Lima tahun telah berlalu, Bom Samarinda 2016 yang terjadi pada 13 November 2016 merupakan peristiwa meledaknya bom molotov di Gereja Oikumene, Jalan Cipti Mangunkusumo, Kota Samarinda, Kalimantan Timur.
Peristiwa yang terjadi pada pukul 10.10 ini, memakan empat korban yang semuanya adalah anak-anak, dengan tiga korban luka bakar dan satu korban meninggal.
Namun salah satu korban luka, Trinity Hutahaean (8), menunjukkan sikap yang pantang menyerah dalam mencapai mimpinya.
Seperti apa cerita Trinity dalam mencapai impiannya? Simak kisahnya yang telah Popmama.com rangkum di bawah ini!
1. Trinity Hutahaean adalah salah satu korban Bom Samarinda 2016 dengan tiga korban lainnya
Kaltimtoday.co
Bom Samarinda 2016 merupakan peristiwa meledaknya bom berjenis molotov di depan Gereja Oikumene di Jl Cipto Mangunkusumo, Kelurahan Sengkotek, Kecamatan Lo Janan Ilir, Samarinda, Kalimantan Timur.
Ledakan yang terjadi pada pukul 10.10 waktu setempat, bertepatan ketika jemaat gereja baru saja selesai melaksanakan ibadah.
Aksi keji pelaku teror Juhanda atau Jo bin Muhammad Aceng Kurnia pun memakan korban jiwa Intan Olivia Banjarnahor (2,5), serta tiga korban luka bakar lainnya Trinity Hutahaean (8), Alvaro Aurelius Tristan Sinaga (9) dan Anita Kristobel (9).
Para korban anak-anak tersebut langsung dievakuasi ke RSUD IA Moeis.
Editors' Pick
2. Dari aksi keji tersebut, Trinity mengalami luka bakar lebih dari setengah bagian tubuhnya
Youtube.com/KOMPASTV
Trinity yang merupakan salah satu korban aksi teror bom di gereja tersebut 2016 lalu, menjadikan pergi ke gereja sebagai aktivitas favoritnya.
“Pergi ke gereja termasuk peristiwa menyenangkan buatnya,” ujar sang Mama, Sarina Gultom saat dihubungi oleh Merdeka.com, pada Sabtu (17/10) tahun 2020.
Luka bakar yang dialami Trinity membuat kondisi fisiknya berbeda dengan anak-anak seusianya. Kedua kakinya menjadi tumbuh tidak normal, tangan mengeras seperti kayu, dan kulitnya memiliki bekas luka bakar.
Trinity atau yang kerap dipanggil Ity, mengalami luka bakar lebih dari setengah bagian tubuhnya, luka menyebar setiap jengkal badan dari tangan, kaki, hingga sebagian wajahnya.
3. Karena kondisinya tak kunjung membaik, Trinity melakukan operasi cangkok kulit di China
pixabay/asin Tipchai
Pada saat kejadian tersebut, Ity langsung ditangani secara intensif selama tiga bulan di rumah sakit AW Sjahranie Samarinda, untuk menangani penyebaran infeksi dampak luka bakar. Namun sayangnya, kondisi Ity tidak kunjung membaik.
Hingga membuat kedua matanya bengkak dan luka bakarnya mulai mengalami pembusukan. Hal ini membuat sang Mama, menerbangkan Trinity ke China untuk mendapatkan pengobatan berupa operasi cangkok kulit.
Alhasil, pengobatan ini membantu jemari tangan kiri Trinity lebih lentur, termasuk membaiknya tampilan jaringan kulit.
4. Sebelum bangkit mengejar impiannya, Trinity sempat mengalami trauma bertemu orang asing
Instagram.com/birgaldo_sinaga
Seorang relawan sosial dan kemanusiaan, Birgaldo Sinaga menceritakan bagaimana ia pertama kali bertemu Trinity di akhir tahun 2017. Pada saat itu, Trinity menunjukkan wajah yang ketakutan, penuh curiga, dan trauma pada orang asing bahkan menjauh ketika diajak berbicara.
