Mengapa Anak Korban Bullying Cenderung Memilih Diam?
Tak semudah itu menyuruh anak melawan saat menjadi korban bullying, Ma
13 Februari 2022
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Ketika kasus bullying terjadi, mungkin reaksi orang lain yang mendengarnya adalah "Kenapa sih kok tidak melawan?" Ya, reaksi itu sangat wajar. Mungkin mama juga akan bereaksi seperti itu tatkala mendapati anak menjadi korban perundungan.
Tetapi faktanya, ada banyak sekali korban bullying yang memilih menyimpan rapat-rapat masalahnya. Alasannya bermacam-macam.
Terlebih, banyak anak yang menyimpan sendiri kejadian bullying yang dialaminya sementara mereka mencoba mencari cara apa yang harus dilakukan untuk keluar dari masalah ini, tanpa melibatkan orang lain.
Mungkin ini terasa menyakitkan bagi kita, orangtua.
Alih-alih membuat situasi semakin buruk dengan menyalahkan anak karena sikap tertutupnya, kali ini Popmama.com ingin mengajak mama memahami alasan di balik mengapa anak korban bullying memilih diam, dilansir dari Very Well Family:
1. Anak merasa malu
Bullying adalah tentang kekuasaan dan kontrol. Menjadi korban bullying membuat anak merasa tidak berdaya dan lemah. Dan hal ini menciptakan perasaan malu pada korbannya.
Berbicara tentang intimidasi yang diterimanya membuat anak harus menyoroti kekurangannya (yang seringkali dijadikan sasaran intimidasi pelaku perundungan) kepada orang lain.
Bagi beberapa anak, pemikiran untuk mengungkit kekurangannya ini bisa terasa lebih menyakitkan daripada perundungan itu sendiri.
Editors' Pick
2. Takut akan pembalasan
Seringkali anak merasa melaporkan pelaku bullying tidak membawa perubahan yang berarti. Anak tidak hanya merasa tidak berdaya. Tetapi juga khawatir pelaku akan semakin bertindak lebih buruk jika mereka angkat bicara. Apalagi jika pelaku lebih kuat secara fisik atau punya kemampuan memengaruhi persepsi orang lain tentang dirinya.
3. Khawatir memperburuk keadaan
Ketika orangtua mendapati anak menjadi korban bullying, wajar bila orangtua merespons dengan tindakan segera. Tetapi respons orangtua yang ingin terlibat dalam menyelesaikan masalah ini bisa menjadi alasan utama mengapa anak ragu-ragu menceritakan masalahnya pada orangtuanya.
Ketakutan orangtua akan membuat keributan membuat anak enggan melaporkan kejadian bullying yang dialaminya pada orangtua. Maka itu mereka memutuskan untuk diam saja.
Untuk mengurangi kekhawatiran anak, penting untuk tidak reaktif, terutama saat menghubungi pihak sekolah atau pihak lain yang terlibat. Tanyakan kepada anak bagaimana ia ingin situasi tersebut ditangani dan bagaimana ia ingin orangtua bersikap. Jika nak ingin orangtua tidak berbuat apa-apa, hormati permintaannya.
Kecuali tindakan yang dilakukan pelaku bullying melanggar hukum, cobalah bertindak bijak supaya situasi yang dihadapi anak tidak semakin rumit.
4. Takut tidak dipercaya
Pada banyak kasus, pelaku bullying adalah anak yang tidak diduga-duga melakukannya. Pelaku mungkin anak yang berprestasi di sekolah, dari keluarga yang harmonis, populer, dan semacamnya.
Ketika anak menjadi korban bullying oleh pelaku yang karakternya seperti di atas, anak biasanya memilih diam. Apalagi jika anak yang menjadi korbannya adalah anak yang sering bermasalah. Wajar bagi anak yang di-bully jika memilih diam karena menganggap tidak ada yang akan mempercayainya. Anak takut orang lain berasumsi bahwa ia berbohong atau mengada-ada.
5. Rendah diri
Anak seringkali sangat menyadari kekurangan dan kesalahan mereka. Ketika seseorang membidik salah satu kekurangan atau kesalahan yang diperbuatnya, dan menggunakannya untuk mengejek dan menggodanya, banyak anak korban bullying secara otomatis berasumsi bahwa ia pantas diperlakukan seperti itu.
Anak yang terlalu kritis terhadap diri sendiri atau kurang percaya diri menganggap bahwa ejekan dari pelaku bullying adalah hal yang pantas diterimanya. Hal ini akan berdampak pada psikologis anak, di mana anak memiliki citra diri yang buruk.
Karena anak-anak jarang memberi tahu orang dewasa ketika ia mengalami bullying, penting bagi orangtua, guru, dan pengasuh lainnya untuk mengetahui tanda-tanda peringatan tersebut. Misalnya, anak mungkin mengisyaratkan bahwa mereka sedang diganggu dengan mengatakan "Ada kejadian di sekolah", bahwa ada anak yang memusuhinya, ia dijauhi, atau diganggu. Ini semua adalah tanda bahwa anak mengalami salah satu jenis bullying.
Penting bagi orangtua memercayai apa yang dikatakan anak. Berikan pengertian bahwa mama berkomitmen bersama-sama dengan mereka untuk menemukan solusi.
Meskipun mungkin sulit, cobalah untuk menahan emosi ya, Ma. Sebaliknya, tetap tenang dan bekerjasama dengan anak untuk membuat rencana mengakhiri episode bullying ini. Ketika anak merasa ia memiliki pilihan, ia cenderung tidak diliputi perasaan negatif.
Semoga artikel ini bermanfaat dalam memberikan gambaran mengapa anak korban bullying memilih diam ya, Ma.
Baca juga:
- 7 Cara Mengatasi Anak yang Menjadi Korban Bullying di Sekolah
- 5 Hal yang Perlu Dilakukan Saat Anak Alami Verbal Bullying
- 7 Cara Ajarkan Empati pada Anak untuk Cegah Bullying Sejak Dini