Dampak Kekerasan pada Anak Bisa Membuat Stres hingga Gangguan Otak
Stress akibat kekerasan pada anak bisa mengakibatkan gangguan yang berkepanjangan, fisik dan psikis
4 Mei 2023
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Setiap bulan April diperingati sebagai National Child Abuse Prevention Month. Momentum ini sudah dilakukan sejak tahun 1983 di Amerika Serikat.
Dikutip dari Childwelfare, National Child Abuse Prevention Month mengakui pentingnya kerja sama keluarga dan masyarakat guna mencegah pelecehan dan penelantaran anak, termasuk kekerasan.
Jerren Lim, B.A., B.S. selaku Mental Health Advocate ikut menyuarakan tentang pentingnya pencegahan kekerasan pada anak di Indonesia saat peringatan National Child Abuse Prevention Month. Aspirasinya itu ia tuangkan dalam foto-foto yang diunggah melalui akun Instagram-nya.
Ia menuliskan bahwa kekerasan pada anak tidak hanya menyerang fisik saja. Bisa juga secara psikis yang mengganggu kesehatan mental si Kecil.
Pada kesempatan kali ini, Popmama.com akan memaparkan penjelasan Jerren Lim terkait dampak kekerasan pada anak berakibat stres hingga mengubah otakmereka secara permanen.
Editors' Pick
Penjelasan Mental Advocate tentang Teori Stres
Jerren Lim memberikan pandangan terkait teori stress physiology yang menjelaskan mekanisme biologis pada seseorang yang mengalami ketegangan (stres). Stres erat kaitannya dengan meningkatnya cortisol hormone pada pathway yang disebut HPA axis atau Hypothalamus Pituitary Adrenal axis.
Nah, hypothalamus (hipotalamus) merupakan kelenjar di otak yang menghasilkan hormon untuk mengontrol fungsi organ dan sel dalam tubuh. Fungsi utama hipotalamus adalah memastikan dan menjaga supaya sistem tubuh berjalan stabil.
Hipotalamus menghasilkan hormon pituitari untuk mengeluarkan adrenocorticotropic hormone (ACTH). ACTH kemudian berpindah melalui aliran darah menuju ke kelenjar adrenal pada ginjal. Imbasnya ginjal turut menghasilkan cortisol hormon secara drastis. Hormon ini kembali ke otak menuju hippocampus.
Akibatnya terjadi penurunan glucocorticoid receptor (GR) secara drastis. Hubungan antara peningkatan drastis cortisol hormone dan penurunan GR yang memengaruhi tingkat stres.
Riset Temukan GR Total yang Lebih Sedikit pada Orang yang Alami Kekerasan di Masa Kecil
Pada penelitian yang dilakukan oleh McGill University di Kanada, para ilmuwan mengumpulkan 36 hippocampus dari orang yang meninggal akibat bunuh diri (bundir). Jumlah tersebut dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
- Kategori 1: Dua belas orang bunuh diri karena sejarah kekerasan di saat anak-anak,
- Kategori 2: Dua belas orang bunuh diri tidak mengalami kekerasan di masa kecil,
- Kategori 3: Dua belas orang lainnya tidak meninggal karena bunuh diri (control).
Hasil riset tersebut menunjukkan tidak ada perbedaan GR total secara signifikan secara statistik di otak mereka antara kategori 1 dan 3.
Sedangkan, para kategori 2 (orang bunuh diri yang mempunyai pengalam kekerasan di masa kecil) justru mempunyai GR total di hippocampus yang jauh lebih sedikit. Hal ini sejalan dengan teori stress physiology.