9 Cara Menghentikan Anak yang Memiliki Perilaku Agresif
Ketika melihat anak suka menggigit atau memukul orang lain, lakukan hal ini ya!
23 Mei 2021
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Sebagai orangtua, tentu Mama seringkali menghadapi anak yang agresif terhadap anak lain. Ini bisa memalukan sekaligus menakutkan, ketika anak menggigit, memukul, mencakar atau menendang untuk mendapatkan apa yang dia inginkan.
Tidak jarang anak-anak terlibat dalam jenis perilaku ini di dalam berbagai titik perkembangan mereka dan dalam berbagai situasi.
Namun, jika hal ini menjadi sangat sering atau tampaknya menjadi cara anak dalam bereaksi secara konsisten terhadap sesuatu yang tidak disukai, inilah saatnya bagi Mama untuk turun tangan dan membantu mereka mengubah perilaku anak.
Berikut Popmama.com telah merangkum beberapa cara membatasi perilaku agresif pada anak yang perlu Mama ketahui. Simak caranya di bawah ini!
1. Memahami alasan yang mendasari anak menjadi agresif
Langkah pertama adalah memahami alasan yang mendasari mengapa anak memilih untuk bertingkah laku seperti itu. Semakin Mama memahami apa yang terjadi, semakin baik dalam membantunya menemukan cara lain yang tidak agresif untuk menyelesaikan masalah.
Untuk anak-anak yang lebih besar, seperti antara usia 3 dan 6 tahun, perilaku seperti itu mungkin disebabkan oleh tidak pernah mempelajari cara-cara komunikasi yang tepat dan pantas, ketika anak dihadapkan pada situasi yang sulit.
Penyebab perilaku agresif mungkin disebabkan oleh salah satu atau semua hal berikut:
- Pertahanan diri
- Ditempatkan dalam situasi stres
- Kurangnya rutinitas
- Frustrasi atau kemarahan yang ekstrim
- Perkembangan wicara yang tidak memadai
- Stimulasi berlebihan
- Kelelahan
- Kurangnya pengawasan orang dewasa
- Mencerminkan perilaku agresif anak lain di sekitar mereka
2. Mempelajari faktor-faktor apa yang memicu perilaku buruk
Mama juga dapat memerhatikan anak, apakah ia menandakan isyarat melihat telah mengalami situasi yang buruk sehingga menimbulkan perilaku agresif.
Mempelajari sebanyak mungkin tentang faktor-faktor yang memicu perilaku buruk adalah cara tepat untuk mengatasinya ketika hal itu terjadi di lain waktu. Beberapa pertanyaan yang harus Mama perhatikan adalah:
- Siapa yang dipukul, digigit, atau ditendang oleh anak? Apakah ia melakukannya pada Mama saja atau satu teman secara khusus? Atau apakah ia cenderung agresif dengan siapa pun yang bersamanya? Jika terdapat salah satu orangnya, coba cari tahu apakah ada alasan mengapa anak menyerang orang tersebut, apakah seperti terlibat dalam permainan yang terlalu agresif, temperamen yang buruk, atau kurangnya aturan yang jelas sebelum permainan dimulai.
- Selain itu, apa yang tampaknya menyebabkan anak bertingkah agresif? Apakah itu dipicu oleh frustrasi, amarah, atau kegembiraan? Perhatikan apakah ada pola. Apakah anak bertindak seperti ini saat ada mainan, dan ia frustrasi untuk berbagi? Atau apakah ia menjadi agresif ketika ada terlalu banyak hal yang terjadi dan terlalu terstimulasi? Jika Mama mengamati situasi dengan cermat, kemungkinan besar akan melihat polanya.
- Terakhir, bagaimana agresivitasnya diekspresikan? Apakah melalui kata-kata marah atau melalui perilaku marah? Apakah anak menjadi agresif secara verbal terlebih dahulu dan kemudian secara fisik agresif, atau apakah respons pertamanya adalah menyerang dan menyerang?
Dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, Mama dapat memprosesnya sehingga berhasil membatasi perilaku agresif anak di masa depan.
3. Segera turun tangan dan hentikan
Melihat pertama kali tindakan anak menjadi agresif, segeralah turun tangan dan singkirkan ia dari situasi tersebut. Berhati-hatilah untuk tidak memberikan terlalu banyak perhatian kepada anak, agar tidak memberikan penguatan negatif apapun atas perilaku buruknya.
