Kenapa Anak Malah Tertawa saat Dimarahi?

Mekanisme pertahanan ketika anak merasa tertekan

30 Oktober 2024

Kenapa Anak Malah Tertawa saat Dimarahi
Freepik

Anak yang tertawa saat dimarahi adalah salah satu reaksi tubuhnya untuk melepas perasaan gugup dan kewalahan.

Bagi sebagian orangtua, melihat anak tertawa saat dimarahi dapat membuat frustasi dan dianggap kurang menghormati.

Beberapa anak memberikan reaksi yang berbeda ketika berada dalam situasi yang membuat mereka merasa tersudutkan.

Reaksi seperti tertawa, mengelak, menutup telinga, ataupun berteriak merupakan respon mereka ketika sedang merasa jengkel.

Dibalik respon tersebut, terdapat alasan kenapa anak malah tertawa saat dimarahi.

Berikut Popmama.com rangkum buat Mama!

1. Merasa tidak nyaman dengan situasi serius

1. Merasa tidak nyaman situasi serius
Freepik

Tertawa sering kali menjadi mekanisme pertahanan alami ketika anak merasa tidak nyaman atau canggung. 

Dalam situasi seperti dimarahi, anak mungkin mengalami ketegangan emosional yang membuatnya merasa takut atau cemas. 

Karena anak-anak belum mahir mengelola emosi yang rumit, mereka bisa tertawa untuk meredakan perasaan yang tidak nyaman tersebut. 

Bagi mereka, tertawa adalah cara mengalihkan perhatian dari ketegangan situasi yang serius, meskipun bagi orang dewasa reaksi ini tampak tidak menghormati atau tidak sopan. 

Menyadari alasan ini bisa membantu orangtua lebih bersabar dan menanggapi respons anak dengan pengertian.

2. Belum memahami konsekuensi emosi dengan baik

2. Belum memahami konsekuensi emosi baik
Freepik/karlyukav
Ilustrasi anak marah

Pada usia dini, anak-anak belum memiliki pemahaman yang matang tentang konsekuensi emosi dan konteks sosial, termasuk memahami kapan suatu reaksi dianggap sesuai. 

Mereka belum menyadari bahwa tertawa dalam situasi dimarahi bisa menyinggung atau membuat kesan tidak menghormati. 

Bagi anak, tertawa adalah ekspresi alami yang spontan, bukan tanda bahwa mereka sengaja ingin mengabaikan atau menentang. 

Selain itu, pemahaman mereka tentang aturan sosial masih berkembang, jadi mereka belum sepenuhnya mengerti bahwa tertawa dalam momen serius, seperti saat teguran, bisa dianggap kurang pantas atau tidak sopan oleh orang dewasa.

3. Cara mengalihkan perhatian dan teguran

3. Cara mengalihkan perhatian teguran
Freepik

Bagi anak-anak, tertawa saat dimarahi bisa menjadi cara untuk mengalihkan perhatian atau melindungi diri dari situasi yang mereka anggap terlalu berat. 

Dengan tertawa, mereka mungkin berharap suasana yang tegang bisa berkurang atau berubah menjadi lebih ringan. 

Terkadang, mereka juga merasa lebih aman jika bisa memecah suasana tegang tersebut, walaupun tindakan ini justru bisa membuat orangtua merasa bahwa mereka tidak serius atau menghormati. 

Anak-anak memang sering mengembangkan mekanisme penghindaran ini, terutama jika mereka belum bisa sepenuhnya memahami atau mengelola emosi mereka saat menghadapi situasi konfrontasi atau ketegangan emosional yang tinggi.

Editors' Pick

4. Mengalami kesulitan mengekspresikan emosi yang benar

4. Mengalami kesulitan mengekspresikan emosi benar
Freepik/YuliiaKa

Anak-anak masih dalam proses belajar mengekspresikan emosi mereka dengan tepat, sehingga ketika menghadapi situasi menegangkan seperti dimarahi, mereka mungkin merasa bingung dan tidak tahu bagaimana harus bereaksi. 

Tertawa mungkin muncul sebagai ekspresi impulsif untuk melepaskan tekanan emosional yang mereka rasakan. 

Dalam kondisi ini, tertawa menjadi mekanisme yang lebih mudah daripada mengekspresikan emosi yang lebih kompleks, seperti rasa malu atau penyesalan. 

