Selama masa pandemi ini, tak sedikit orang dihadapkan dengan rasa cemas dan takut. Banyak juga yang mengalami masa-masa traumatis seperti sempat mengalami gejala Covid-19, pernah mendapatkan penanganan medis, hingga mungkin kehilangan orang yang dicintai.
Rasa cemas dan ketakutan ini juga bisa dirasakan oleh anak-anak, dan mungkin semakin parah karena ia mungkin belum mengerti bagaimana cara mengelola perasaan negatifnya.
Mengalami langsung kejadian traumatis berisiko menyebabkan anak terkena Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD).
Maka dari itu penting bagi setiap orangtua untuk mengetahui apa saja gejala PTSD dan cara mengatasi anak dengan trauma selama pandemi.
Simak informasinya yang telah Popmama.com rangkum di bawah ini!
Bagaimana Pandemi Covid-19 dapat Menyebabkan Trauma?
Freepik/User17067123
Dilansir dari mindbodygreen.com, tingkat kecemasan, depresi, dan bahkan pikiran untuk bunuh diri meningkat selama pandemi. Sebuah penelitian juga mengatakan kepanikan seputar virus corona dapat menyebabkan gejala seperti gangguan stres pasca-trauma (PTSD).
Studi yang diterbitkan dalam jurnal PLOS ONE, mensurvei 1.040 peserta untuk mempelajari bagaimana mereka menanggapi stres pandemi. Hasilnya, penelitian menemukan lebih dari 13 persen orang mengalami gejala terkait PTSD.
Persentase ini mengejutkan jika dibandingkan dengan data National Centre untuk PTSD, yang menyatakan hanya sekitar 7 hingga 8 persen populasi di Amerika Serikat yang akan mengalami PTSD seumur hidup.
"Penelitian menunjukkan penyebab stres global yang sedang berlangsung ini, dapat memicu gejala stres traumatis," kata pemimpin peneliti Melanie Takarangi, B.A., B.Sc., Ph.D., dalam rilis berita yang dikutip dari mindbodygreen.com.
Gejala PTSD pada Anak yang Perlu Diperhatikan
Freepik/Ulkas
Seringkali orangtua tidak menyadari adanya gangguan mental pada anak setelah mengalami peristiwa traumatis, karena tidak mengetahui apa saja gejala PTSD pada anak. Berikut ini adalah gejala PTSD yang perlu diwaspadai menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5):
Paparan langsung ke peristiwa traumatis
Menyaksikan peristiwa traumatis
Kenangan yang tidak diinginkan dan mengganggu
Sering mengalami mimpi buruk
Mudah teringat peristiwa traumatis
Tekanan emosional
Kesulitan tidur
Partisipan dalam studi tersebut juga melaporkan mengalami pikiran yang mengganggu, serta gambar atau ingatan yang mengganggu, dan tidak diinginkan terkait dengan pandemi.
"Kami menemukan bahwa stres traumatis terkait dengan kejadian di masa depan, seperti kekhawatiran tentang diri sendiri atau anggota keluarga yang tertular COVID-19, kontak langsung dengan virus, serta kontak tidak langsung seperti melalui berita dan penguncian dari pemerintah, yang merupakan non-peristiwa yang mengancam jiwa, "kata rekan penulis Victoria Bridgland, Ph.D. yang juga mempelajari pemicu PTSD.
Editors' Pick
Bagaimana Mengatasi Trauma pada Anak yang Sedang Berlangsung?
Semakin cepat Mama mengenali gejala trauma pada anak, maka semakin cepat juga ia dapat menerima dukungan dan alat yang diperlukan untuk mengatasinya, hal yang sama berlaku untuk anak yang mengalami tekanan psikologis umum, seperti kecemasan atau depresi.
Berikut adalah beberapa cara yang disetujui ahli untuk menangani trauma:
1. Minta anak untuk membicarakan tentang kesulitan yang ia rasakan
Freepik/Alf061
Dilansir dari mindbodygreen.com, Shaili Jain, M.D., seorang Psikiater dan spesialis PTSD, mengakui bahwa membicarakan trauma secara terbuka mungkin sulit bagi anak karena berbagai alasan. Namun, jika terus ditahan, maka ini justru menghambat pemulihan anak dari trauma.
“Pikiran dan ingatan traumatis yang tetap 'tak terkatakan' terlalu lama seringkali menghambat proses alami pemulihan otak setelah trauma," jelas Jain.
Berbagi pengalaman dengan orang lain, terutama terapis yang terlatih secara profesional, dapat membantu anak dalam memperbaiki gejala PTSD. Namun perlu diingat, memproses trauma ini tidak akan mudah.
Jain juga menambahkan, ketika penderita PTSD memikirkan tentang traumanya, biasanya ia mengalami tekanan psikologis dan reaksi fisiologis, yang ditandai seperti berkeringat, kesulitan bernapas, atau jantung berdebar-debar," tambahnya.
