5 Cara Mengajarkan Anak Menjadi Kritis Terhadap Lingkungannya
Kritis bukan berarti menjadi tukang kritik ya...
21 Oktober 2018
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Mengajarkan si Anak untuk menjadi kritis adalah hal yang sangat penting untuk zaman now. Kenapa hal tersebut menjadi penting?
Menjadi kritis itu penting sebab keterbukaan informasi di dunia berkembang dengan pesat. Informasi yang memiliki kredibilitas bersaing dengan informasi palsu dan sesat, bahasa kerennya hoax. Ya, macam berita-berita hoax yang beredar belakangan ini di masa kampanye pemilu.
Coba deh Mama bayangkan, jika si Anak menerima hoax dan mengamininya. Ngeri, deh! Nah, jadi setuju ya mengajarkan si Anak menjadi kritis adalah penting dan krusial. Kenapa harus dimulai sejak sekarang?
Usia muda adalah masa pembentukan keterampilan kognitif anak. Sikap kritis adalah salah satu keterampilan berpikir, atau biasa disebut pemikiran kritis. Jika sudah mulai diajarkan dan dilatih sejak usia sekarang maka diharapkan ia di masa mendatang menguasai keterampilan berpikir kritis dengan baik dan mampu memilah informasi yang kredibel.
Mama perlu cara efekif dan jitu dalam mengajarkan keterampilan kognitif berpikir kritis, agar ia mampu sukses di masa depan. Nah, Popmama.com mau berbagi cara-caranya.
1. Ajarkan Si Anak untuk bertanya
Masih ingatkah saat si Anak selalu ingin tahu dan bertanya?
Itu adalah hal alami, jangan dihilangkan rasa ingin tahunya sebab dunia ini adalah dunia petualangan untuk dieksplorasi dan diinvestigasi oleh si Anak.
Ajarkan cara menggunakan 5W and 1H yang tepat untuk membiasakan mereka membuat open-ended question, daripada pertanyaan dengan jawaban ya dan tidak.
Misalnya: “Kenapa harus menata sepatu di tempatnya?,” “Bagaimana cara mengikat tali sepatu yang kuat?.”
Pertanyaan dengan kata tanya kenapa, mengapa, dan apa merupakan pilihan tepat untuk berdiskusi. Popmama.com ingatkan ya, Ma. Hindari kebiasaan untuk langsung memberikan jawaban langsung ketika si Anak bertanya.
Editors' Pick
2. Dorong Si Anak untuk berpikiran terbuka
Si Anak zaman now umumnya nempel dengan gawai mereka. Bukalah diskusi tentang hal-hal yang mereka sukai, misalnya “Apa pendapatmu tentang ksatria Jedi?.”
Buat perdebatan kecil dan tetap dengan pikiran terbuka. Ajarkan mereka untuk menggunakan fakta sebagai pendukung opini mereka. Diskusi dan perdebatan akan melatih si Anak untuk mampu menerima pendapat orang lain dan belajar menggunakan fakta guna mendukung opini mereka.
3. Buat hubungan peristiwa
Dunia sekitar mereka penuh dengan kejadian yang terpola. Latih keterampilan riset mereka untuk melihat pola tersebut, lalu membuat hubungan bagaimana pola itu berpengaruh pada diri si Anak.
Juga bisa menghubungkan pengalaman si Anak dengan kejadian atau fenomena yang sedang terjadi. Misalnya, ketika menonton atau membaca buku ajak ia untuk menebak aksi atau kejadian yang mungkin terjadi dalam cerita tersebut.
Minta si Anak untuk menjelaskan alasan jawaban atau argumen mereka. Dengan ini si Anak dilatih untuk belajar analisa dan membentuk hubungan dari fenomena yang mereka observasi.
4. Asah si Anak agar terampil mencari informasi terpercaya
Dorong si Anak untuk membaca buku dengan topik tertentu, menonton film yang berhubungan dengan topik yang sedang digali. Dengan melakukan ini Mama melatih keterampilan riset.
Biasakan si Anak untuk membedakan fakta dan opini, sebab informasi zaman now sangat banyak namun kurang kredibel. Informasi faktual yang kredibel adalah alat yang kuat untuk mendukung pendapat mereka.
Ingatkan ia bahwa selalu ada dua sisi dalam setiap kejadian, ajak dia untuk menginvestigasi bersama Mama. Selain itu minta ia untuk selalu berpikiran terbuka saat menginvestigasi. Kemudian menggunakan akal sehat dalam menarik kesimpulan.
5. Ajarkan Si Anak tanggung jawab sosial
Si Anak selain suka bertanya, juga suka berbagi tentang informasi yang didapatnya.
Ingatkan ia, bahwa sebelum berbagi cerita dan informasi dirinya memiliki tanggung jawab untuk berbagi informasi faktual yang kredibel. Sebab informasi yang salah akan menjadi hoax.
Keterampilan berpikir kritis bukan hanya kemampuan berpikir rasional, namun kemampuan untuk berpikir secara mandiri, menggunakan akal sehat dalam menilai dan berbagi informasi tanpa pengaruh dari luar seperti teman atau orangtua.
Gampang kan, Ma?