Anak tidak dapat mendengar penjelasan panjang tentang mengapa perilakunya menyinggung. Pernyataan sederhana namun tegas seperti, "Kami tidak menggigit orang lain" sudah cukup untuk mengalihkan perhatian ke korban.
Contoh terlalu banyak perhatian lainnya termasuk meneriaki anak saat memperhatikan korban, memaksa anak untuk segera meminta maaf atau terus berbicara dengan orangtua lain di sekitar tentang betapa malu atau marahnya Mama.
Namun, berusahalah untuk menghibur korban dan mengabaikan penyerang. Jika anak tidak bisa tenang, singkirkan ia dari situasi tersebut tanpa membuat Mama jadi marah. Saat anak tenang dan siap berbicara, Mama bisa mendiskusikan apa yang terjadi.
Jika tidak mungkin memisahkan anak dari area tersebut, Mama perlu mengajak anak pergi dari korban. Ini mengirimkan pesan bahwa Mama akan menemaninya ketika anak bisa tenang. Dengan melakukan ini, akan mengajari anak bahwa adalah tanggung jawabnya untuk belajar menenangkan dirinya dan bertindak dengan tepat.
4. Jangan cepat emosi, turunkan suara
Mama perlu menunjukkan pengendalian diri dan menggunakan kata-kata lembut jika ingin anak melakukan hal yang sama. Menanggapi dengan teriakan atau kemarahan itu mudah, tetapi, anak sedang mencari petunjuk tentang mengendalikan emosinya dan berperilaku baik.
Meskipun bagi Mama mungkin kejadian ini sangat memalukan, perlu diingat bahwa perilaku negatif ini kemungkinan besar terjadi karena ia masih menjalani kehidupan dalam lingkaran sosialnya. Hal ini bisa sangat sulit bagi beberapa anak, jadi cobalah untuk tidak bereaksi berlebihan.
Salah satu teknik yang dapat berhasil adalah dengan mengubah nada dan volume suara. Mama dapat membantu anak tetap tenang dengan tetap merendahkan suara saat memerhatikan anak dan juga korban.
Jika anak tidak bisa menenangkan diri, sebelum membantu korban Mama bisa lihat anak dan katakan dengan pelan: “Aku ingin kamu tenang sekarang. Mama akan membantu temanmu dan ketika Mama selesai, Mama ingin kamu selesai berteriak. "
Untuk beberapa anak ini akan berhasil, dan ketika anak mulai tenang dan tenang, jangan ragu untuk memujinya dengan mengatakan: “Terima kasih telah menenangkan diri. Ingat, kami tidak menggigit orang lain. Menggigit Itu menyakiti temanmu dan dia sedih "
Ulangi kalimat “Kami tidak menggigit” dan beri tahu anak bahwa jika itu terjadi lagi, konsekuensinya adalah Mama tak akan membantunya lagi.
Jika ini tidak berhasil untuk anak atau ia tidak bisa tenang, tinggalkan anak di tempatnya namun harus pada jarak yang bisa diperhatikan, dan abaikan amukannya. Kebanyakan anak tidak akan terus merajuk jika tidak lagi memiliki penonton.
Editors' Pick
5. Latih cara untuk meredakan kemarahan anak
Bantu anak mengenali amarahnyadengan menyatakan: “Mama tahu kamu marah, tapi kami tidak memukul.” Untuk anak yang lebih besar, bicarakan kemarahan sebagai perasaan penting.
Mama juga dapat mempraktikkan cara untuk meredakan amarah anak pada saat-saat yang lebih tenang. Seperti mengatakan: “Terkadang Mama juga marah. Ketika itu terjadi, Mama mengatakan Mama marah' dan akan meninggalkan ruangan."
Mama juga dapat mengajari anak cara menghitung sampai sepuluh sampai ia tidak terlalu marah, cara menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri, atau cara menggunakan kata-katanya dengan membuat pernyataan seperti "Aku benar-benar marah sekarang!"
Semua metode ini membantu mengalihkan fokus langsung dari kemarahan anak dan mengajarinya untuk mengenali emosi penting ini. Sebelum memasuki situasi sosial yang berpotensi sulit, tinjau konsekuensi dengan anak, tentang apa yang akan terjadi jika ia tidak bisa mengendalikan amarahnya.
Beri tahu anak: "Mama merasa bisa mengatasi amarahmu, tapi jika tidak bisa, kita harus meninggalkan taman dan baru kembali minggu depan. Apakah kamu mengerti?". Pastikan Mama juga menindaklanjuti konsekuensi apa pun yang diberikan kepada anak.
