3 Hal yang Menyebabkan Anak yang Malas Berkomunikasi dengan Orangtua
Perubahan sikapnya bikin khawatir saja
21 Agustus 2019
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Saat anak beranjak remaja, perlahan tapi pasti terjadi perubahan dalam dirinya. Entah itu dalam hal fisik hingga perilakunya. Salah satu yang umum terjadi adalah lambat laun anak membangun privasinya, semakin asyik dengan dunia dan teman-temannya sendiri serta menganggap orangtua adalah orang dewasa yang menyebalkan karena hobi mengatur dirinya.
Perasaan-perasaan ini sangat wajar dirasakan oleh anak yang beranjak remaja. Semakin bertambah umur di fase remaja, 'benteng' yang dibangunnya semakin tinggi dan berjarak dengan orangtua. Anak pra-remaja hingga remaja ini menganggap dirinya sudah mampu dan tidak mau diperlakukan seperti anak kecil, padahal sebetulnya mental mereka belum sematang itu untuk dilepas sendirian.
Salah satu wujud dari 'benteng' yang dibangun anak jelang remaja adalah perilaku menjaga jarak dari orangtua. Anak remaja cenderung malas jika harus mengobrol dengan orangtua. Padahal, di masa-masa inilah orangtua perlu menggali lebih dalam perasaan anak yang masih labil, serta menanamkan pemahaman-pemahaman penting soal menjaga diri, tanggung jawab dan merancang masa depan.
Sedang berada dalam masalah ini? Berikut Popmama.com merangkum beberapa perubahan perilaku yang terjadi pada fase anak remaja, dilansir dari understood.org.
Editors' Pick
1. Anak menutup diri dan berhenti bercerita pada orangtua
Banyak orangtua yang merasa sedih saat anak yang biasanya banyak bercerita, tiba-tiba menutup diri dan hanya mau berbagi pengalaman pribadinya dengan teman-teman. Meski mungkin awalnya Mama akan merasa ini hal yang menjengkelkan, tetapi ini adalah hal yang normal terjadi pada remaja.
Dalam tahapan perkembangannya, remaja butuh ruang tersendiri dan mulai belajar mandiri. Tidak heran jika di usia ini pula anak mulai sedikit tertutup dengan orangtuanya karena ingin punya privasi.
Menembus situasi ini memang tak mudah, tetapi hal-hal ini penting dilakukan orangtua dalam pendampingannya:
- Cobalah untuk tidak menceritakan bagaimana situasi ini melukai perasaan Mama.
- Bangun interaksi yang positif dengan anak.
- Ajak anak untuk mengajak anak melakukan aktivitas yang menyenangkan bersama-sama.
- Jangan berusaha mengorek informasi apapun dari anak. Sebaliknya, ceritakan sesuatu yang menarik tentang pengalaman hidup Mama. Jika Mama membuka diri tentang apa yang pernah Mama alami, mungkin anak akan melakukan hal yang sama pada Mama.
- Ajak anak berbicara sebagai orang dewasa dan hargailah pendapatnya.
- Tetapkan batasan yang tepat. Fokuslah pada membangun hubungan yang baik antara anak dan orangtua agar anak mau terbuka dan tidak bermain nakal di belakang orangtua. Pada banyak kasus, anak yang takut bercerita pada orangtuanya karena selalu dihakimi dan dimarahi, justru bermasalah lebih besar. Dalam tindak kriminal atau kasus kehamilan di luar nikah, misalnya.
2. Anak mengurung diri di kamar
Apakah Mama mendapati anak terlihat begitu pendiam, bungkam tak mau berbicara dengan siapa pun dan tampak selalu mengurung di kamarnya? Apakah ia telihat menarik diri dari pergaulan? Kehilangan minat untuk melakukan kegiatan yang menyenangkan yang dulunya menjadi hobi?
Jangan disepelekan, Ma. Perilaku yang telah disebutkan di atas perlu perhatian khusus karena tidak wajar dalam perkembangan remaja. Saat menghadapi situasi yang demikian, Mama perlu mencari tahu apakah anak telah mengalami kejadian yang menimbulkan trauma, seperti intimidasi, pelecehan atau terlibat dalam penyalahgunaan obat-obatan terlarang dan alkohol.
Tak hanya itu saja, perilaku diam dan mengurung diri di kamar juga bisa mengarah pada gangguan mental seperti skizofrenia atau gangguan bipolar yang banyak dialami remaja hingga dewasa muda di awal usia 20-an.
Meski melewati batas privasi, tetapi orangtua tetap berhak mengetahui apa yang dilakukan anak di kamarnya sendirian selama berjam-jam.
Saat anak menolak untuk berkomunikasi, mungkin sebaiknya Mama mulai memantau perilakunya media sosial. Jangan tunda mengajaknya berkonsultasi ke pihak profesional bila perilakunya mengindikasikan adanya depresi atau masalah psikologis lain.
3. Anak berkeinginan bunuh diri
Bunuh diri adalah hal yang sangat tragis yang dilakukan seorang manusia. Tetapi kita tak bisa menutup mata jika hal ini bisa saja terjadi pada siapapun, bahkan anak kita. Jika suatu saat orangtua menduga anak memiliki keinginan untuk bunuh diri, hadapilah dengan tenang dan bijak. Tetapi, jangan menunda mencari bantuan psikolog atau psikiater anak dan remaja.
Penting bagi orangtua untuk tidak serta-merta memarahi anak. Ajak anak bicara dari hati ke hati dan dengarkan ia tanpa menghakimi. Dengan mendengarkan, anak Mama akan tahu orangtua berusaha memahami perasaannya. Ia akan merasa didukung dengan perhatian dan cinta dari keluarga. Tanamkan pengertian pada dirinya bahwa Mama dan keluarga sangat mencintainya dan ingin ia terbebas dari kesulitannya.
Fase remaja adalah hal yang kompleks bagi anak. Ia diliputi kebimbangan dengan dirinya sendiri, dan menyikapi permasalahan hidupnya. Belum lagi perubahan fisik yang membuatnya merasa tak nyaman.
Semoga anak dan keluarga dapat melalui fase ini dengan baik.
Baca Juga:
- Tak Kalah Penting, Psikologi Perkembangan Anak Perlu Dipahami Orangtua
- Faktor Psikologis Orangtua Bisa Sebabkan Berat Badan Anak Menurun
- Menurut Psikolog, Ini Dampak Psikologis Poligami pada Anak!