Anak Selalu Berpikiran Buruk? Waspadai Kecenderungan Victim Mentality
Ia selalu merasa salah, tak berdaya dan tak ada orang yang bisa memahaminya
6 November 2021
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Dalam hidup, kita tak bisa menghindari terjadinya konflik. Bahkan anak-anak yang hidupnya masih begitu sederhana, pasti pernah mengalami konflik. Entah itu di lingkup keluarga, sekolah, maupun pertemanan.
Umunya, konflik melibatkan tiga hal; yaitu pelaku, korban dan pemicu masalah. Namun, pernahkah Mama mendengar tentang victim mentality atau kecenderungan mental korban? Ya, victim mentality adalah sebuah masalah psikologis, di mana seseorang selalu berpikiran negatif dan merasa dirinya selalu menjadi korban atas kesalahan orang lain.
Mereka yang mengalami masalah ini selalu berpikiran, hidupnya selalu salah. Beriringan dengan perasaan itu, mereka merasa tak pernah ada orang yang benar-benar bisa memahaminya. Bahkan termasuk orangtuanya.
Kondisi ini tak hanya dapat merusak hubungan anak dengan orang di sekitarnya. Namun juga berdampak pada kehidupan anak di kemudian hari. Berikut Popmama.com bagikan ciri-ciri anak dengan kecenderungan victim mentality.
1. Selalu merasa tak berdaya
Anak dengan kecenderungan victim mentality selalu merasa tak berdaya dan terus-menerus membayangkan berbagai hal buruk yang akan menimpanya. Sikap pesimis dan tak mau berusaha adalah ciri-ciri yang sering muncul pada anak yang mengalami masalah psikologis ini. Saat sedang berada di dalam kesulitan, ia tidak berusaha mencari solusinya dan langsung menyerah karena menganggap dirinya tidak mampu menyelesaikannya.
Editors' Pick
2. Selalu mengasihani diri sendiri
Alih-alih mencari solusi atas permasalahannya, anak dengan kecenderungan victim mentality terus mengeluh dan mengasihani diri sendiri demi mendapatkan simpati dari orang lain. Bahkan, ia akan terus merajuk pada permasalahan yang sama dan tak berusaha untuk memperbaiki situasi atau suasana hatinya sendiri.
3. Fokus pada hal negatif
Anak dengan victim mentality selalu berpusat pada hal negatif. Ia tidak pernah merasa bahagia, sekalipun ada hal positif yang dialaminya. Misalnya, "Iya sih, nilaiku bagus. Tapi aku nggak bisa dapat rangking satu soalnya aku nggak sepintar si A." Baginya, hal-hal baik yang terjadi adalah suatu kebetulan belaka, karenanya ia tidak pantas untuk mendapatkannya kembali.
Anak dengan kecenderungan victim mentality selalu membiarkan pikiran negatif menguasai dirinya, bahkan sebelum hal itu benar-benar terjadi. Ia seolah-olah kehilangan kepercayaan diri terhadap hal apapun yang dikerjakannya dan menganggap semua akan sia-sia untuk dilakukan jika hasilnya benar-benar tak sesuai harapan.
4. Menyalahkan orang lain
Perhatikan jika anak diajak bicara soal problem yang dihadapinya. Misalnya, saat nilainya tidak sesuai target. Anak dengan kecenderungan victim mentality biasanya mencari 'kambing hitam' dari kegagalan atau kesalahannya. Ia selalu merasa tak ada seorangpun yang dapat memahami dirinya. Apalagi, saat ia benar-benar di posisi sebagai korban, ia akan bersikeras kejadian ini merupakan akibat dari dari kesalahan orang lain. Bahkan, bisa jadi anak ini mungkin akan memprovokasi orang lain agar bereaksi negatif yang sama untuk memperkuat pembenaran atas dirinya.
5. Melebih-lebihkan keadaan
Anak dengan kecenderungan mental korban kemungkinan akan sering menggunakan kata “selalu” dan “tidak pernah” untuk melebih-lebihkan keadaannya. Alih-alih memperbaiki situasi, anak-anak ini akan terus menyalahkan diri sendiri (atau orang lain) atas kegagalan yang dialaminya.
Menghadapi anak dengan kecenderungan victim mentality memang lebih tricky. Di satu sisi, Mama harus berani tegas mengentaskannya dari pikiran negatif dan berani menghadapi masalah.
Di sisi lain, sebagai orangtua, Mama juga perlu 'membujuk' anak agar lepas dari kecenderungan ini, tanpa membuatnya semakin merasa menjadi korban. Karena itu, dukungan orang sekitar terutama orangtua sangatlah berarti baginya.
Jika Mama menjumpai tanda-tanda di atas terjadi pada anak, jangan ragu untuk konsultasikan dengan psikolog anak agar mendapatkan saran pengasuhan yang tepat.
Baca Juga:
- Ma, Mengajarkan Anak Tentang Label Emosi Itu Penting
- 7 Cara Mengajar si Kecil Menghadapi Emosi dan Perasaannya
- Wajib Tahu: 8 Efek Negatif dari Terlalu Sering Memarahi Anak