6. Ajari anak bahwa bertindak agresif itu salah
Penting juga untuk berbicara dengan anak tentang agresi selama saat-saat tenang. Dengan suara yang stabil, jelaskan kepada anak bahwa memukul, menggigit, menendang, dan perilaku agresif lainnya adalah salah.
Pegang anak dan jelaskan, “Jangan memukul. Ini salah." Ingatlah bahwa Mama mungkin harus mengulangi aturan ini berkali-kali, menggunakan kata-kata yang sama, sampai anak memahaminya. Bersikaplah tegas dan konsisten setiap kali anak menjadi agresif.
Kemudian siapkan rencana untuk konsekuensi jika perilaku agresif dimulai. Misalnya, di rumah, ini bisa termasuk memberi anak “waktu tenang” di kamar hingga ia bisa tenang.
Jika di luar rumah, pastikan memilih tempat yang aman, seperti waktu menyendiri di kursi mobil atau tempat lain di mana, anak jauh dari kesenangan. Ini memperkuat bahwa Mama tidak mentolerir agresi dalam bentuk apa pun.
Untuk anak-anak yang lebih besar, ingatlah bahwa anak mungkin bereksperimen dengan sebab dan akibat. Dengan kata lain, ia ingin melihat apa yang akan Mama lakukan saat ia merajuk. Tugas Mama adalah memberikan konsekuensi agar "efek" berhasil.
Karena anak yang lebih besar lebih verbal, Mama dapat menggunakan berbagai frasa saat ia berperilaku tidak baik. Contohnya, "Menggigit itu tidak baik", atau "Memukul menyakiti orang lain. Kamu harus berhenti."
Mama boleh memberi tahu anak bahwa begitu dia berperilaku buruk, ia kehilangan hak istimewanya untuk hari itu.
7. Beri tahu anak untuk "Gunakan Kata-Kata"
Seringkali anak-anak yang menunjukkan perilaku agresif tidak memiliki keterampilan komunikasi yang diperlukan untuk membantunya melalui situasi yang penuh tekanan. Bagi anak-anak, menggigit atau memukul seseorang jauh lebih mudah.
Selain itu, perilaku agresif seringkali membuat anak merasa berkuasa atas teman-temannya. Bantu anak menemukan “kata-katanya” saat ingin membuat ulah.
Dengan menjelaskan dan kemudian berlatih menggunakan kata-katanya, Mama membantunya menukar perilaku agresif demi perilaku yang lebih dapat diterima secara sosial. Beberapa contohnya adalah:
Ajari anak untuk mengatakan "Tidak!" kepada temannya alih-alih bertindak agresif. Dengan menggunakan kata sederhana "tidak", Mama membantu anak menyampaikan maksudnya secara lisan, bukan secara agresif.
Beri anak serangkaian frasa untuk digunakan bersama teman-temannya saat merasa marah atau frustrasi. Beberapa contoh adalah, "Tidak, itu milik saya", "Saya tidak suka itu!" atau "Berhenti! Itu menyakitkan." Ini akan membantu anak dalam memilih kata-kata tanpa harus agresif.
Sebelum memasuki situasi yang dapat menyebabkan anak bertindak agresif, ingatkan anak untuk "Gunakan kata-Kata." Ulangi hal ini kepada anak sepanjang minggu ketika Mama merasa ia semakin frustrasi.
8. Kenali keterbatasan anak
Ini berarti mengetahui kapan harus meninggalkan situasi yang berpotensi bergejolak atau memilih untuk melibatkan anak dalam aktivitas yang berbeda untuk menghindari tindakan agresif.
Jika tahu bahwa anak menargetkan anak tertentu dalam kelompok bermain, Mama mungkin harus menunda pergi ke kelompok bermain selama beberapa minggu sampai anak belajar mengendalikan dirinya sendiri.
Atau aktivitas tertentu membuat anak frustasi, hapus semua itu dari rutinitas harian untuk melihat apakah ini memiliki efek menenangkan pada perilaku anak.
Terakhir, jika anak kelelahan, lapar, atau terlalu terstimulasi, hormati hal itu dan lakukan aktivitas ringan dan lambat yang akan mengurangi kemungkinan terjadinya agresi.
Dengan jika anak telah mampu mengatakannya secara verbal, bicarakan secara terbuka tentang situasi yang membuatnya marah, dan ajak bekerja sama untuk menemukan solusi untuk membantunya mengatasi masalah tersebut di lain waktu.
9. Hargai upayanya
Saat Mama melihat anak bersikap baik, pastikan untuk memuji kerja keras dan upayanya.
