Kadang, anak sulit dikendalikan. Kita pun sebagai orangtua kadang sulit menekan emosi agar tidak meluap saat melihat anak seperti itu.
Itu merupakan hal yang wajar karena orangtua juga manusia yang memiliki batas kesabaran. Namun, anak bisa saja terluka dan jadi trauma akibat reaksi orangtua yang kasar, termasuk memarahi dan memukul.
Anak yang mengalami kekerasan baik secara fisik maupun secara verbal bisa mengalami trauma, lho. Mungkin Mama mengerti bagaimana “memukul” bisa menciptakan trauma pada anak. Namun, bagaimana dengan “membentak”?
Ternyata volume, nada bicara, dan ekspresi sinis orangtua ketika memarahi anak bisa terasa sangat menakutkan baginya, Ma. Ia bisa merasa dibenci.
Apalagi jika orangtua mengeluarkan kata-kata kasar atau merendahkannya. Ini akan sangat melukai anak. Belum lagi jika anak sering mengalaminya. Ini bisa tumbuh menjadi trauma baginya.
Jika traumanya terus dibiarkan, ini akan memengaruhi kehidupannya ketika ia dewasa. Ia bisa mengalami depresi, gangguan kecemasan, atau gangguan lainnya. Bahkan ia bisa menutup diri dari orang lain.
Walaupun tujuan orangtua memarahi anak adalah untuk mendidik, membentak atau memukulnya bukanlah cara mendidik yang baik.
Orangtua tetap bisa bersikap lembut untuk mendidik anak tentang benar dan salah. Setuju, Ma?
Lalu, apa yang bisa Mama lakukan jika sudah telanjur memarahi atau memukul anak karena tidak bisa menahan emosi melihat perilakunya?
Yuk, simak 7 tips menghadapi trauma pada anak akibat dimarahi dan dipukul yang telah Popmama.com rangkum di bawah ini, Ma.
1. Meminta maaf
Freepik/nakaridore
Sebagai orang dewasa, kita tentu tahu bahwa membentak atau memukul bisa menyakiti orang lain dan kita perlu meminta maaf untuk itu. Jadi, jika kita membentak atau memukul anak apa pun alasannya, bukankah anak berhak mendengar permintaan maaf dari kita akibat luka yang kita berikan, Ma?
Mama bisa menjelaskan alasan Mama marah sehingga membentak atau memukulnya. Tapi sebelum itu, Mama perlu meminta maaf padanya terlebih dahulu.
2. Dengarkan luapan perasaan anak
Freepik/karlyukav
Entah diperlihatkan atau tidak, anak pasti mengalami perasaan tertentu ketika mendapat bentakan atau pukulan dari orangtua. Beri waktu pada dirinya dan Mama untuk menenangkan diri terlebih dahulu.
Setelah emosi Mama dan anak mulai stabil kembali, cobalah ajak ia berbicara pelan-pelan, Ma. Tanyai dan dengarkan apa yang ia rasakan tentang kejadian itu. Terima apa pun emosi yang dirasakan anak.
Hati-hati, jangan sampai Mama menyangkal atau bersikap defensif saat anak sedang menceritakan apa yang ia rasakan, ya. Anak bisa merasa perasaannya tidak valid jika begitu.
Jika Mama mendengarkannya dengan baik, anak dapat merasa ada yang memahami luapan perasaannya, Ma. Perasaannya bisa membaik setelah itu. Begitu juga dengan hubungan Mama dengannya.
Editors' Pick
3. Beri anak waktu menenangkan diri saat bersosialisasi
Freepik/karlyukav
Mengalami kekerasan seringkali membuat anak merasa kurang percaya diri Ma, baik itu kekerasan fisik maupun verbal yang tidak terlihat lukanya.
Lalu, ketidakpercayaan dirinya dapat memengaruhi kehidupan sosialnya. Anak bisa jadi takut untuk berinteraksi dengan orang lain atau bahkan mengurung diri dari dunia sosial.
Kalau anak mengalami hal seperti ini, jangan dibiarkan saja, walaupun kita memahami alasan di balik sikapnya itu ya, Ma. Kehidupan sosial anak penting untuk dibangun.
