9 Cara Mendukung Kesehatan Mental Anak Selama Masa Pandemi
Berkurangnya aktivitas dapat membuat anak cemas tentang kondisi di luar rumah
18 Maret 2021
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Sejak pandemi Covid-19 ini hampir setiap anak dan remaja mengurangi aktivitasnya di luar rumah, dan melakukan berbagai kegiatan dari rumah saja. Tak jarang situasi ini bisa membuat anak cemas tentang kondisi di luar sana.
Pemberitaan bencana, kehilangan, dan pemberontakan yang disiarkan di televisi atau media sosial membuat anak semakin cemas dan membutuhkan orangtua lebih dari sebelumnya.
Walaupun anak seringkali merasa tangguh dan pintar dalam mengatur emosinya, Mama tetap perlu menjaga kesehatan mental anak dengan serius, tentunya untuk menghindari masalah yang menyerang mentalnya jangka panjang.
Kali ini Popmama.com akan memberikan beberapa cara yang dapat Mama lakukan untuk mendukung kesehatan mental anak selama pandemi.
1. Biarkan anak ketika merasa sedih dan berduka
Sebagai orangtua, wajar jika Mama ingin melindungi anak dari rasa sakit. Namun, menyangkal atau mencoba mengalihkan anak dari rasa kesedihan sebenarnya sangat merugikan.
Menurut Direktur Kesehatan Perilaku AltaMed, Sandra Pisano, PsyD, hal ini dapat membuat anak menjadi kurang tangguh, yang berarti lebih sulit untuk bangkit kembali dari kesedihan dan kekecewaan di masa depan.
Untuk membantu anak mengembangkan ketahanan ini, bantu anak untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang kreatif dan menyenangkan.
“Kreativitas dan permainan merangsang bagian kesenangan dan menenangkan otak, yang pada gilirannya mencegah atau mengurangi reaksi sedih dan ketakutan,” kata Dr. Pisano.
Mama dapat mengajak anak menggambar atau menulis cerita tentang apa yang ia rasakan. Ini akan merangsang kreativitas anak sekaligus memungkinkan anak dalam memproses pikirannya dengan jujur.
2. Berkomunikasi dengan jujur tapi optimis
Umumnya naluri pertama Mama adalah melindungi anak dari kenyataan pahit yang terjadi saat ini, namun ini bisa menjadi bumerang.
Sampai taraf tertentu, anak akan tahu apa yang sedang terjadi dan jika anak tidak mendapatkan gambaran lengkapnya, ia mungkin membayangkan bahwa segala sesuatunya jauh lebih buruk daripada yang sebenarnya.
Berkomunikasi secara jujur dengan intensitas yang sering, termasuk ajak anak diskusi tentang dampak peristiwa baru-baru ini, terutama jika ada keluarga atau teman yang terpengaruh secara langsung. Bersikaplah terus terang dan sertakan juga alasan untuk optimis.
Misalnya, tunjukkan bagaimana individu dan komunitas di seluruh negeri telah berkumpul untuk menawarkan dukungan satu sama lain selama masa-masa pandemi ini.
3. Perkenalkan anak pada mindfulness
Mungkin Mama pernah mendengar tentang mindfulness baik di pekerjaan atau dari influencer media sosial. Ini adalah praktik di mana melakukan satu hal pada satu waktu, dan berfokus pada kehidupan di setiap momen.
Mindfulness atau kesadaran dapat membantu anak dalam mengatasi kecemasan dan emosi negatif, tetapi juga memiliki banyak manfaat positif lainnya, seperti membantu membuat keputusan yang lebih baik dan meningkatkan harga diri.
Dan, jika anak mempelajari kesadaran sejak usia dini, ia dapat menggunakannya selama hidupnya. Namun, jika anak baru mengenal konsep tersebut, ada latihan sederhana yang bisa Mama dan anak latih bersama.
Ketika Mama atau anak berada dalam situasi stres atau tidak nyaman, lakukan STOP, yang merupakan:
S (Stop): Berhenti. Apa pun yang Mama dan anak sedang lakukan, ambillah waktu istirahat.
T (Take a Breath): Tarik napas. Saat bernapas, singkirkan semuanya yang ada di pikiran, kecuali perasaan saat menarik udara masuk ke dalam tubuh.
O (Observe): Amati. Perhatikan apa yang terjadi, serta perhatikan pikiran dan perasaan Mama dan anak.
P (Proceed): Lanjutkan. Apa pun yang Mama dan anak lakukan selanjutnya, pikirkan tentang apa yang sedang dialami saat ini.
Beberapa orang yang mempraktikkan mindfulness ini juga memadukannya dengan meditasi, tetapi mungkin Mama tidak perlu melakukannya, begitu pula anak. Cara terbaik untuk mengajari anak mindfulness adalah dengan mempraktikkannya sendiri, dan kemudian bersama-sama.
Editors' Pick
4. Batasi asupan berita pada anak
Akibat paparan televisi dan media sosial, dan selalu berada di rumah, hampir setiap orang melihat lebih banyak berita dari sebelumnya, dan banyak berita yang mungkin buruk bagi kesehatan mental anak bahkan untuk orang dewasa.
Cara mudah untuk membatasi asupan berita adalah dengan membatasi penggunaan perangkat dan waktu layar. Buatlah peraturan tentang membuat zona atau waktu bebas perangkat, misalnya, tidak ada perangkat di meja makan atau satu jam sebelum waktu tidur.