Ini adalah reaksi alami otak, tetapi seiring waktu dan dengan alat yang tepat anak dapat belajar untuk mendapatkan kembali kendali atas emosinya.
2. Melatih pernapasan
Freepik/Jekatarinka
Bernapas adalah bentuk meditasi aktif yang dapat membantu anak dalam mengatasi kecemasan, stres, dan trauma yang masih ada. Untuk melepaskan ingatan traumatis, Mama dapat mengajak anak untuk melatih pernapasannya dengan langkah-langah sederhana berikut ini:
Duduklah di tempat yang tenang di mana anak tidak akan diganggu. Minta ia untuk tarik napas dalam-dalam dan ingat kenangan tidak bahagia yang menjadi sumber ketakutan. Gambarkan setiap detail dan ingat semua emosi yang tidak nyaman, seperti kesepian, ketakutan, kemarahan, dan kecemasan.
Perhatikan setiap penolakan yang mungkin timbul. Namun, jika anak merasa ini terlalu berlebihan, coba lagi di lain waktu.
Ambil napas dalam-dalam dan minta anak untuk mengucapkan, "Aman bagiku untuk merasakan semua emosiku."
Setelah sepenuhnya tertanam dalam perasaan tidak nyaman itu, minta anak untuk membayangkan dirinya sebagai kekuatan positif yang kembali ke masa lalu untuk menghibur wujud dirinya yang merasa cemas dan takut. Ia akan datang untuk mewujudkan kedamaian, ketenangan, keamanan, dan yang terpenting, cinta.
Saat membayangkan hal tersebut, minta ia untuk memeluk erat dan mencium pipi wujud dirinya yang dulu.
Terakhir, minta anak untuk mengatakan pada wujud dirinya yang dulu, "Kamu dicintai. Kamu berharga. Kamu penting." Ulangi kata-kata itu sehingga anak dapat merasakan kebenarannya, "Kamu dicintai. Kamu berharga. Kamu penting."
Minta anak untuk menarik napas dalam-dalam, menghirup cinta dan penerimaan untuk diri sendiri, serta banyak kesembuhan.
3. Cobalah relaksasi otot
Freepik/Lenabessonova
Tubuh cenderung menyimpan tekanan di pinggul dan bahu. Dengan mempraktikkan keenam teknik ini, dapat membantu memberikan sedikit kelegaan pada anak.
Cara melepaskan stres di bahu anak:
Pijat: Pijat sangat bagus untuk menghilangkan stres pada anak, mengurangi penumpukan asam laktat (nyeri), dan mengurangi rasa sakit.
Peregangan: Melakukan peregangan leher dari sisi ke sisi secara perlahan dan memutar kepala secara perlahan dapat membantu. Juga, ingatkan anak untuk menarik bahunya ke belakang. Selain melepaskan stres, cara ini juga membantu anak memiliki postur yang baik.
Es dan panas: Kompres es dan bantalan pemanas secara bergantian dapat membantu mengendurkan otot-otot di sekitar leher dan bahu anak.
Cara melepaskan stres di pinggul anak:
Peregangan: Meluangkan waktu untuk melakukan peregangan setiap hari, bahkan 10 atau 15 menit saja, dapat membuat perbedaan besar dalam ketegangan yang anak rasakan di otonya. Untuk melepaskan ketegangan di pinggul, berikan perhatian khusus pada fleksor pinggul, paha depan, dan paha belakang.
Menggunakan foam roller: Menggunakan rol busa di pinggul fleksor dan gluter dapat membantu melepaskan ketegangan yang di pinggul.
Mengangkat kaki ke atas: Terakhir, berbaring telentang dengan kaki menghadap dinding adalah strategi pelepasan ketegangan yang efektif. Hal ini memungkinkan gravitasi menarik darah kembali ke pinggul dan menyebabkan kelegaan di kaki dan pinggul anak.
4. Tak membiarkan berduka dalam waktu yang lama
Freepik/suthiporn-hanchana
Mempelajari perbedaan antara berduka dan merenung dapat mempermudah proses trauma yang anak alami.
"Berduka adalah pengalaman nyata yang menggerakkan rasa sakit keluar dan masuk, sedangkan merenung adalah pengalaman 'kepala' yang membuat rasa sakit tetap ada," ujar Sheryl Paul, M.A., pelatih transformasi yang dilansir dari mindbodygreen.com.
Beri tahu anak bahwa tidak apa-apa untuk duduk dan merasakan emosi negatif sejenak, seperti rasa sakit atau amarah, adalah langkah penting dalam berduka. Namun jangan membiarkan perasaan ini tetap berlangsung selama berhari-hari.
Itulah cara mengatasi trauma akibat pandemi pada anak yang bisa Mama lakukan.
Meskipun masing-masing taktik di atas dapat membantu, jika anak mengalami gejala PTSD yang sedang berlangsung atau masalah kesehatan yang terkait trauma lainnya, sebaiknya pertimbangkan untuk segera menghubungi profesional, agar anak mendapatkan penanganan secepatnya.