Belakangan ini nama Joko Tingkir kerap kali terdengar berkat sebuah lagu yang viral. Di mana lagu tersebut terdapat lirik “Joko Tingkir Ngombe Dawet”.
Ketidakselarasan lirik tersebut menimbulkan pro dan kontra dikalangan para ulama karena Joko Tingkir merupakan tokoh penting dalam penyebaran agama Islam di Nusantara.
Nama Joko Tingkir sendiri dinilai kurang tepat apabila disematkan dalam lagu tersebut karena dianggap melecehkan tokoh agama.
Akibat dari kontroversi tersebut, banyak dari sebagian masyarakat yang bertanya-tanya tentang siapa Joko Tingkir.
Nah, agar lebih mengenalnya, berikut telah Popmama.com rangkumkan dari berbagai sumber mengenai sejarah Joko Tingkir, tokoh agama di Nusantara yang perlu diketahui. Yuk, disimak!
1. Siapa Joko Tingkir?
barisan.co
Joko Tingkir atau yang dikenal sebagai Mas Karebet adalah rata pertama dari Kerajaan Pajang yang lahir pada 18 Jumadilakhir tahun Dal Mangsa VIII saat hampir subuh. Ia merupakan putra putra Ki Ageng Pengging, cucu Adipati Andayaningrat dan mendapat gelar sebagai Sultan Hadiwijaya.
Nama Mas Karebet sendiri berasal dari pertunjukkan wayang beber yang mengiringi pesta kelahirannya pada tahun 1549). Suara beber wayang yang kemrebet akibat tiupan angin itulah yang menjadi asal-usul nama Karebet.
Joko Tingkir digambarkan sebagai sosok prajurit berkulit bersih dengan kumis tipis menghiasi bibirnya. Selain itu, badan Joko Tingkir juga tampak kuat dan perawakannya sangat kekar.
Sejak Kebo Kenanga meninggal dunia akibat berseteru dengan Sunan Kudus, Joko Tingkir diasuh oleh sahabat seperguruan mendiang ayahnya, yakni Ki Ageng Tingkir, Ki Ageng Ngerang, dan Ki Ageng Butuh. Dari situlah nama Joko Tingkir berasal.
Editors' Pick
2. Menjadi cikal bakal Kerajaan Islam
sultansinindonesieblog.wordpress.com
Sebagai putra Kebo Kenanga yang menikah dengan Nyi Ageng Pengging, di dalam tubuh Joko Tingkir mengalir darah penguasa Majapahit. Kemudian, Joko Tingkir menjadi menantu Trenggana, Sultan Demak. Ia menikahi Ratu Mas Cempaka dan dikaruniai seorang putra bernama Pangeran Benowo atau Pangeran Benawa.
Mengutip buku Sastra dan Anak di Era Masyarakat 5.0 karya Ali Mustafa (2022), Joko Tingkir dipercaya memegang kekuasaan wilayah Pajang dan berhasil mengambil alih kekuasaan dari tangan Arya Penangsang yang kala itu tewas dibunuh oleh Danang Sutawijaya.
Hal tersebutlah yang menjadi cikal bakal Kerajaan Islam yang sangat berpengaruh dalam penyebaran agama Islam di pulau Jawa.
3. Dakwah Islam di Nusantara
goodnewsfromindonesia.id
Untuk menyelamakan Kerajaan Demak Joko Tingkir atau Sultan Hadiwijaya memindahkan Kerajaan Demak ke daerah Pajang yang sekarang masuk daerah Sukorejo. Namun tidak lama setelah berhasil memindahkan Kerajaan Demak, Joko Tingkir dikudeta oleh Sutowijoyo, saudara iparnya sendiri.
Akibat dari dikudeta tersebut, Joko Tingkir memutuskan untuk pergi dan mencari seorang guru guna merebut Kembali kekuasan kerajaan.
Joko Tingkir akhirnya menemukan seorang guru diatas puncak gunung Dieng Wonosobo, yang bernama Syeh Abdullah Kutubuddin, seorang mursyid torikot Qodiriyah. Ia belajar dan mendalami tentang agama Islam, hingga pada akhirnya Syeh Abdullah pun mengajari Joko Tingkir tentang makom spiritual.
