7 Contoh Gaslighting pada Anak yang Orangtua Tidak Sadari
Hati-hati, gaslighting menjadi salah satu faktor anak tumbuh tidak percaya diri lho
31 Mei 2021
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Mama tahu istilah gaslighting? Gaslighting adalah bentuk pelecehan emosi berupa perlakuan memanipulasi dalam sebuah hubungan oleh seseorang untuk terlihat berkuasa dan bisa mengontrol orang lain.
Perlakuan ini akan membuat korbannya merasa ragu dan tidak yakin dengan penilaian ataupun dirinya sendiri, Ma.
Gaslighting bisa terjadi dalam hubungan apa saja lho Ma, baik hubungan profesional maupun hubungan pribadi. Hubungan orangtua dan anak juga bisa ada gaslighting.
Mama pernah mendengar orangtua berkata, “Nggak apa-apa,” saat anaknya jatuh agar tidak menangis?
Kelihatannya biasa saja dan tidak mengintimidasi, ya? Tapi sebenarnya itu termasuk bentuk gaslighting halus, lho.
Kok bisa begitu? Di bawah ini, Popmama.com jelaskan mengenai bentuk-bentuk gaslighting orangtua kepada anak dilansir dari Verywell Mind ya, Ma.
1. Membicarakan kekurangan tubuh atau fisik anak saat di depan orang lain
Yang namanya membicarakan kekurangan fisik anak saja sudah terdengar tidak benar ya, Ma? Ditambah lagi dengan melakukannya di depan orang lain.
Tapi hal ini menjadi salah satu yang kadang dilakukan orangtua tanpa sadar lho, Ma.
Bisa jadi orangtua melakukan hal itu untuk bercanda saja atau menegur anak agar memperbaiki diri. Namun, apa yang dirasakan anak? Tentu saja malu, Ma. Harga dirinya terluka.
Memang rasa malu bisa menjadi pecutan agar anak berubah, tapi mempermalukan bukanlah cara yang baik untuk memotivasinya.
Misalnya di depan orang lain, ada orangtua mengatakan kepada anaknya, “Ah, kamu susah makan sayur gini ya pantes aja kurus kering.”
Apa efeknya? Mungkin memang benar si anak akan berusaha makan sayur yang tidak disukainya. Tapi ia juga akan mulai kehilangan kepercayaan diri dan merasa seleranya tidak dihargai.
Lalu, bisa saja si anak jadi terbiasa menuruti kata-kata orang dan tidak menghiraukan keinginannya sendiri karena ia menilai keinginannya tidak penting, Ma.
2. Orangtua tidak menepati janji dan tidak terima ketika anak protes
Rasanya kesal ya Ma, kalau orang lain punya janji dengan kita, tapi tidak ditepati.
Apa pun alasannya, seharusnya janji tetap harus ditepati. Kalau dirasa akan sulit menepati janji, lebih baik tidak memberi janji sejak awal. Setuju, Ma?
Kalau janji dilanggar, sudah wajar kalau kita kesal. Anak juga sama lho Ma, akan merasa kesal kalau ada janji yang tidak ditepati dan itu adalah hal yang wajar.
Tapi kadang orangtua tidak terima ketika anak protes.
“Duh, Mama dan Papa kan sibuk. Ngertiin dong, Nak.” Kata-kata seperti ini kadang diucapkan agar anak tidak marah lagi.
Tapi bagaimana ya Ma, rasanya jadi anak yang janjinya dilanggar dan masih disuruh untuk mengerti?
Perlakuan seperti ini sama saja dengan tidak mengizinkan anak untuk merasa marah, lho. Akibatnya, ia akan menekan perasaan marahnya.
Bisa juga anak justru merasa dirinyalah yang bersalah karena tidak mengerti keadaan orangtua. Padahal mau bagaimanapun, si pelanggar janjilah yang salah.
Editors' Pick
3. Mengabaikan dan membuat perasaan anak menjadi tidak valid
Mengambil contoh di atas, dengan orangtua mengatakan “Nggak apa-apa” ketika anak jatuh agar tidak menangis, itu sama saja dengan tindakan mengabaikan perasaan anak lho, Ma.
Wajar kalau anak merasa sakit dan menangis ketika jatuh dan terluka. Mengatakan, “Nggak apa-apa,” akan menahan anak untuk mengekspresikan yang ia rasakan.
