Kekerasan pada Anak saat Pandemi Meningkat, Apa Alasannya?
Tingkat stres dan permasalahan ekonomi merupakan faktor utama
22 Juli 2021
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Salah satu hal yang cukup mengejutkan selama pandemi ini adalah bahwa tindak kekerasan oleh orangtua terhadap anak ternyata semakin meningkat. Waktu bertatap muka yang bertambah dengan anggota keluarga yang lain rupanya bukan jaminan untuk keserasian tercipta.
Tentu saja segala bentuk kekerasan memberikan dampak yang buruk terhadap tumbuh-kembang anak. Bukan hanya mampu menuntun kepada penurunan akhlak si Anak, tapi juga dapat menyebabkan penyakit, seperti stroke hingga diabetes.
Untuk informasi selengkpnya, yuk simak ulasan dari Popmama.com tentang kekerasan orangtua terhadap anak selama masa pandemi di bagian berikut ini!
1. Kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia masih marak, bahkan meningkat selama pandemi
Tidak banyak masyarakat Indonesia yang sadar kalau fenomena kekerasan anak masih begitu mengkhawatirkan. Menurut data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA), dari 3.087 kasus kekerasan yang tercatat, 1848 kasus menunjukkan adanya kekerasan seksual, 852 kasus termasuk kekerasan fisik, dan 852 kasus lainnya merupakan kekerasan psikis pada anak.
Wajib sekali untuk diketahui bahwa terlindung dari segala jenis kekerasan adalah hak setiap anak, Ma. Hal ini telah tertuang dalam pasal 19 Konvensi Hak-hak Anak (KHA) yang berbunyi,
“Tiap anak berhak mendapatkan pengasuhan yang layak, dilindungi dari kekerasan, penganiayaan, dan pengabaian.”
Sayangnya selama pandemi sendiri, jumlah kekerasan pada anak berupa fisik maupun verbal menunjukkan peningkatan sebesar 15%. Padahal, angka tersebut sempat turun di awal-awal pandemi.
“Namun kejenuhan dan tuntutan kerja pada akhirnya meningkatkan angka kejadian kekerasan,” jelas dr. HM. Soeroyo Machfudz, Sp.A (K), MPH, dosen Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (FK UII).
Editors' Pick
2. Faktor yang memicu terjadinya kekerasan oleh orangtua terhadap anak selama pandemi
Adanya fenomena kekerasan pada anak tidak terlepas dari tingkat stres, persoalan ekonomi, hingga kematangan kepribadian orangtua.
1. Rutinitas yang Semua Beralih ke Rumah
Sebagai contoh, perpanjangan PPKM pastinya memiliki sejumlah efek buruk bagi kesehatan mental. Mama mungkin mengira kalau semakin bertemu dengan anggota keluarga lainnya, maka hubungan akan terjalin semakin kuat. Namun hal sebaliknya bisa pula terjadi.
Karena semua aktivitas dipindahkan ke rumah, capek yang muncul pun lantas juga ‘menumpuk’ di rumah. Hendak keluar supaya pikiran lebih segar, tidak bisa dilakukan karena masih PPKM. Alhasil, rasa bosan, jenuh, dan penat memuncak yang mengakibatkan tersulutnya konflik dalam rumah. Tidak menutup kemungkinan anak-anak menjadi sasaran amarah orangtua.
2. Masalah Ekonomi selama Pandemi
Ketika berbicara soal pandemi, maka masalah ekonomi tidak boleh diabaikan begitu saja. Hampir semua kalangan masyarakat mengalaminya selama virus Corona mewabah. Munculnya permasalahan tersebut semakin menambah tekanan yang harus diemban orangtua.
"Perubahan pada kondisi finansial keluarga akibat adanya Covid-19 (kesulitan mengakses kebutuhan pokok), diyakini akan semakin memperburuk tekanan psikologi pada keluarga yang dapat berdampak fatal bagi kondisi keluarga,” kata Dr. Yulina Eva Riany, Dosen IPB University dari Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen (IKK), Fakultas Ekologi Manusia (Fema).
Sejumlah penelitian juga mendukung adanya hubungan perekonomian dengan kekerasan oleh orangtua. Lebih tepatnya menyebutkan bahwa hampir semua tindak kekerasan pada anak berasal dari keluarga dengan kondisi sosial-ekonomi yang rendah.
3. Orangtua yang Minim Pengetahuan dalam Mengasuh Anak
Kedua faktor tersebut sebelumnya lantas diperparah oleh pengetahuan orangtua tentang pola pengasuhan anak. Orangtua yang hanya mengerti pola asuh anak berupa hukuman cenderung menunjukkan sikap kekerasan kepada anak-anaknya.
Hal ini seperti yang terjadi pada kasus pembunuhan yang dilakukan seorang ibu di Tangerang. Putrinya yang masih kelas 1 SD merasa tidak mampu mengikuti proses belajar-mengajar secara daring. Alhasil, ibu tersebut jengkel dan nekat menganiaya hingga nyawa anak kandungnya terenggut.
Dalam hal ini, sabar dan membekali diri dengan pengetahuan tentang pola asuh anak yang tepat sangat penting, Ma.