Sebisa mungkin, kita tetap perlu membiasakannya bersosialisasi dengan orang lain, Ma. Tentu saja tetap dengan menghargai perasaannya. Ketika anak mulai merasa takut saat berinteraksi dengan orang lain, Mama bisa berikan ia waktu untuk menenangkan diri.
Tidak perlu panik, apalagi terburu-buru. Lakukan perlahan-lahan saja, Ma. Jika Mama tenang, anak akan merasa nyaman berada di sekitar Mama.
4. Pastikan anak merasa nyaman ketika berinteraksi dengan orang lain
Freepik/jcomp
Anak-anak yang mengalami trauma akibat kekerasan fisik maupun verbal, dapat menunjukkan reaksi pascatrauma yang berbeda-beda lho, Ma. Coba perhatikan reaksi atau perilakunya, terutama ketika ia merespons sesuatu.
Misalnya, reaksinya ketika didekati temannya, bagaimana ia melakukan rutinitasnya, atau bahkan bagaimana ia ketika tidur.
Dengan memperhatikan reaksinya, Mama bisa tahu apa yang bisa Mama lakukan untuk membuatnya tetap merasa nyaman. Anak dapat melakukan segala sesuatu dengan lebih baik jika dirinya merasa nyaman, dicintai, dan dihargai.
5. Berbagi cerita dengan anak
Freepik/gpointstudio
Untuk mengembalikan kepercayaan diri anak yang mengalami kekerasan, interaksi Mama dengan anak perlu terus dibangun. Mama bisa memulainya dengan berbagi cerita.
Mulailah dengan cerita tentang pengalaman menyenangkan Mama yang mudah dipahami anak, Ma. Dengan cerita-cerita yang seperti itu, anak dapat lebih nyaman untuk kembali mengenal orang lain dan berinteraksi.
6. Jangan membenarkan perilaku buruk anak
Freepik/cookie_studio
Kadang, setelah orang tua menyadari bahwa dirinya telah melukai anak lewat bentakan atau pukulan, mereka jadi memperlakukan anak dengan spesial karena merasa bersalah.
Rasa bersalah wajar saja muncul di saat-saat seperti itu. Namun, jangan sampai rasa bersalah Mama membuat Mama segan mengingatkan anak, ya.
Jika anak berbuat salah, Mama tetap perlu memberi tahunya bahwa apa yang ia lakukan itu salah. Jika anak kecewa karena tidak bisa mendapatkan yang ia inginkan, Mama tetap perlu memberinya pengertian agar ia dapat memahami situasi.
Jangan membenarkan perilaku buruknya atau menurutinya karena Mama merasa bersalah, ya. Tindakan seperti ini tidak akan baik untuk perkembangannya.
7. Tetap didik anak seperti yang seharusnya
Freepik/gpointstudio
Melihat anak sempat mengalami trauma memang sangat memprihatinkan. Namun, jangan perlakukan anak dengan berbeda karena hal itu ya, Ma. Bagaimanapun, anak tetap butuh arahan tentang berbagai macam hal dari orangtuanya.
Misalnya, bagaimana bersikap baik terhadap temannya, apa yang harus dilakukan terhadap mainannya setelah ia selesai bermain, apa pentingnya mengucapkan 3 kata ajaib (maaf, tolong, terima kasih), dan bagaimana cara mengakui kesalahan.
Jangan sampai Mama bersikap longgar karena anak pernah mengalami trauma, ya. Sebagai orangtua, tugas Mama untuk mendidik anak akan terus berjalan. Setuju, Ma? Jadi, tetaplah didik anak seperti yang seharusnya ia dapatkan. Hanya saja, dengan cara yang lebih dapat diterima anak.
Itulah 7 tips menghadapi trauma pada anak akibat dimarahi dan dipukul, Ma. Tak dapat dipungkiri, sulit bagi orangtua untuk selalu menahan emosi ketika melihat anak berperilaku tidak baik.
Oleh karena itu, ketika kita sebagai orangtua kelepasan marah atau memukul anak, ada baiknya kita segera perbaiki hal itu agar luka yang kita berikan tidak berkelanjutan sampai ia dewasa. Selamat mencoba, Ma!