Anak yang mengalami kesulitan mengekspresikan perasaannya memerlukan bimbingan agar mampu memahami kapan dan bagaimana emosi mereka bisa diungkapkan secara tepat, sesuai situasi.

5. Cara menghindari konflik dengan orangtua

5. Cara menghindari konflik orangtua
Freepik

Ketika anak merasa dimarahi dan tidak nyaman, tertawa bisa menjadi cara mereka menghindari konfrontasi langsung. 

Bagi sebagian anak, tertawa adalah upaya untuk menjaga suasana tetap “aman” dan menghindari situasi yang lebih tegang. 

Mereka berharap orangtua akan bereaksi lebih tenang jika mereka tampak ceria atau tidak terpengaruh. 

Meskipun bagi orangtua reaksi ini bisa dianggap kurang menghormati, bagi anak itu adalah cara mengatasi perasaan tidak nyaman. 

Dalam menghadapi situasi ini, orangtua bisa membantu anak memahami bahwa teguran adalah momen pembelajaran dan berikan pengertian agar anak lebih memahami konsekuensi dari respons mereka.

Pentingnya Menerapkan Koneksi Sebelum Koreksi

Dalam mendidik anak, pendekatan “koneksi sebelum koreksi” menjadi kunci agar pembelajaran lebih efektif dan anak merasa dihargai. 

Ketika orangtua memperkuat ikatan emosi sebelum memberikan koreksi, anak akan lebih terbuka dan mampu menerima masukan dengan baik. 

Berikut adalah langkah-langkah penting dalam menerapkan konsep ini:

Awali dengan Empati

Awali Empati
Freepik

Memulai koreksi dengan empati adalah cara untuk menunjukkan bahwa orangtua memahami perasaan anak dan melihat situasi dari sudut pandangnya. 

Ketika anak melakukan kesalahan atau menunjukkan perilaku kurang sesuai, respons awal yang empatik akan membuatnya merasa dipahami.

Empati juga membangun kepercayaan, membuat anak lebih mudah membuka diri dan menerima arahan. 

Contohnya, jika anak marah, ajak ia bicara dengan nada tenang dan beri kesempatan untuk menyampaikan perasaannya. 

Dengan begitu, anak lebih mudah menerima koreksi karena ia merasa orangtua menghargai emosinya, bukan hanya menyoroti kesalahannya.

Pastikan Anak Merasa Aman

Pastikan Anak Merasa Aman
Freepik

Rasa aman merupakan pondasi utama dalam membangun hubungan antara orangtua dan anak. 

Sebelum memberikan koreksi, pastikan bahwa anak merasa aman secara emosional dan fisik. 

Ketika anak merasa aman, ia tidak akan merasa terancam atau takut dengan teguran, sehingga lebih mudah menerima arahan tanpa perlawanan. 

Untuk menciptakan rasa aman ini, cobalah berkomunikasi dengan lembut dan hindari nada tinggi atau bahasa tubuh yang menakutkan. 

Melalui pendekatan ini, anak akan belajar bahwa orangtua hadir sebagai pendukung dan pembimbingnya, bukan sebagai sosok yang menakutkan atau menghukumnya setiap kali melakukan kesalahan.

Koreksi Dilakukan saat Anak Tidak Sedang Kewalahan Secara Emosional

Koreksi Dilakukan saat Anak Tidak Sedang Kewalahan Secara Emosional
Freepik/our-team

Koreksi akan lebih efektif jika dilakukan saat anak berada dalam kondisi emosi yang stabil. 

Ketika anak sedang kewalahan, marah, atau merasa tertekan, ia cenderung kurang bisa mendengarkan atau menerima koreksi dengan baik. 

Dalam keadaan ini, menunggu hingga anak lebih tenang adalah langkah bijaksana. 

Ketika emosinya sudah mereda, ajak bicara dengan tenang mengenai perilaku yang perlu diperbaiki. 

Pendekatan ini menghindari respons emosional berlebihan dari anak dan memungkinkan koreksi menjadi momen pembelajaran yang lebih bermakna, karena anak tidak sedang dalam kondisi defensif atau terlalu cemas.

Nah, itu tadi alasan kenapa anak tertawa saat dimarahi dan pentingnya menerapkan koneksi sebelum koreksi agar anak dapat merespon teguran dengan baik.

Baca juga:

The Latest