Hasil Studi: Orangtua Sering Menghukum, Anak Bakal Jago Berbohong
Ternyata pola asuh yang ketat berakibat buruk bagi anak
7 Februari 2019
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Mengasuh dan mendidik anak tentulah tidak mudah. Sebagai orangtua, Mama harus berhati-hati menentukan pola asuh untuk anak agar anak dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik.
Sebuah studi psikologi tumbuh kembang anak menemukan korelasi antara pola asuh dan sikap mental anak. Ternyata, dari berbagai pola asuh, memang ada sisi baik dan buruknya. Bagaimana dengan pola asuh ketat atau otoriter?
Editors' Pick
1. Teori: karena takut hukuman, anak melakukan berbagai cara agar lolos dari hukuman
Seorang pakar tumbuh kembang anak Victoria Talwal dari McGill University melakukan pengujian terhadap sebuah teori. Dia memaparkan ketika anak-anak dihadapkan pada aturan-aturan yang ketat maka mereka juga dihadapkan pada hukuman yang berat. Karena takut dengan hukuman atau konsekuensi yang berat itu, mereka kemudian berusaha untuk melakukan berbagai cara agar bisa lolos dari hukuman tersebut.
Sebuah pengujian yang disebut permainan mengintip dilakukan untuk menguji teori tersebut. Di sebuah ruangan terdapat sejumlah benda yang diletakkan di belakang anak. Benda-benda tersebut mengeluarkan suara dan benda terakhir mengeluarkan suara yang aneh dan sulit ditebak benda apa itu. Artinya anak-anak baru bisa mengetahui benda terakhir tersebut dengan mengintip ke belakang.
Orang dewasa kemudian meninggalkan ruangan itu. Anak berada di dalam ruangan seorang diri dengan benda tersebut. Kemudian, anak ditanya soal benda tersebut dan ditanya apakah mereka mengintip atau tidak. Hasilnya anak-anak yang punya orangtua yang ketat lebih cerdik dalam berbohong saat disuruh menceritakan kebenarannya.
2. Bagaimana orangtua menyempurnakan pola asuhnya?
Tak selamanya anak yang berbohong itu buruk. Bahkan, bisa jadi saat berbohong itu, anak-anak sedang mengembangkan kemampuan psikologisnya.
Dalam percobaan permainan mengintip, anak secara sadar melakukan kebohongan. Jika anak bisa membedakan kebohongan dan kejujuran dengan benar, berarti anak bisa membedakan antara fakta dan fiksi. Hanya saja jika berbohong itu digunakan setiap saat maka hal ini bisa menjadi masalah kelak.
Kemampuan berpikir anak bisa diamati dari kasus berbohong. Kemampuan anak dalam melakukan sebuah kebohongan umumnya berkaitan dengan kemampuan berpikirnya. Anak mampu berpikir "out of the box" karena bisa mencari cara yang kreatif untuk berbohong. Ini juga menandakan bahwa anak memiliki daya ingat yang sangat bagus.
Saat orang tua mengasuh dengan aturan yang terlalu ketat dan hukuman yang terlalu berat, ada kemungkinan anak akan melakukan berbagai cara agar merasa aman dan selamat dari hukuman. Berbohong dan memanipulasi akan dilakukannya. Meski anak yang berbohong tak selalu buruk tapi Mama perlu memberikan pemahaman. Nah, komunikasi terbuka antara anak dan orangtua sangat diperlukan di sini ya, Ma.
Baca juga:
3. Tips untuk mengasuh anak agar tidak sering berbohong
Bagaimana ya mengasuh anak agar tidak terus-terusan berbohong? Berikut tips untuk Mama:
- Kenali kebohongan dan tingkatannya
Penting bagi Mama untuk mengetahui sifat anak, bagaimana mereka berbohong, jenis kebohongan, dan mengapa mereka berbohong. Dengan mengetahui hal ini, Mama dapat memberi pemahaman kepada anak dan melakukan tindakan yang diperlukan apabila kebohongannya sudah melewati batas.
- Manfaatkan cara berpikir “out of the box” anak
Seperti yang disebutkan di atas, anak yang berbohong sebenarnya memiliki ingatan yang baik dan mampu berpikir “out of the box”. Mama dapat mengalihkan kreativitas mereka dalam berpikir ke hal yang lain yang disukainya. Misalnya jika anak Mama menyukai kesenian, Mama bisa fokuskan kegiatan mereka pada kesenian.
- Ciptakan lingkungan rumah yang “memaafkan” bagi anak dan seluruh anggota keluarga
Pada akhirnya, pengasuhan ketat hanya tampaknya memperburuk siklus berbohong. Hal ini menyebabkan kebiasaan berbohong menjadi tertanam dalam diri anak dan menyebabkan mereka bermasalah di kemudian hari.
Orangtua harus menciptakan kebiasaan memaafkan di rumah. Selain itu, tegaskan juga pada anak bahwa berbuat salah adalah bukan masalah besar. Jika anak melakukan sesuatu yang membuat Mama marah, lihat keadaannya dulu dan tanyakan alasan mereka sebelum mengambil tindakan.
Refleksi ini akan membantu Mama untuk memahami keadaan dan memutuskan tindakan yang tepat. Jika pada akhirnya Mama harus menghukum anak, Mama dapat menekankan bahwa itu adalah tindakan yang adil untuk anak.
Semoga bermanfaat!
Baca juga:Mama, Ini 5 Rahasia yang Bikin Anak Bahagia