5 Prinsip Penting Mengajarkan Anak Bertanggungjawab di Media Sosial
Mereka mungkin pintar menggunakannya secara teknis, tapi belum begitu bijak
17 April 2022
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Semakin banyaknya pengguna internet di dunia membawa begitu banyak perubahan bagi kehidupan kita. Apalagi di masa pandemi Covid-19, di mana komunikasi via digital meningkat pesat. Sekarang, siapapun menggunakan internet untuk berbagai keperluan, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa.
Hal ini meningkatkan perhatian para pemerhati dunia komunikasi. Anak-anak dan remaja menggunakan berbagai aplikasi media sosial untuk bersosialisasi, berekspresi, belajar, dan lain-lain. Namun, kasus-kasus pun merebak di Indonesia terkait unggahan konten yang tidak pantas, yang seringkali pelakunya adalah anak-anak dan remaja.
Sebagai orangtua, hal ini perlu mendapat perhatian khusus. Penting mengajarkan kepada anak untuk berhati-hati mengunggah konten dan komentar di media sosial. Berikut ini Popmama.com merangkum 5 prinsip penting mengajarkan anak menggunakan media sosial secara bijak:
1. Ikuti aturan 3 menit
Ajarkan anak aturan 3 menit yang sangat sederhana dilakukan ini: setelah membuat postingan apapun, tunggu 3 menit sebelum mengunggahnya. Lakukan hal yang lain, lalu kembalilah melihat konten yang ingin diposting tersebut. Lihat dan baca ulang, kemudian ajarkan pada anak bertanya pada diri sendiri, "Apakah postinganku ini berguna? Apakah akan menyakiti orang lain? Bagaimana perasaanku jika orangtua, keluarga, dan orang lain melihatnya?"
Jika anak meragukan konten yang akan dipostingnya, beritahu ia untuk tidak mempostingnya. Tekankan pada anak bahwa jejak digital itu tidak bisa hilang sepenuhnya meskipun postingan itu sudah dihapus.
Editors' Pick
2. Hindari sarkasme
Persepsi tiap orang berbeda-beda terhadap sebuah konten atau komentar di media sosial. Terlebih anak-anak yang masih belum memahami dengan benar seperti apa sih sarkasme itu. Anak pikir mereka tahu, padahal sebenarnya tidak. Anak bisa mengatakan hal buruk tentang orang lain, kemudian ketika kontennya menjadi masalah, mereka mungkin hanya menganggapnya sebagai candaan.
Sebagai orangtua, hal ini sangat tricky. Mama dapat mengatakan, "Oh jadi maksud lelucon Kakak seperti itu? Mari pikirkan caranya supaya bisa mengatakan itu dengan cara yang lebih baik, jadi semua orang mengerti bahwa Kakak hanya becanda."