5 Tips Membangun Komunikasi yang Sehat dengan Anak
Sudahkah Mama jadi pendengar yang baik bagi anak?
16 Januari 2022
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Mama mungkin pernah mendengar bagaimana hubungan yang sehat berawal dari komunikasi yang baik. Ini pun berlaku untuk hubungan apapun, hubungan dengan pasangan, anak-anak, keluarga, kerabat, rekan kerja, dan lain-lain.
Memiliki komunikasi yang sehat dengan anak, adalah hal yang penting untuk membangun hubungan dan perkembangannya. Ini membantunya mengembangkan keterampilan untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Komunikasi yang baik melibatkan mendengarkan dan berbicara, yang membuat anak merasa penting dan dihargai. Maka jangan heran jika komunikasi yang baik dapat meningkatkan ikatan antara orangtua dan anak agar semakin harmonis.
Jika Mama ingin memiliki komunikasi yang sehat dengan anak, kali ini Popmama.com telah merangkum lima tips membangun komunikasi yang sehat dengan anak. Yuk simak kiat-kiatnya!
1. Menjadi pendengar yang baik bagi anak
Menjadi pendengar yang baik adalah langkah pertama dan paling utama dalam membangun komunikasi yang sehat dengan anak mama. Luangkan waktu setiap hari untuk mendengarkan ceritanya, keluhannya, atau bahkan impian-impiannya yang anak bagikan pada Mama.
Cukup dengarkan dengan tulus dan jadikan dia fokus utama, tanyakan beberapa hal tentang ceritanya sehingga anak merasa didengarkan dengan baik.
Jangan sampai saat anak bercerita, Mama justru sibuk melakukan aktivitas lain. Ia bisa saja merasa diabaikan, lho.
Jika Mama memang disibukan oleh pekerjaan, penting untuk jujur dan berjanjilah pada anak bahwa Mama akan mendengarkannya nanti. Namun pastikan untuk menepati janjinya ya Ma!
Jadilah pendengar yang baik hingga anak pun akan melakukan hal yang sama.
Editors' Pick
2. Akui perasaan anak
Empati adalah salah satu respons paling kuat dan menenangkan yang dapat Mama berikan kepada orang lain, terutama seorang anak. Ketika Mama mengakui perasaan yang anak alami, maka ini memvalidasinya sebagai sebuah perasaan yang benar-benar nyata.
Bahkan ini termasuk perasaan yang sering orangtua anggap “negatif”, seperti kemarahan, frustrasi, dan kekecewaan. Seringkali, perasaan yang diakui adalah semua yang dibutuhkan anak untuk mulai menangani masalah yang dihadapi.
Sebaliknya, mengabaikan atau menyepelekan perasaan anak dengan mengatakan "itu bukan hal besar" atau "Kamu tak perlu seperti itu", justru akan membuat anak merasa takut untuk kembali terbuka dengan orangtua.
Ketika mengakui emosi anak, Mama akan membuatnya lebih peka terhadap emosi itu dan memberikan anak izin untuk merasakannya serta mengakuinya pada orang lain.
3. Menghargai dan memberikan apresiasi setiap pendapat anak
Membangun komunikasi tidak selalu tentang berbicara dan mendengar saja. Ada kalanya Mama harus menunjukkannya sikap menghargai atas apa yang telah anak sampaikan demi kesejahteraan dan keluarga.
Misalnya ketika anak merasa bosan untuk menghabiskan akhir pekan di rumah, Mama dapat menyampaikan rasa terimakasih atas pendapatnya dan mencari solusi bersama-sama, seperti mencari tempat wisata yang bisa dikunjungi.
Membiasakan diri memberikan apresiasi, walau sekadar ucapan terima kasih akan sangat bermanfaat bagi kedekatan dan keharmonisan sebuah hubungan keluarga. Melakukan cara ini juga membuat anak merasa dihargai.
4. Jika berbuat salah pada anak, jangan ragu untuk meminta maaf
Siapa pun bisa berbuat salah, termasuk orangtua kepada anak-anaknya. Meski berbuat salah pada anak, bukan berarti diabaikan atau dianggap sepele. Jika Mama mengaku salah dan meminta maaf, ini juga dapat menjadi contoh yang positif bagi anak.
Anak akan belajar bahwa dalam sebuah hubungan apa pun, bukan tentang siapa yang benar dan salah. Ia juga akan belajar untuk menekan egonya jika benar-benar peduli pada orang lain.
Masalah yang muncul dalam keluarga, bukan bentuk persaingan yang wajib dimenangkan. Sebaiknya orangtua perlu menghindari pola pikir harus jadi pemenang saat terjadi masalah dengan anak.
Jangan ragu untuk meminta maaf secara tulus dan tunjukkan bahwa kesalahan ini tak akan diulangi lagi.
5. Hindari langsung mengkritik anak saat ia berbuat salah
Seperti yang Mama ketahui, hubungan dengan anak tidaklah selalu stabil dan sama dari waktu ke waktu. Ada masanya akan berubah, seiring dengan bertambahnya usia anak ketika ia sudah berpikir secara mandiri dan mampu mengambil keputusan sendiri.
Tak jarang bahwa keputusan yang anak ambil bisa salah dan berdampak buruk bagi dirinya dan orang lain. Namun cobalah untuk bersikap tenang dan jangan terjebak dalam luapan emosi.
Ketika anak melakukan kesalahan, hindari menghakiminya tanpa memberikan kesempatan untuk menjelaskan. Jangan buru-buru menyimpulkan anak salah, terlebih saat Mama sedang emosi.
Tahan diri sebentar dan biarkan anak menjelaskan apa yang terjadi sampai jelas. Sebab, setiap keputusan yang anak ambil pasti ada alasan yang membelakanginya.
Dengan mengetahui apa alasan dari perilaku buruk anak, Mama dapat memberikan konsekuensi yang adil tanpa merusak hubungan.
Nah itulah beberapa tips membangun komunikasi yang sehat dengan anak. Memiliki komunikasi yang sehat dengan anak, tak hanya akan membantunya dan Mama lebih memahami emosi satu sama lain, tetapi juga akan memperkuat hubungan orangtua dengan anak.
Dengan komunikasi yang sehat, secara intuitif anak akan merasakan bahwa Mama memahaminya lebih baik karena Mama meluangkan waktu dan energi untuk peduli dengannya.
Baca juga:
- 7 Hal yang Tidak Boleh Mama Lakukan saat Anak Mengatakan Perasaannya
- 7 Rahasia Membuat Anak Tumbuh dengan Bahagia dan Produktif
- 5 Tips Memiliki Komunikasi Terbuka dan Jujur dengan Anak Pra-Remaja