15 Bentuk Kekerasan Seksual Menurut Komnas Perempuan
Kekerasan seksual bukan hanya pemerkosaan saja!
3 Februari 2022
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Kasus kekerasan seksual marak terjadi di Indonesia. Termasuk pada usia anak-anak.
Berdasarkan data dari Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak, ada sekitar 6.547 kasus kekerasan seksual yang menimpa anak-anak selama tahun 2021.
Dari sekian banyak kasus, pemerkosaan menjadi salah satu yang paling sering terjadi. Namun, selain pemerkosaan, sebenarnya masih banyak bentuk kekerasan seksual lainnya.
Berdasarkan hasil pemantauan Komnas Perempuan selama 15 tahun, dari tahun 1998-2013, ada 15 bentuk kekerasan seksual di Indonesia.
Sayangnya kadang kala bentuk-bentuk kekerasan seksual ini tak diabaikan oleh masyarakat Indonesia itu sendiri. Sebab, masih banyak yang belum mengetahui sejauh apa bentuk kekerasan seksual.
Untuk itu, kali ini Popmama.com akan menyajikan 15 bentuk kekerasan seksual menurut Komnas Perempuan.
Mari kita simak bersama supaya jika menemukan salah satu kejadian di bawah ini kita tak lupa untuk menghentikannya atau melapor pada pihak berwajib.
Editors' Pick
1. Bentuk kekerasan seksual golongan pertama
1. Pemerkosaan
Pemerkosaan adalah serangan paksa dalam melakukan hubungan seksual dengan mengarahkan penis ke vagina, anus, atau mulut korban. Selain menggunakan penis, bisa juga menggunakan jari-jari tangan atau benda lainnya.
Serangan dilakukan dengan kekerasan, ancaman kekerasan, penahanan, tekanan psikologis, penyalahgunaan kekuasaan, atau dengan mengambil kesempatan dari lingkungan yang penuh paksaan.
2. Pelecehan seksual
Pelecehan seksual merupakan tindakan seksual melalui sentuhan fisik maupun non-fisik dengan sasaran organ seksual atau atau seksualitas korban.
Tindakan yang termasuk pelecehan seksual yakni siulan, main mata, ucapan bernuansa seksual, mempertunjukkan materi pornografi dan keinginan seksual, colekan atau sentuhan di bagian tubuh, gerakan atau isyarat yang bersifat seksual sehingga mengakibatkan rasa tidak nyaman, tersinggung, merasa direndahkan martabatnya, dan mungkin sampai menyebabkan masalah kesehatan dan keselamatan.
3. Intimidasi seksual termasuk ancaman atau percobaan perkosaan
Intimidasi seksual merupakan tindakan penyerangan seksualitas agar korban merasa takut atau mengalami penderitaan psikis.
Intimidasi seksual bisa disampaikan secara langsung maupun tidak langsung seperti melalui surat, sms, email, dan lain-lain. Ancaman atau percobaan perkosaan juga bagian dari intimidasi seksual.
4. Penyiksaan seksual
Penyiksaan seksual adalah tindakan khusus menyerang organ dan seksualitas perempuan, yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan hebat, baik jasmani, rohani maupun seksual.
Hal ini dilakukan untuk memperoleh pengakuan atau keterangan darinya, atau dari orang ketiga, atau untuk menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah atau diduga telah dilakukan olehnya ataupun oleh orang ketiga.
Penyiksaan seksual juga bisa dilakukan untuk mengancam atau memaksanya, atau orang ketiga, berdasarkan pada diskriminasi atas alasan apapun. Termasuk bentuk ini apabila rasa sakit dan penderitaan tersebut ditimbulkan oleh hasutan, persetujuan, atau sepengetahuan pejabat publik atau aparat penegak hukum.
5. Praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan
Praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan merupakan kebiasaan masyarakat yang ditopang dengan alasan agama atau budaya, yang bernuansa seksual dan dapat menimbulkan cedera secara fisik, psikologis maupun seksual pada perempuan.
Kebiasaan ini dapat pula dilakukan untuk mengontrol seksualitas perempuan dalam perspektif yang merendahkan perempuan. Sunat perempuan adalah salah satu contohnya.
2. Bentuk Kekerasan seksual golongan kedua
6. Prostitusi paksa
Prostitusi paksa merupakan situasi di mana perempuan mengalami tipu daya, ancaman maupun kekerasan untuk menjadi pekerja seks.
Awal mula bentuk kekerasan seksual ini dengan melakukan penyekapan, penjeratan utang, atau ancaman kekerasan.
7. Perbudakan seksual
Perbudakan seksual merupakan kondisi di mana pelaku merasa menjadi "pemilik" atas tubuh korban sehingga berhak untuk melakukan apapun, termasuk memperoleh kepuasan seksual melalui pemerkosaan atau bentuk lain kekerasan seksual.
Perbudakan ini mencakup situasi di mana perempuan dewasa atau anak-anak dipaksa menikah, melayani rumah tangga atau bentuk kerja paksa lainnya, serta berhubungan seksual dengan penyekapnya.
8. Eksploitasi seksual
Eksploitasi seksual merupakan tindakan penyalahgunaan kekuasaan yang timpang atau penyalahgunaan kepercayaan, untuk tujuan kepuasan seksual, maupun untuk memperoleh keuntungan dalam bentuk uang, sosial, politik dan lainnya.