Setelah Joko Tingkir merasa cukup dengan ilmu yang didapatnya, ia berniat untuk kembali kekerajaan Pajang untuk mengambil alih kembali kekuasaan kerajaannya yang dikudeta oleh iparnya. Namun, ia mendapati suara atau sebuah bisikan agar mengurungkan niatnya untuk merebut kembali kerajaan.
Kemudian, Joko Tingkir pergi ke arah timur dengan menaiki perahu ditepi bengawan solo. Dalam perjalanannya, Joko Tingkir sempat didorong oleh empat puluh buaya, yaitu empat puluh makom spiritualnya.
Sesampainya di Desa Trikobayan Lamongan, Joko Tingkir mendirikan pesantren yang menjadi cikal bakal pesantren di Jawa Timur. Tidak heran jika Joko Tingkir dinobatkan sebagai seorang Waliyullah.
Pesantren yang Joko Tingkir bangun tidak mengenal diskriminasi, sehingga siapa pun bisa belajar dan mengajar, tidak terkecuali para bangsawan. Adapun bangsawan yang turut menuntut ilmu, seperti Putra Mahkota Kerajaan Sumedang, Pangeran Angkawijaya atau Prabu Geusan Ulun.
Joko Tingkir juga melanjutkan dakwah kebudayaan Islam yang diinisiasi oleh Sang Guru guna meneladani kiprah dakwah Sunan Kalijaga. Ia melanjutkan penyebaran nilai-nilai Islam melalui budaya local, tata tertib, hingga mengkombinasikan prinsip-prinsip Islami dengan budaya Jawa.
Salah satu ajarannya yang dikenal masyarakat adalah Ngelmu Kasantikan, di mana ia menekankan bahwa seseorang perlu menjadi bijaksana untuk mencapai kesempurnaan hidup.
Dengan metode dakwah Islam tersebut, Joko Tingkir pun kita kenang sebagai teladan yang mampu memberikan contoh bagaimana menjadi seorang muslim yang baik dan mendapatkan pengakuan kekuasaan sebagai raja Islam dan Sultan dari raja-raja terpenting di Jawa Timur dan pesisir sebelah timur pada tahun 1581.
4. Wafatnya Joko Tingkir
beritajatim.com
Sejak memimpin Kerajaan Pajang sejak 1568 M dengan gelar Sultan Hadiwijaya, Joko Tingkir berhasil menuju puncak kejayaan dengan menjadi kerajaan agraris pertanian sebagai tulang punggung perekonomian. Bahkan, selama masa kepemimpinannya, wilayah Kerajaan Pajang semakin luas hingga mencapai Madiun, Blora, dan Kediri.
Ada beberapa versi penyebab wafatnya Joko Tingkir. Salah satunya, Joko Tingkir dikabarkan sakit dan meninggal dunia usai pertempuran Pajang dengan Mataram Islam pada tahun 1582 M.
Pertempuran Pajang dengan Mataram tersebut dilatar belakangi oleh ssakit hati karena menurut Sutawijaya, kerabat dekatnya diperlakukan semena-mena, bahkan dihukum mati oleh Joko Tingkir.
Saat perang tersebut semakin tidak terkendali, keadaan pun tidak berpihak pada Joko Tingkir. Sebab terjadi bencana alam, seperti gunung meletus yang menyembutkan abu vulkanik dan hawa panas yang menyambar Sebagian pasukan Kerajaan Pajang. Hal tersebut membuat barisan pasukan Kerajaan Pajang tercerai berai.
Demi menghindari kekalahan telak, Joko Tingkir memutuskan untuk undur diri meninggalkan Mataram. Namun sayang, di tengah perjalanan pulang Joko Tingkir terjatuh dan semakin parah sesampainya di Pajang.
Di tahun yang sama, yakni 1582 M, Joko Tingkir meninggal dunia. Ia dimakamkan bersama orang tua dan istrinya di Makam Butuh, Desa Gedongan, Kecamatan Plupuh, Kabupaten Sragen.
Hingga kini, makam Joko Tingkir masih dirawat dan pernah beberapa kali dilakukan pemugaran, terutama pada masa Pakubuwono X.
Nah, itulah sejarah Joko Tingkir, tokoh agama di Nusantara. Joko Tingkir dikenal sebagai sosok pemuda tangguh.