Mama juga dapat menyediakan waktu bagi anggota keluarga untuk menonton atau membaca berita sambil membicarakannya. Cobalah untuk berbicara tentang berita dengan jujur, sambil menekankan aspek positif apapun.
Kemudian diskusikan apa yang dapat Mama dan Papa lakukan untuk menjaga keluarga tetap aman, sehat, serta terhubung dengan keluarga atau teman-teman yang dicintai selama ini.
5. Jadikan rumah sebagai lingkungan yang sehat
Salah satu cara terbaik untuk mendukung kesehatan mental anak adalah dengan terus memelihara lingkungan rumah stabil dan sehat. Pastikan Mama menciptakan struktur dan rutinitas dalam kehidupan sehari-hari.
Bahkan jika Mama ingin memanjakan anak atau memenuhi permintaan anak untuk makanan cepat saji, tetaplah memasak makanan yang sehat dan seimbang. Nutrisi yang baik dapat membuat perbedaan besar dalam suasana hati anak, serta suasana hati Mama sendiri.
Selain itu, anak membutuhkan lebih banyak tidur daripada orang dewasa, anak membutuhkan waktu tidur 10-11 jam perhari, sedangkan remaja membutuhkan 8-9 jam perharinya, jadi bantu anak untuk tidur nyenyak.
6. Ajari anak "bahasa dari perasaan"
Salah satu hal terpenting yang dapat Mama ajarkan kepada anak adalah mengenali apa yang ia rasakan dan mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata.
Maka dari itu, bantu anak tumbuh dengan mengajarkan banyak bahasa untuk emosi yang berbeda, dan gunakan contoh ketika perasaan itu muncul dalam dirinya sendiri dan orang lain. Salah satu alasan anak terjebak dan tidak ingin membicarakan perasaan, bahkan jika Mama memintanya, adalah karena ia takut perasaannya di-cap sebagai "buruk" atau "masalah".
Banyak anak menutup diri ketika kesal karena ia mungkin mengira semua perasaan, kecuali yang bahagia itu negatif dan memalukan. Ketika Mama mengajari anak berbagai bahasa perasaan yang berbeda, ini membuat perasaan yang “buruk” tersebut menjadi normal dan sehat.
Hasilnya anak mengalami perkembangan kecerdasan emosional dan keterampilan sosial. Ia juga bisa menghadapi apa yang ia rasakan, dan memiliki persahabatan yang lebih kuat juga. Selain itu, cara ini membantu anak memiliki harga diri yang lebih baik.
Bahkan amarah bisa membantu ketika anak belajar bagaimana mengatasinya. Emosi kemarahan membawa kesadaran bahwa ada sesuatu yang menyakitkan. Ketika menyadari bahwa ia terluka, keterampilan memecahkan masalah anak dapat meningkat.
7. Belajar untuk menempatkan diri Mama pada posisi anak
Berhenti sejenak dan dengarkan baik-baik anak sebelum memberikan nasihat atau memarahi anak. Ini membantu anak untuk mempercayai Mama dan lebih terbuka pada nasihat yang diberikan.
Ketika anak kesal, berhati-hatilah untuk memahami sudut pandangnya dan validasikan bahwa anak memang sedang merasa seperti itu, terlepas dari apakah Mama setuju atau tidak. Anak dapat lebih menerima pandangan yang berbeda tentang sebuah situasi setelah emosinya diterima dan dipahami.
Mendengarkan sudut pandang anak dapat mengurangi reaksi defensifnya. Bukan berarti tidak ada konsekuensi jika anak melanggar aturan, tetapi berarti anak dapat mengungkapkan apa yang terjadi, serta mengembangkan proses berpikirnya
8. Kenali tanda-tanda bahwa ada sesuatu yang tidak benar dari anak
Mama mungkin tahu bahwa anak bisa menjadi moody. Namun, penting untuk perhatikan tanda-tanda pada diri anak yang mungkin menunjukkan ada masalah lebih besar. Berikut beberapa tanda-tanda yang harus diwaspadai:
- Perubahan nyata dalam kepribadian dan temperamen
- Kelelahan atau mengaku lelah sepanjang waktu
- Marah atau bertingkah, anak sering menutupi depresinya dengan perilaku agresif
- Menarik diri secara sosial
- Kesulitan berpikir atau berkonsentrasi
- Mengekspresikan perasaan tidak berharga atau putus asa
- Bicara tentang menyakiti diri sendiri atau bunuh diri
9. Berikan bantuan untuk anak ketika ia membutuhkannya
Depresi, kecemasan, dan masalah kesehatan mental lainnya memang nyata, dan dapat menimbulkan konsekuensi serius bagi anak jika tidak ditangani dengan segera. Jika Mama yakin ada yang tidak beres dengan anak, atau menunjukkan tanda-tanda di atas sebaiknya bicarakan dengan dokter anak.
Dokter anak mungkin dapat memberi panduan tambahan atau merujuk anak agar diperiksa ke spesialis Kesehatan Perilaku.
Nah itulah beberapa cara untuk menjaga kesehatan mental anak dengan cara-cara yang sederhana. Pandemi dan segala permasalahan kecil atau besar yang terjadi, baik di keluarga atau di dunia saat ini dapat memengaruhi mental anak. Sehingga penting bagi Mama untuk mendukung anak agar tetap sehat secara mental dan fisiknya.
Baca juga:
- Tips Mencegah Obesitas pada Anak saat Pandemi Covid-19
- Penyebab Anak Usia 8 Tahun Sulit Tidur di Masa Pandemi
- 5 Cara Membimbing Anak Belajar di Rumah Saat Pandemi Covid-19