors' Pick
2. Ajarkan ke anak untuk berani memulai percakapan terkait kesehatan seksual mereka
Anak-anak remaja tidak hanya perlu memahami informasi terkait tentang kesehatan seksual dan organ reproduksi saja, melainkan berani memulai percakapan apabila ingin mengetahui banyak hal terkait kesehatan seksual atau ketertarikannya dengan lawan jenis.
Percakapan atau diskusi bersama anak remaja ini tentu akan memberikan mereka informasi serta pengetahuan baru, bahkan membantu untuk mengambil sebuah keputusan.
Jika anak sudah memiliki pacar, Mama bisa menjelaskan mengenai pacaran sehat. Pacaran yang sehat adalah hubungan yang membuat kedua belah pihak merasa nyaman. Ketika pacaran sehat dilakukan, maka tidak ada pemaksaan untuk menuruti keingian atau kekerasan fisik atau verbal saat bertengkar.
Selain itu, Mama juga bisa membahas bahwa pemaksaan hubungan seksual pranikah termasuk hubungan pacaran yang tidak sehat. Hal itu bisa disebut dengan pelecehan seksual dengan menyentuh bibir, payudara, bokong dan alat kelamin tanpa izin.
Untuk menghindari anak-anak terkena pelecehan seksual, orangtua harus mengajarkan kepada mereka untuk berani mengatakan “tidak” pada hal-hal yang tidak disukai.
3. Anak perlu menghargai pendapat dan keputusan orang lain
Ketertarikan anak-anak terhadap lawan jenis memang perlu dikontrol agar terhidar dari kehamilan di luar nikah. Ketika keinginan anak mama yang berusaha mengentuh bagian sensitif dari pasangannya ditolak, maka ia perlu belajar untuk menghargai keputusan orang lain.
Orangtua perlu mendidik anak-anaknya untuk belajar menghargai keputusan orang lain sejak kecil. Apabila ada tindakan anak mama yang di luar batas ditolak oleh orang lain, maka tidak akan terjadinya pemaksaan atau pelecehan seksual.
Selain itu, ketika Mama mengetahui ada hal penyimpang yang ingin dilakukan oleh anak-anak bisa langsung dijelaskan bahwa perbuatannya tidak baik.
Dengan begitu, anak menjadi mengerti dan akan menjauhi perbuatan tersebut. Anak pun akan belajar mengontrol dirinya sendiri dari segala perbuatan buruk yang akan merugikan orang lain. Bahkan ini membantu untuk menurunkan risiko dari penularan infeksi menular seksual (IMS) dan kehamilan dini.
4. Bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan keluarga
Mama juga perlu mengajarkan anak untuk belajar bertanggung jawab. Pendidikan karakter ini juga diperlukan agar anak remaja terhindar dari berbagai penyakit menular seksual.
Ajarkan kepada anak untuk bisa bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan keluarga, sehingga mereka bisa memahami berbagai batasan yang ada dan terhindar dari berbagai masalah kesehatan seksual.
5. Melakukan pemeriksaan secara rutin
Jaga kebersihan dan kesehatan pada area genital perlu sekali diajarkan pada anak-anak sedari dini ya, Ma.
Untuk anak perempuan, perlu sekali untuk belajar mencatat siklus menstruasi dan melakukan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) agar memastikan kondisinya sehat. Selain itu, ajarkan si Anak untuk bercerita apabila ada masalah kesehatan terhadap area genital mereka. Ini dilakukan agar cepat mendapatkan penanganan yang tepat dari dokter.
Selain itu, cobalah untuk belajar menjaga kebersihan pakaian dalam dengan rutin agar tidak menimbulkan jamur.
Itulah beberapa pendidikan seks yang bisa diberi kepada anak remaja, sehingga si Anak dapat memahami berbagai informasi serta terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Semoga bermanfaat!
Baca juga:
- Ini Gejala Awal Seseorang Terkena HIV
- 4 Tahap Pendidikan Seks untuk Anak, Lakukan Pendekatan ke Anak Yuk
- Pendidikan Seks untuk Anak yang Disarankan UNICEF dan WHO