Emotional parentification adalah fenomena psikologis dimana seorang anak mengambil peran orangtua atau pengasuh dalam keluarga, khususnya dalam aspek emosional.
Dalam situasi ini, anak dituntut untuk dapat memenuhi kebutuhan emosional orangtua atau anggota keluarga lainnya, sehingga anak seringkali mengorbankan kebutuhan dan kesejahteraan emosional mereka sendiri.
Kali ini Popmama.com akan membahas lebih lanjut mengenai apa itu emotional parentification menurut penjelasan Audrey Susanto, M. Psi., MSc., Psikolog.
Apa Itu Emotional Parentification?
Freepik/bearfotos
Menurut Psikolog Audrey Susanto, M,Psi., MSc., Psi melalui instagram pribadinya @audreysusanto menjelaskan bahwa, emotional parentification adalah kondisi ketika anak dituntut untuk memenuhi kebutuhan emosional orangtua.
Mama pernah nggak memerhatikan anak secara tidak langsung bahwa mereka terlihat seperti memiliki tanggung jawab untuk mendengar curhatan Mama, harus nurut sama Mama, atau menjadi penengah ketika Mama dan Papa bertengkar?
Nah, kalau anak menjalani peran tersebut, Mama harus menyadari bahwa anak sedang mengalami yang namanya emotional parentification.
Kondisi ini disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya yaitu kondisi mental orangtua yang cenderung tidak stabil.
Editors' Pick
Contoh Emotional Parentification dalam Kehidupan Sehari-hari
Freepik/peoplecreations
Berikut beberapa contoh emotional parentification, mengutip dari instagram pribadi psikolog Audrey Susanto.
Anak menangis karena orangtua lupa mengucapkan selamat ulang tahun di hari spesial anak.
Dibandingkan minta maaf, orangtua justru merasa kesal dan marah sampai menceritakan kepada anak berapa berat beban pekerjaan orangtua sehingga anak dituntut ‘maklum’.
Jika hubungan orangtua tidak harmonis, kemudian orangtua menjelekkan pasangan kepada anak.
“Kamu liat tuh Papa kamu, kerja terus”, atau “Mama kenapa sih hari ini? Papa ajak ngobrol cemberut aja”.
Perlu diperhatikan, walaupun anak terlihat ‘tegar’ ketika mendengarnya, coba Mama bayangkan kembali dari perspektif anak.
Anak mungkin akan merasa dirinya dituntut untuk menyelesaikan masalah orang dewasa. Hal ini tentunya dapat menjadi sangat menakutkan dan mengkhawatirkan bagi anak.
Dampak Psikologis bagi Anak
Freepik/user17067123
Stres dan kecemasan: Anak sering merasa tertekan karena tanggung jawab yang berat dan tidak sesuai dengan usia mereka.
Kesulitan mengenal emosi: Ketidakmampuan untuk mengekspresikan emosi sendiri dan selalu harus kuat bagi orang lain dapat menyebabkan perasaan tertekan dan depresi.
Kehilangan masa kecil: Anak kehilangan kesempatan untuk menikmati masa kecil mereka karena harus bertindak seperti orang dewasa.
Kesulitan dalam hubungan sosial: Anak mungkin mengalami kesulitan dalam membentuk hubungan sosial yang sehat karena peran yang tidak seimbang dalam keluarga.
Rasa bersalah dan tidak berharga: Anak bisa merasa bersalah jika tidak mampu memenuhi kebutuhan emosional orangtua dan merasa tidak berharga jika tidak bisa menjalankan peran sebagai orang dewasa dengan baik.
Sakit perut & kepala tanpa sebab: Anak akan sangat merasa tertekan sehingga akan berdampak pada kesehatan fisiknya.
Cara Mengidentifikasi Emotional Parentification
Unsplash/Annie Spratt
Untuk mengidentifikasi emotional parentification, Mama perlu memperhatikan beberapa tanda, seperti:
Anak yang terlalu bertanggung jawab: Anak yang selalu mengambil peran sebagai pelindung atau pengasuh dalam keluarga.
Kurangnya ekspresi emosional: Anak yang jarang mengekspresikan perasaan mereka sendiri dan lebih fokus pada perasaan orang lain.
Mengorbankan kebutuhan pribadi: Anak yang sering mengorbankan kebutuhan dan keinginan pribadi demi orangtua atau keluarga.
Peran yang tidak sesuai usia: Anak yang menjalankan tugas atau tanggung jawab yang seharusnya dilakukan oleh orang dewasa.
Tips Mengatasi dan Mencegah Emotional Parentification
Freepik
Untuk mengatasi dan mencegah emotional parentification, penting bagi Mama untuk:
Meningkatkan kesadaran: Mama perlu menyadari dampak dari emotional parentification dan berusaha untuk tidak membebani anak dengan tanggung jawab emosional yang berlebihan.
Mendukung kesehatan mental: Mendapatkan bantuan profesional, seperti konsultasi ke psikolog untuk mengatasi masalah emosional baik untuk orangtua serta anak.
Menciptakan lingkungan yang sehat: Mendorong komunikasi terbuka dan dukungan emosional timbal balik antara orangtua dan anak.
Membantu anak dalam membangun hubungan sosial: Mengajak anak untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan mendukung mereka untuk membangun hubungan yang sehat dengan teman sebaya.
Membatasi peran anak: Membantu anak memahami bahwa mereka tidak harus selalu mengambil peran pengasuh dan mengajarkan mereka untuk mengenali dan memenuhi kebutuhan emosional mereka sendiri.
Dengan mengetahui emotional parentification, diharapkan Mama dapat membangun hubungan yang lebih baik dan sehat dengan anak. Jadi jangan mengabaikan perasaan anak ya, Ma.