7 Hal yang Perlu Dihindari saat Menghadapi Anak yang Marah
Perilaku tertentu terkadang justru membuat suasana semakin panas
20 Mei 2021
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Ketika anak mama sedang mengamuk atau marah habis-habisan, apa reaksi awal Mama? Apakah Mama sendiri marah dan mulai berteriak, membeku dan tidak mengatakan apa-apa, atau apakah menjadi takut dan menyerah?
Berurusan dengan kemarahan anak yang meledak-ledak adalah salah satu hal tersulit yang Mama sering hadapi sebagai orangtua. Mama mungkin tahu bahwa reaksi di atas (berteriak, membeku, dan menyerah) sering tidak membantu atau membuat suasana lebih panas.
Setelah anak menyadari bahwa Mama memiliki titik lemah tertentu, ia akan terus menggunakannya untuk menyelesaikan masalahnya. Alih-alih menghadapi tanggung jawab, anak menemukan cara untuk bebas dari hukuman.
Agar tidak terulang kembali dan mengembangkan rasa tanggung jawab anak, kali ini Popmama.com akan memberikan beberapa perilaku yang perlu Mama hindari saat menghadapi anak yang sedang marah. Baca terus yuk!
1. Jangan langsung melihat wajah anak
Ketika anak mengalami serangan amarah yang meledak-ledak atau respons yang marah terhadap sesuatu, jangan langsung menghadapinya. Ketika anak mama sudah cukup besar, sebaiknya hindari berada dekat dengannya.
Ingatlah bahwa anak dengan amarah yang meledak-ledak berada di luar kendali. Adrenalin terpompa sehingga anak mungkin sedang dalam mode pertarungan dan siap akan meledak. Dengan ikut serta bersama anak, kemungkinan besar ini hanya akan memicu kemarahannya lebih jauh.
Dan jika Mama mencoba mengatakan sesuatu pada anak di tengah-tengah amarahnya, Mama hanya akan membuat api semakin besar. Mama mungkin selalu merasa harus berdiri di sana dan menangani kehancuran bersama anak.
Namun, jika tidak ada yang terluka dan bukan situasi yang mengancam jiwa, lebih baik mundur dan beri anak sedikit jarak untuk sementara waktu hingga ia tenang.
2. Jangan bereaksi karena emosi
Ketika anak marah, alih-alih bereaksi karena emosi yang akan memperburuk keadaan, lakukan apapun yang perlu Mama lakukan untuk keluar dari situasi tersebut. Pergi, tarik napas dalam-dalam, dan cobalah yang terbaik untuk tetap objektif dan terkendali.
Ambillah waktu istirahat jika membutuhkannya, terlebih lagi jika anak mama sudah cukup umur untuk bisa mengelola perasaannya.
Gunakan beberapa kalimat untuk mengingatkan diri sendiri, "Saya akan menanggapi ini secara logis, bukan secara emosional. Saya akan tetap membahas topik. Saya tidak akan keluar jalur. Selangkah demi selangkah. Semua ini tidak akan berlangsung lama."
Bagian dari tugas Mama sebagai orangtua adalah menjadi teladan bagaimana menangani emosi dengan tepat. Walaupun mungkin lebih mudah diucapkan daripada dilakukan, namun saat merasa kesal, Mama perlu menunjukkan pada anak cara-cara yang baik untuk mengatasi emosi yang ada.
Editors' Pick
3. Jangan langsung menyimpulkan tentang kemarahan anak
Anak mungkin tidak salah karena merasa kesal. Mungkin ada beberapa pembenaran untuk amarahnya, bahkan jika perilakunya tidak dibenarkan. Ingatlah bahwa anak bisa dibenarkan untuk kecewa dan mungkin itu menjadi cara bagi anak untuk menampilkannya.
Jika anak tidak bisa dengan hormat menjelaskan sudut pandangnya, Mama harus membiarkannya sendiri sampai ia tenang. Lalu bisa berkata, "Mama mengerti kamu merasa marah, Mama minta maaf jika kamu merasa seperti itu." Kemudian biarkan saja sampai anak tenang.
