5 Tanda 'Lampu Merah' Perilaku Anak yang Perlu Jadi Perhatian Khusus

Memasuki usia remaja, perilaku anak sangat dinamis dan orangtua perlu peka terhadapnya

6 Desember 2019

5 Tanda 'Lampu Merah' Perilaku Anak Perlu Jadi Perhatian Khusus
Freepik/Freephoto

Menghadapi anak jelang remaja adalah hal yang menantang. Semakin mendekati usia remaja, anak cenderung membatasi diri dari orangtua dan mempunyai dunianya sendiri. Mereka lebih suka menghabiskan waktu dengan teman-teman sebayanya. Di suatu waktu mereka terlihat begitu manja terhadap kita, orangtuanya.

Dinamika relasi ini seringkali membuat orangtua melewatkan tanda-tanda perubahan perilaku pada anak. Dilansir dari parents.com, Dana Dorfman, Ph.D, seorang konselor anak mengatakan, "Masa remaja adalah masa perkembangan yang sangat kompleks. Sangat sulit memastikan jika remaja mengalami isu yang bermasalah." Konselor yang telah berpengalaman lebih dari 25 tahun menangani masalah anak dan orangtua ini menambahkan, "Perlu kepekaan dari orangtua untuk mengetahui di awal jika anak mengalami masalah."

Berikut ini Popmama.com merangkum 5 tanda yang merupakan 'lampu merah' adanya masalah pada diri anak remaja:

1. Pola tidur berubah

1. Pola tidur berubah
Freepik

Pola tidur anak remaja memang seringkali berbeda daripada orang dewasa. Ini bisa dikarenakan ritme sirkadian yang berubah. "Secara alami, mereka ingin begadang di malam hari dan tidur di siang hari," ujar Dr. Dorfman. Tetapi jika perubahan pola tidur ini terjadi selama beberapa minggu dan berubah drastis, ini bisa menjadi pertanda adanya masalah insomnia, depresi, kecemasan atau pun penyalahgunaan zat terlarang. 

Editors' Pick

2. Kehilangan minat terhadap aktivitas favoritnya

2. Kehilangan minat terhadap aktivitas favoritnya
Pixabay/anemone123

Seorang murid yang berprestasi mungkin mengalami masa-masa di mana ia harus berjuang lebih dalam memahami pelajaran. Atau pun hal yang normal bagi seorang anak untuk beralih dari ekstrakurikuler drama ke sepak bola. 

Tetapi, bila anak mulai kehilangan ketertarikan terhadap aktivitas yang sebelumnya menjadi favoritnya atau menolak ke sekolah, bisa jadi ini tanda adanya masalah psikologis. Misalnya depresi, kecemasan, gangguan bipolar, ADHD, bullying atau ADD yang tidak terdiagnosis. 

3. Melukai diri sendiri

3. Melukai diri sendiri
Pixabay/Free-Photos

Remaja yang depresi berani melukai dirinya sendiri dan mereka berusaha keras untuk menyembunyikan bekasnya. Misalnya dengan mengenakan pakaian lengan panjang setiap waktu. Tindakan melukai diri sendiri ini bisa berupa menyayat kulit, menarik-narik rambut atau pun membenturkan kepala ke tembok. "Tindakan ini bukan usaha untuk bunuh diri. Lebih ke arah pelampiasan karena suasana hati yang mengganggu," ujar Dr. Dorfman.

4. Kemarahan

4. Kemarahan
Commons Wikimedia/ Diego Grez

Kemarahan pada anak remaja adalah hal yang biasa tercetus karena emosional mereka yang masih belum stabil. Tetapi hal ini jadi bermasalah jika berubah menjadi kekerasan, dengan cara apapun. "Semua orang marah, tetapi seharusnya bisa dikendalikan," ujar Janice Morgan, advokat kesehatan mental, dilansir dari parents.com. "Orang yang memiliki impuls kuat, merasa sulit mengendalikan amarahnya."

5. Penggunaan zat berbahaya

5. Penggunaan zat berbahaya
Freepik

Jika orangtua menemukan jejak-jejak pil mencurigakan atau aroma alkohol di sekitar anak, kemungkinan ia mengonsumsi zat tertentu. Di usia remaja, anak senang mencoba hal-hal baru, termasuk zat berbahaya yang malah membuat mereka penasaran. Menentukan apakah anak kecanduan atau tidak memang tak mudah. Perlu pendekatan yang lembut pada anak agar mereka mau terbuka menceritakan apa yang dilakukannya.

Jika orangtua mendapati satu atau beberapa tindakan di atas pada remaja, yang pertama harus dilakukan adalah tetap tenang dan hindari menyerang anak. Tindakan orangtua yang agresif justru hanya akan membuat remaja semakin menarik diri atau memberontak. Gali informasi dari sudut pandangnya karena hanya mereka lah yang tahu apa yang dirasakannya. 

Bila situasi tak kunjung membaik, kami menyarankan untuk mengunjungi psikolog, psikiater atau terapis. Terutama jika anak berpeluang melukai diri sendiri atau pun orang lain. 

Baca Juga:

The Latest