Misalnya, jika mengamati anak mengalah pada mainan tertentu, beri tahu betapa bangganya Mama bahwa ia memilih untuk mengalah atau menggunakan kata-kata, daripada menggunakan agresi untuk mendapatkan apa yang diinginkan.
Carilah dan terus puji perilaku yang baik sebagai cara untuk memotivasi anak agar berbuat lebih baik di lain waktu.
Setelah mengetahui bagaimana cara menghadapi anak yang agresif, penting bagi Mama untuk mencari tindakan pencegahan agar anak tidak melakukannya lagi di kemudian hari.
Cara Mencegah Anak Melakukan Tindakan Agresif:
Tindakan pencegahan dapat dilakukan agar anak tidak melakukan tindakan agresif terjadi lagi di masa mendatang. Berikut adalah hal-hal yang sebaiknya tidak dilakukan:
Jangan pernah balas menggigit atau memukul.
Mungkin tergoda untuk ingin mengajari anak pelajaran tentang bagaimana rasanya menjadi korban agresi, tetapi ketika mengabaikan bentuk komunikasi, Mama sedang mengajari anak bahwa agresi adalah jawaban untuk menyelesaikan konflik. Meskipun sulit, berusahalah sebaik mungkin untuk menjaga ketenangan.
Jangan biarkan anak Anda menonton televisi atau video game yang berisi kekerasan.
Terlalu sering menonton TV dan video yang menampilkan karakter yang paling kejam sebagai pahlawan, dapat mengirimkan pesan bahwa kekerasan adalah alat untuk menyelesaikan masalah. Meskipun kekerasan di TV atau video mungkin tidak memengaruhi beberapa anak, hal ini dapat sangat memengaruhi anak-anak lain yang cenderung bertindak agresif dengan teman-temannya.
Jangan mempersonalisasikan perilaku buruk anak.
Bukan hal yang tak mungkin jika Mama menjadi frustrasi dan marah kepada anak ketika ia agresif, karena seringkali Mama merasa bahwa perilaku buruk anak adalah cerminan dari keterampilan mengasuh orangtua.
Jika Mama memiliki anak yang agresif, alihkan fokus untuk membantu anak dalam mengekspresikan diri dengan cara yang lebih tepat dan menindaklanjuti saat terjadi insiden.
Tanda-Tanda Tindakan Anak yang Agresif Menjadi Lebih Esktrim
Meskipun agresi bisa menjadi hal yang normal pada banyak anak, Mama harus waspada ketika perilaku anak telah melampaui batas dari apa yang dianggap dalam batas normal untuk tingkat perkembangannya. Perhatikan tanda-tanda berikut pada anak:
- Pola perilaku menantang, tidak patuh, bermusuhan pada orangtua atau figur otoritas lain seperti guru. Pola berarti perilaku yang tidak cepat berlalu, tetapi bersifat kronis dan tidak menanggapi intervensi di atas.
- Mudah marah
- Selalu berdebat dengan orang dewasa
- Sengaja terlibat dalam aktivitas yang secara sengaja mengganggu orang lain
- Salahkan orang lain
- Bertindak kesal atau sensitif secara kronis
- Menunjukkan kemarahan yang terus-menerus
- Bertindak dengki atau dendam
Mengasuh anak yang agresif dapat menjadi salah satu tantangan terbesar yang dapat Mama hadapi. Meskipun terkadang terlihat umum, bukan tidak mungkin untuk mengajari anak cara yang lebih positif dan tepat untuk berinteraksi dengan anak lain dan orang dewasa di sekitarnya.
Kuncinya adalah mengembangkan rencana yang jelas, tidak rumit, konsisten, dan mengikutinya dengan cara yang tenang. Ingatlah bahwa contoh terbaik adalah perilaku dari orangtuanya, karena tanpa disadari anak memerhatikan perilaku dan tindakan dari orangtua.
Jika cara-cara di atas tidak berhasil atau perilaku agresif yang semakin buruk, hubungi dokter anak, karena ini mungkin menunjukkan bahwa anak memiliki masalah psikologis yang perlu diperhatikan. Dalam kasus ini, Mama perlu memeriksakan anak pada ahli kesehatan mental.
Baca juga:
- Ini 5 Alasan Mengapa Anak Seringkali Berperilaku Kasar dan Tidak Sopan
- 5 Cara Mendidik Anak yang Suka Berkata Kasar
- 7 Efek Buruk Bersikap Kasar ke Anak, Bisa Bikin Gangguan Jiwa