Namun, jika itu berubah seperti anak mulai mengatakan hal-hal kotor, menghancurkan benda, atau menyakiti orang lain, saat itulah Mama perlu mengatasi perilaku tersebut. Amarah bukan menjadi masalah, melainkan perilaku yang dihasilkan.
4. Jangan mencoba bernalar dengan anak yang marah
Hindari mencoba mengadakan percakapan rasional dengan anak yang marah. Jika anak kecewa tentang sesuatu dan Mama mencoba memberi alasan kepadanya, hal itu mungkin hanya akan membuat suasana menjadi lebih panas.
Sebaliknya, berikan waktu istirahat pada anak untuk memberi waktu ia berpikir. Mama juga dapat berkata, “Mama dapat melihat bahwa kamu benar-benar kesal, kita sama-sama harus bisa menenangkan diri sendiri dan kembali ke percakapan ini nanti.”
5. Jangan memberikan konsekuensi atau membuat ancaman di saat yang panas
Sejalan dengan itu, tunggu sampai semuanya tenang sebelum Mama memberikan konsekuensi kepada anak. Jika Mama mencoba menghukumnya saat emosi tinggi, kemungkinan besar Mama akan menyebabkan ledakan lebih lanjut.
Mama mungkin juga memikirkan apakah konsekuensi benar-benar diperlukan setelah anak mengamuk atau tidak. Jika dapat melihatnya secara objektif, anak yang sedang berusaha mengatasi amarahnya sebenarnya telah menanganinya dengan cukup baik, contohnya berjalan-jalan untuk menenangkan diri.
Dalam situasi ini, Mama mungkin memutuskan untuk melepaskan konsekuensi. Meskipun setiap keluarga memiliki aturan berbeda tentang apa yang diperbolehkan dan tidak, harus ada keleluasaan untuk memungkinkan anak mengekspresikan kemarahan dengan sehat.
Sekali lagi, jangan memberikan konsekuensi untuk perasaan anak, berikan konsekuensi hanya untuk perilaku yang tidak pantas.
6. Jangan melewatkan kesempatan untuk berbicara
Jika itu sesuai dan anak sudah cukup besar, dan mau membicarakan tentang apa yang membuatnya sangat marah, cobalah duduk dan mendiskusikannya. Tunggulah untuk mendengar apa yang anak katakan, dan perlu benar-benar dengarkan. Jangan menyela untuk memberi nasihat.
Jika anak benar-benar terbuka, coba ajukan pertanyaan terbuka seperti, "Menurutmu, apa yang dapat dilakukan untuk menanganinya dengan lebih baik lain kali?" atau, "Adakah yang bisa Mama lakukan yang bisa membantumu?"
Seringkali ketika anak yang lebih tua atau remaja kehilangan kendali, hal ini karena ia memiliki keterampilan pemecahan masalah yang sangat buruk. Ia belum belajar memecahkan masalah dengan cara yang sehat, sehingga ia berteriak atau bahkan merusak barang.
Keterampilan memecahkan masalah tidak datang secara alami, namun datang dengan latihan. Terkadang dengan berbicara dengan anak dan mencari tahu apa yang terjadi, Mama dapat memandunya ke solusi pemecahan masalah tersebut.
7. Jangan melupakan tujuan Mama
Selalu tanyakan pada diri sendiri apa yang Mama tuju sebagai orangtua. Salah satu pekerjaan terpenting orangtua adalah menunjukkan kepada anak cara yang pantas dan sehat untuk berperilaku dan menunjukkan beberapa cara memecahkan masalah.
Nah itulah beberapa hal yang perlu dihindari dalam menghadapi anak yang marah. Mendisiplinkan anak tidak hanya penting, tetapi juga untuk mengajar dan membimbingnya menjadi pribadi yang lebih baik.
Situasi yang melibatkan perasaan memang tidak membutuhkan konsekuensi, tetapi lebih menjadi kesempatan untuk berbicara dan membantu anak menemukan cara yang lebih baik untuk menangani situasi di lain waktu.
Baca juga:
- Cara Jennifer Bachdim Berkomunikasi dengan Anak Tanpa Marah
- Mudah Dendam, 5 Zodiak Anak yang Sering Marah dengan Orang Lain
- Bisa Fatal, Ini 6 Alasan Dilarang Memarahi Anak di Tempat Umum