Pada akhirnya, ini akan memengaruhi perkembangan mental anak, Ma.
Menyembunyikan atau mengubur perasaan akan menjadi respons otomatisnya ketika dewasa. Anak juga akan menjadi sulit mengekspresikan emosinya.
Bisa bahaya lho kalau anak terbiasa menutupi masalah atau perasaannya yang serius seperti rasa sedih dan cemas, Ma.
4. Menyalahkan anak atas masalah orangtua
Tentu ada kalanya Mama merasa stres karena sedang mengalami banyak masalah. Namun, hati-hati dengan perkataan Mama, ya.
Jangan sampai Mama menyalahkan anak dengan berkata, “Kamu nambah-nambahin pikiran Mama aja!” atau “Bisa diam nggak? Kamu bikin Mama tambah pusing.”
Perkataan seperti ini bisa membuat ia merasa jadi anak yang buruk dan beban orangtua.
Lagipula, sudah seharusnya orangtua bertanggung jawab atas perasaan dan masalahnya sendiri serta tidak menyalahkan orang lain, termasuk kepada anak.
5. Membanding-bandingkan anak
“Tuh, kayak si A dong. Penurut, baik, pinter.”
Apa Mama masih sering mendengar perkataan seperti ini keluar dari mulut orangtua kepada anaknya?
Mungkin maksudnya baik, yaitu untuk memotivasi anak. Tapi sebenarnya tidak ada seorang pun yang suka dibanding-bandingkan, kan? Mama dan Papa juga pasti tidak suka diperlakukan demikian.
Selain itu, tindakan membandingkan seperti ini juga bisa berakibat buruk bagi pertumbuhan mental anak, Ma.
Anak bisa kehilangan kepercayaan diri, insecure, dan merasa tidak dicintai. Ini akan terbawa terus hingga ia dewasa, lho.
6. Meragukan pikiran dan imajinasi anak
Anak sering kali dianggap sangat imajinatif karena memiliki pikiran unik dan subjektif. Sebab, ia melihat sesuatu dengan cara yang berbeda.
Tapi, Mama tahu tidak, kalau mengatakan pada anak bahwa ia terlalu imajinatif bisa jadi salah satu bentuk gaslighting? Kok bisa?
Dengan dikatakan terlalu imajinatif, anak bisa berpikir bahwa ia tidak tahu apa yang nyata dan yang tidak, Ma.
Misalnya saja saat anak bermain mewarnai gambar dan mengambil warna merah untuk mewarnai daun. Tak sedikit orangtua yang akan menegur dengan berkata, “Lho kok daunnya merah? Kan daun warna hijau.”
Padahal bisa saja ia memilih warna merah karena mengimajinasikan pohon yang kebakaran.
Cobalah untuk bertanya dan mendengarkan apa yang anak pikirkan Ma, alih-alih meragukannya.
7. Prinsip orangtua selalu benar
Tak sedikit orangtua yang berpikir bahwa mereka lebih tahu segalanya dan lebih bijaksana karena sudah lebih lama merasakan pahit-manis kehidupan.
Karena merasa demikian, mereka mengabaikan ide-ide atau pendapat lain dari anak.
Ketahuilah Ma, tindakan orangtua yang seperti ini bisa membuat anak merasa tidak diakui.
Selain itu, anak juga bisa tumbuh menjadi pribadi yang sulit menyampaikan pendapat karena merasa pendapatnya selalu salah dan tidak penting.
Itulah 7 contoh bentuk gaslighting kepada anak yang orangtua tidak sadari. Tak dapat dipungkiri, menjadi orangtua memang bukanlah hal mudah.
Terkadang kita merasa sudah melakukan yang terbaik untuk anak dan demi kebaikan anak. Tapi ternyata bisa jadi yang kita lakukan justru berdampak buruk bagi anak.
Tidak apa-apa, Ma. Masih ada waktu untuk memperbaikinya, kok. Asalkan Mama mau terus belajar dan mengoreksi kesalahan, anak pasti akan tumbuh dengan baik.
Baca juga:
- Selain Body Shaming, Cherly Juno Juga Alami Mom Shaming dari Keluarga
- Hati-Hati Ma, Tindakan Orangtua Ini Bisa Sebabkan Bipolar pada Anak
- 5 Hal Buruk yang Mungkin Terjadi Akibat Orangtua Kurang Ilmu Parenting