Contoh dari eksploitasi seksual yang kerap ditemui adalah tindakan mengiming-imingi perkawinan untuk memperoleh layanan seksual dari perempuan, lalu ditelantarkan.
Adapun contoh lainnya yakni menggunakan kemiskinan para perempuan untuk memasukkan mereka ke dalam prostitusi atau pornografi.
9. Perdagangan perempuan untuk tujuan seksual
Perdagangan perempuan untuk tujuan seksual merupakan tindakan merekrut, mengangkut, menampung, mengirim, memindahkan, atau menerima seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang untuk tujuan prostitusi ataupun eksploitasi seksual lainnya.
Perdagangan perempuan ini bisa terjadi di dalam negara maupun antar-negara.
10. Penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual
Penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual adalah cara menghukum yang menyebabkan penderitaan, kesakitan, ketakutan, atau rasa malu yang luar biasa yang tidak bisa tidak termasuk dalam penyiksaan.
Bentuk kekerasan seksual ini termasuk hukuman cambuk dan hukuman-hukuman yang mempermalukan atau untuk merendahkan martabat manusia, karena dituduh melanggar norma-norma kesusilaan.
3. Bentuk kekerasan seksual golongan ketiga
11. Pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi
Bentuk kekerasan seksual ini dapat dikatakan sebagai paksaan pemasangan alat kontrasepsi atau pelaksanaan sterilisasi tanpa persetujuan utuh dari perempuan karena ia tidak mendapat informasi yang lengkap ataupun dianggap tidak cakap hukum untuk dapat memberikan persetujuan.
Pemaksaan kontrasepsi atau sterilisasi ini biasa terjadi pada perempuan yang mengalami HIV/AIDS dengan alasan mencegah kelahiran anak dengan HIV/AIDS.
Selain itu, pemaksaan ini juga dialami perempuan penyandang disabilitas, utamanya tunagrahita, yang dianggap tidak mampu membuat keputusan bagi dirinya sendiri, rentan perkosaan, dan karenanya mengurangi beban keluarga untuk mengurus kehamilannya.
12. Pemaksaan kehamilan
Pemaksaan kehamilan merupakan tindakan memaksa perempuan untuk melanjutkan kehamilan yang tidak ia kehendaki. Pemaksaan ini bisa dengan kekerasan maupun ancaman kekerasan.
Contoh pemaksaan kehamilan yakni ketika perempuan korban perkosaan yang tidak diberikan pilihan lain kecuali melanjutkan kehamilannya. Juga, ketika suami menghalangi istrinya untuk menggunakan kontrasepsi sehingga perempuan itu tidak dapat mengatur jarak kehamilannya.
Pemaksaan kehamilan ini berbeda dimensi dengan kehamilan paksa dalam konteks kejahatan terhadap kemanusiaan dalam Statuta Roma, yaitu situasi pembatasan secara melawan hukum terhadap seorang perempuan untuk hamil secara paksa dengan maksud untuk membuat komposisi etnis dari suatu populasi atau untuk melakukan pelanggaran hukum internasional lainnya.
13. Pemaksaan aborsi
Pemaksaan aborsi merupakan tindakan pengguguran kandungan yang dilakukan karena adanya tekanan, ancaman, maupun paksaan dari pihak lain.
14. Pemaksaan perkawinan
Pemaksaan perkawinan dimasukkan sebagai jenis kekerasan seksual karena di dalamnya ada pemaksaan hubungan seksual.
15. Kontrol seksual, termasuk lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama
Kontrol seksual merupakan tindakan yang mengatur cara pikir di dalam masyarakat yang menempatkan perempuan sebagai simbol moralitas komunitas, membedakan antara “perempuan baik-baik” dan perempuan “nakal”, serta menghakimi perempuan sebagai pemicu kekerasan seksual menjadi landasan upaya mengontrol seksual (dan seksualitas) perempuan.
Kontrol seksual mencakup berbagai tindak kekerasan maupun ancaman kekerasan secara langsung maupun tidak langsung, untuk mengancam atau memaksakan perempuan untuk menginternalisasi simbol-simbol tertentu yang dianggap pantas bagi “perempuan baik-baik’.
Contoh kontrol seksual yang sering terjadi yakni terkait aturan yang memuat kewajiban busana, jam malam, larangan berada di tempat tertentu pada jam tertentu, larangan berada di satu tempat bersama lawan jenis tanpa ikatan kerabat atau perkawinan, serta aturan tentang pornografi yang melandaskan diri lebih pada persoalan moralitas daripada kekerasan seksual.
Jika Mama dan si Anak melihat tindakan kekerasan seksual seperti penjelasan di atas, jangan ragu untuk langsung menghubungi Komnas Perempuan di nomor 021-3903963 atau mengisi formulir pengaduan di bit.ly/PengaduanKomnasPerempuan.
Jangan takut dan ragu untuk melaporkan tindakan kekerasan seksual, ya!
Baca juga:
- Mengenal Revenge Porn, Kekerasan Seksual Berbasis Internet
- Nasib Anak-Anak yang Menjadi Korban Kekerasan Seksual
- Cara Mengatasi Trauma Setelah Mengalami Kekerasan Seksual