Anak Mudah Akrab dengan Orang Asing Bisa karena Gangguan Mental
Disinhibite social engagement disorder (DSED) membuat anak mencari kenyamanan dari orang asing
12 September 2022
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Sebagian besar anak pada dasarnya punya ketertarikan terhadap hal baru di sekitarnya. Tak terkecuali dengan orang baru yang ditemuinya. Inilah yang membuat mereka penasaran terhadap siapapun orang baru yang ada di lingkungannya.
Namun, seiring dengan rasa ingin tahunya, anak juga punya rasa takut terhadap orang baru yang tidak familiar sebelumnya.Tentu saja hal ini wajar karena rasa takut terhadap orang baru itu sebetulnya baik dan menolong anak menjaga dirinya sendiri.
Tetapi, sebagian anak ternyata tidak memiliki rasa takut ini lho, Ma. Hal ini disebut dengan disinhibited social engagement disorder (DSED).
Berikut Popmama.com akan mengupas tuntas tentang disinhibited social engagement disorder (DSED) yang wajib diketahui orangtua.
1. Apa itu Disinhibited Social Engagement Disorder (DSED)?
Disinhibited Social Engagement Disorder (DSED) adalah satu dari dua gangguan keterikatan masa kanak-kanak yang berkembang ketika anak kekurangan pengasuhan dan kasih sayang yang tepat dari orangtua karena alasan-alasan tertentu, demikian dilansir dari Psychology Today.
Disinhibited Social Engagement Disorder (DSED) juga sering disebut dengan gangguan pelibatan sosial tanpa hambatan.
Akibat dari kurangnya perhatian orangtua, anak merasa tidak punya keterikatan terhadap orangtua dan merasa nyaman dengan orang asing.
Tak jarang anak-anak dengan DSED ini menerima begitu saja ajakan orang asing untuk pergi bersama-sama, tanpa berpikir dampaknya. Mungkin anak memang akan terlihat ramah, tetapi situasi ini dapat membahayakan keamanannya.
Editors' Pick
2. Tanda-tanda anak mengalami DSED
Dilansir dari laman verywellmind, DSED pada awalnya dianggap sebagai subtipe kelainan keterikatan yang disebut reactive attachment disorder.
Tetapi, akhirnya dikategorikan sebagai diagnosis terpisah pada edisi kelima Diagnostic and Statistical Manual (DSM-5).
Untuk memenuhi kriteria diagnostik DSED, seorang anak harus menunjukkan pola perilaku yang melibatkan pendekatan dan interaksi dengan orang dewasa yang tidak dikenal, setidaknya dua perilaku berikut:
- Bersikap aktif dalam mendekati dan berinteraksi dengan orang dewasa yang tidak dikenal
- Perilaku verbal atau fisik yang terlalu akrab, tidak konsisten dengan batasan sosial yang disetuju secara budaya yang sesuai
- Cenderung abai dan tidak mencari kembali pengasuh atau orangtuanya setelah bertualang sendiri, bahkan di tempat yang tak dikenalnya sebelumnya
- Mau pergi dengan orang dewasa yang tidak dikenal tanpa ragu
Selain memenuhi kriteria diagnostik di atas secara perilaku, seorang anak dengan DSED memiliki riwayat pengabaian, antara lain:
- Kurang terpenuhinya emosional dasar untuk rasa nyaman, stimulasi, dan kasih sayang yang dipenuhi oleh orang dewasa yang mengasuhnya
- Pengasuh utama yang seringkali bergonta-ganti, membatasi kesempatan anak untuk membentuk ikatan yang stabil
- Pengasuhan yang tidak biasa membatasi peluang anak untuk membentuk keterikatan selektif (anak lebih banyak menghabiskan waktu dengan pengasuh, misalnya).
3. Anak kesulitan membedakan siapa yang dapat dipercayai
Anak-anak belum pandai mengidentifikasi orang-orang berbahaya di sekitarnya, tetapi kebanyakan akan berhati-hati terhadap orang yang sama sekali tidak dikenalnya. Sebagian besar anak dapat membuat penilaian tentang apakah orang asing terlihat baik atau jahat, berdasarkan wajahnya.
Pemindaian otak yang dilakukan para peneliti juga menemukan bahwa anak dengan DSED kesulitan membedakan mana orang yang dapat dipercayai, berdasarkan penampilan orang tersebut. Penelitian ini dilakukan oleh Harris PL dan Corriveau KH dalam jurnal berjudul Young children's selective trust in informants.
Anak dengan DSED mengharapkan kebaikan dari orang lain. Karena mereka tidak dapat secara spesifik mengidentifikasi orang yang tampaknya aman, mereka pun menunjukkan kasih sayang kepada siapa pun yang memberinya perhatian.
Bagi anak dengan DSED, bukan hal yang aneh memeluk orang asing di tengah jalan, atau memulai percakapan yang sangat pribadi dengan orang dewasa yang tidak dikenal di taman.
4. Potensi anak mengalami DSED
DSED sebetulnya cukup langka terjadi. Anak-anak yang dibesarkan dalam institusi seperti panti asuhan, atau berganti-ganti orangtua adopsi, berada pada risiko tertinggi mengembangkan kondisi ini.
Banyak anak dengan riwayat pelecehan atau penelataran mengalami gangguan keterikatan. Tetapi penelitian menunjukkan sekitar 20 persen anak dalam populasi berisiko tinggi mengalami gangguan ini.
5. Cara menangani anak dengan DSED
Penting bagi anak memiliki rasa takut yang sehat terhadap orang asing atau orang yang berpotensi menimbulkan bahaya. Membesarkan anak dengan DSED tentu tak mudah bagi pengasuh dan orangtua. Anak-anak ini berjuang untuk membangun hubungan yang sehat dengan guru, pelatih, pengasuh daycare, dan juga teman-teman sebayanya.
Seorang anak yang terus berpindah dari satu pengasuhan ke pengasuhan yang lain, tetap tidak akan membaik.
Oleh karenanya, anak dengan DSED harus mendapatkan perhatian intensif dari pengasuh yang konsisten dan stabil. Setelah perawatan yang konsisten dijalankan, terapis dapat mulai membantu memperkuatan ikatan antara anak dengan pengasuh utamanya (orangtua).
Jika seorang anak menunjukkan perilaku selama lebih dari 12 bulan, gangguan tersebut dianggap persisten. Gangguan ini dapat semakin para ketika anak menunjukkan gejala pada tingkat yang relatif tinggi.
Apabila Mama khawatir si Kecil mungkin memiliki gangguan ini, bicarakan dengan dokter anak. Dokter dapat merujuk anak ke profesional kesehatan mental untuk mendapatan penilaian yang lebih komprehensif.
Baca Juga:
- 5 Manfaat Terapi Seni untuk Anak Autism Spectrum Disorder
- Ini Conduct Disorder, Kelainan Mental yang Bikin Anak Suka Kekerasan
- Anak Suka Makan Benda yang Tak Seharusnya? Awas Pica Disorder!