Kemen PPPA: Sinetron Suara Hati Istri: Zahra, Melanggar Hak Anak

Ada apa dengan Zahra? Belakangan menjadi topik hangat yang viral di media sosial

3 Juni 2021

Kemen PPPA Sinetron Suara Hati Istri Zahra, Melanggar Hak Anak
Dok. KPPPA

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menegaskan Sinetron “Suara Hati Istri: Zahra” yang ditayangkan oleh TV Indosiar merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak anak di mana anak berusia 15 tahun diberikan peran sebagai istri ketiga dan dipoligami.

Nama Zahra sempat menjadi trending topic sejak Rabu (2/6/2021) di Twitter. Banyak warganet yang ikut membagikan opini mereka terkait tayang Zahra tersebut.

Menurut penjelasan Kemen PPPA, materi atau konten sebuah acara, sesuai dengan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3&SPS), seharusnya mendukung pemerintah dalam upaya pemenuhan hak anak dan demi kepentingan terbaik anak.

Seharusnya tayangan di televisi bukan hanya memuat konten liburan, namun juga bisa mendidik penontonnya.

Berikut Popmama.com telah merangkum reaksi Kemen PPPA atas viralnya berita sinetron Suara Hati Istri: Zahra.

Editors' Pick

1. Tayangan televisi harusnya juga menghasilkan produk yang mendukung upaya perlindungan anak

1. Tayangan televisi harus juga menghasilkan produk mendukung upaya perlindungan anak
Dok. KPPPA

Pemerintah saat ini tengah berjuang keras mencegah pernikahan usia anak, sehingga setiap media dalam menghasilkan produk apapun yang melibatkan anak, seharusnya tetap berprinsip pada pedoman perlindungan anak mendasari semua upaya perlindungan anak.

“Konten apapun yang ditayangkan oleh media penyiaran jangan hanya dilihat dari sisi hiburan semata, tapi juga harus memberi informasi, mendidik, dan bermanfaat bagi masyarakat, terlebih bagi anak. Setiap tayangan harus ramah anak dan melindungi anak,” tegas Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga.

Menteri Bintang menegaskan bahwa setiap tayangan yang disiarkan oleh media elektronik seperti televisi, sepatutnya mendukung program pemerintah dan memberikan edukasi kepada masyarakat terkait hal-hal berikut:

  • Pencegahan perkawinan anak,
  • Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO),
  • Pencegahan kekerasan seksual,
  • Edukasi pola pengasuhan orangtua yang benar.

2. Sorotan pada orangtua pemeran Zahra

2. Sorotan orangtua pemeran Zahra
Pexels/Ketut Subiyanto
Ilustrasi

Menurut Kemen PPPA, orangtua pemeran seharusnya juga bijaksana dalam memilih peran yang tepat dan selektif menyetujui peran yang akan dibawakan oleh anaknya.

“Sangat disayangkan, sinetron tersebut tidak memerhatikan prinsip-prinsip pemenuhan hak anak dan perlindungan anak. Setiap tayangan harus tetap menghormati dan menjunjung tinggi hak anak-anak dan remaja, dan wajib mempertimbangkan keamanan dan masa depan anak-anak dan/atau remaja,” kata Menteri Bintang Puspayoga.

Menteri Bintang mengatakan sejauh ini pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

“Saya mengapresiasi langkah cepat yang dilakukan oleh KPI. Kemen PPPA dan KPI juga sepakat dalam waktu dekat akan segera melakukan pertemuan dengan rumah produksi untuk memberikan edukasi terkait penyiaran ramah perempuan dan anak,” kata Menteri Bintang. 

3. Jika terulang, pihak Indosiar bisa dipidanakan

3. Jika terulang, pihak Indosiar bisa dipidanakan
Freepik/Sompong_tom

Deputi Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar mengatakan dari hasil telaah yang dilakukan Kemen PPPA ditemukan beberapa aspek yang telah dilanggar dalam produksi sinetron tersebut. Kemen PPPA menilai pihak Indosiar menyampaikan ketidakbenaran. 

“Terkait peran istri dalam sinetron ini yang diperankan seorang pemain usia anak, hal ini adalah  bentuk stimulasi pernikahan usia dini yang bertentangan dengan program pemerintah khususnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan,” kata Nahar. 

Nahar menambahkan sinetron tersebut juga memperlihatkan kekerasan psikis berupa bentakan dan makian dari pemeran pria, dan pemaksaan melakukan hubungan seksual. Adegan dalam sinetron tersebut dinilai mempromosikan kekerasan psikis dan seksual terhadap anak yang bertentangan dengan Pasal 66C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Nahar juga mengingatkan tayangan tersebut berisiko memengaruhi masyarakat untuk melakukan perkawinan usia anak, kekerasan seksual, dan TPPO, karena pada tayangan tersebut diceritakan bahwa Zahra sebagai pemeran utama dinikahkan dengan alasan untuk membayar hutang keluarganya. 

“Jika nanti ditemukan kasus serupa di lapangan dan setelah digali peristiwa tersebut merupakan bentuk imitasi dari tayangan yang disiarkan oleh Indosiar, maka pihak Indosiar dapat dipidanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tegas Nahar.  

Tayangan ini secara tidak langsung akan memengaruhi kondisi psikologis masyarakat dan menimbulkan Toxic Masculinity, dimana akan terbangun konstruksi sosial di masyarakat bahwa pria identik dengan kekerasan, agresif secara seksual, dan merendahkan perempuan.

Baca juga:

The Latest