Namun semangat Ity telah kembali untuk mengejar impiannya. Birgaldo mengatakan bahwa Ity saat ini sedang melakukan latihan tari balet dengan sangat fokus, serius, dan penuh konsentrasi.
“Ity telah kembali. Ity telah lahir kembali. Teroris yang membakar tubuhnya itu tidak bisa membunuh mimpi Ity. Teroris jahat itu tidak bisa menghanguskan cita-cita Ity.” tulis di akun media sosialnya.
Tak hanya itu saja, Birgaldo juga menuliskan cita-cita Ity yang disampaikan di pada tahun 2019 di Guang Zhou.
“Tulang Birgaldo, suatu hari nanti, Ity akan berdiri di podium PBB untuk menceritakan betapa teroris itu jahat. Mereka merenggut hari2 Ity menjadi kesakitan. Membuat Ity berteriak menangis setiap hari” ucap Ity.
5. Trinity mengajarkan untuk saling berdampingan dengan damai dan memaafkan orang yang telah menyakiti
Youtube.com/KOMPASTV
Ledakan bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar pada 28 Maret 2021 lalu mengingatkan publik pada Bom Samarinda 2016. Sebuah talkshow di televisi swasta menghadirkan korban ledakan bom Gereja Oikumene Samarinda pada tahun 2016 silam, termasuk Trinity.
Dalam talkshow tersebut, Trinity menyampaikan surat perdamaian untuk melawan kebencian. Dilansir dari Selasar.co, berikut isi surat Trinity:
“Aku sudah bisa tersenyum lho. Semua gara-gara bom jahat itu. Om dan tante masih ingat kan waktu itu aku sedang bermain di gereja. Aku bermain dan beribadah di gereja ini (Oikumene) setiap hari Minggu. Tetapi hari itu ada orang jahat yang menyerang gereja kami. Aku dan beberapa temanku menjadi korban. Setelah kejadian itu, aku sempat marah dan kesal karena setiap orang menatap aneh. Aku tahu kondisi tubuhku kini berbeda, luka bakar ini belum bisa hilang sepenuhnya bahkan luka bakar membuat tanganku kaku seperti kayu. Aku harus dirawat di rumah sakit selama bertahun-tahun dan rasanya sangat bosan. Saat itu usiaku masih 3 tahun, aku ingin bermain dengan teman-temanku, mama dan papa setiap hari menemaniku. Aku melihat wajah mereka bersedih namun mereka tidak pernah jauh dari sampingku. Aku sangat sayang mama dan papa, aku berharap agar tidak pernah ada lagi kejadian itu. Aku tidak mau lagi orang yang tersakiti, aku mau kita semua bisa hidup saling berdampingan dengan damai. Aku ingin bisa pergi ke tempat ibadah tanpa ada rasa takut dan aku ingin kita bisa saling menjaga satu sama lain. Setiap hari aku berdoa kepada Tuhan tolong jaga kami semua, jauhkanlah kami dari macam bahaya, jangan ada korban sepertiku lagi. Ampunilah mereka yang telah berbuat jahat dan tolong hentikan segala kebencian,” tulis Trinity Hutahaean.
Selain belajar menari balet, Trinity saat ini juga sedang belajar bermain piano, yang mengalahkan suara amarah kebencian dari para teroris yang pada saat itu telah menyakitinya.
Nah itulah kisah Trinity Hutahaean, salah satu korban Bom Samarinda 2016 yang bisa menjadi inspirasi bagi anak untuk tetap semangat maju menggapai impian walaupun dengan segala keterbatasan yang dimiliki.
Dari kisahnya, Trinity juga mengajarkan untuk memaafkan kesalahan orang lain yang menyakitinya. Walaupun tak mudah dan membutuhkan waktu yang panjang, ia menghilangkan kebencian tersebut dengan meningkatkan talenta dan belajar untuk menggapai cita-citanya di masa depan.