5 Cara Membantu Anak Keluar dari Stres yang Meracuni Pikiran
Dampak stres di masa kanak-kanak bisa berakibat buruk di masa depannya
6 September 2019
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Selama ini, kata 'stres' identik dengan kehidupan orang dewasa. Memang, kehidupan orang dewasa penuh tuntutan dan tekanan yang seringkali mendorong kemampuan kita sampai pada batasnya. Tetapi, jangan salah, anak pun rentan mengalami stres.
Mungkin orang dewasa berpikir, "Memangnya apa sih bebannya anak? Kenapa kok bisa sampai mengalami stres?" Nyatanya, dilansir dari psychologytoday.com, tingkat kecemasan dan depresi anak meningkat dari tahun ke tahun.
Peristiwa-peristiwa yang merugikan di masa kecil (adverse childhood events) menyebabkan trauma yang tidak dapat begitu saja dilupakan anak yang menderitanya. Selain itu, peristiwa traumatis seperti perceraian orangtua, bullying, rasisme, kekerasan atau pun ketidakmampuan orangtua merespon emosi yang berakibat perasaan ditinggalkan.
Strest beracun pada pikiran dan tubuh disebabkan karena emosi yang besar dan seringkali tak tersalurkan. Hal ini ditambah dengan dukungan emosional yang kurang dari sekitarnya.
Melihat gelagat anak mengalami stres yang meracuni pikirannya? Popmama.com punya lima hal yang bisa dilakukan untuk merespons masalah ini dengan tepat.
1. Yakinkan bahwa Mama akan selalu ada untuknya
Anak-anak perlu merasa aman dan nyaman untuk berkembang. Hal mendasarnya adalah menciptakan hubungan yang membangun antara orangtua dan anak. Seorang anak dengan stres yang beracun akan merasa sangat ketakutan.
Memiliki seseorang yang bisa dijadikan sandaran akan sangat menenangkan perasaannya. Sebaliknya, merasa sendirian akan meningkatkan rasa takutnya.
Editors' Pick
2. Bersikaplah lembut
Seorang anak yang mengalami stres beracun sesungguhnya adalah anak yang sangat rapuh. Kita hidup dalam budaya yang lebih dominan otak kiri alias logika, ketimbang perasaan. Hal ini mempengaruhi bagaimana masyarakat memandang dan menciptakan keamanan emosional.
Bentuk komunikasi otak kanan meliputi nada suara, kontak mata dan bahasa tubuh. Oleh karenanya, orang dewasa harus berbicara dengan suara yang pelan dan lembut, dengan tatapan mata teduh dan gerakan yang lambat untuk menghindari kegaduhan yang mengejutkan anak. Posisikan diri Anda saat bersedih dan ingin diperlakukan dengan baik oleh lawan bicara.
3. Bermain sebagai terapi
Bermain bukan hanya sebagai kegiatan rekreatif, melainkan juga terapi yang menyenangkan dan menyehatkan bagi anak. Menurut teori Polyvagal, bermain merangsang sistem keterlibatan sosial dari saraf vagus, saraf terbesar tubuh. Selain itu, bermain melemaskan sistem saraf yang terangsang berlebihan.
Bermain memang membantu anak merasa lebih tenang dan lebih baik. Tetapi bukan sekada permainan. Pilih jenis permainan yang menghubungkan perasaan, senyuman, bicara dengan nada suara yang ceria dan menyenangkan serta gerakan yang aktif. Mungkin terkesan kontradiktif jika mengajak anak bermain saat ia berada di bawah tekanan. Tetapi jika anak mau menerima ajakan tersebut, ini memberikan kesempatan sistem saraf untuk tenang walau hanya sejenak.
4. Bantu anak melabeli perasaannya
Emosi sangat berkaitan erat dengan energi, dan energi ini perlu diluapkan. Ketakutan adalah emosi inti yang dirancang untuk mengirim sinyal ke banyak organ dalam tubuh sehingga seseorang dapat menyelamatkan diri ke tempat aman dan bertahan hidup. Tetapi, pada anak yang mengalami stres beracun, mereka tidak dapat lari dari perasaan takut dan terancam. Akibatnya, stres yang traumatis membayangi kehidupan mereka, bahkan sampai dewasa.
Bantu anak mengekspresikan perasaannya melalui berbagai cara kreatif, seperti seni, permainan, cerita, boneka atau dengan ekspresi verbal dan fisik. Jika ia bisa mengungkapkan perasaannya, ia akan lebih lega, lebih santai, mau berinteraksi dengan orang lain dan mau bermain. Tetapi jika anak tidak bisa mengekspresikan perasaannya, ia akan ketakutan, sedih dan menarik diri.
Mengobati rasa trauma dan stres pada anak memang membutuhkan kesabaran lebih dan proses yang cukup panjang. Tetapi percayalah, Ma, hal ini tidak akan sia-sia demi mendorong pemulihan bagi anak-anak. Semoga artikel ini dapat menginspirasi.
Baca Juga:
- Anak Pun Bisa Merasa Stres Karena Sekolah, Ini 7 Tandanya
- Pasti Bisa! 8 Langkah untuk Memulihkan Trauma pada Anak!
- Ma, Mengajarkan Anak Tentang Label Emosi Itu Penting