Nadiem: Tidak Ada PJJ yang Optimal di Setiap Negara Selama Pandemi
Kemendikbud terus mengusahakan agar PJJ lebih efektif
2 September 2020
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Setelah enam bulan lamanya pandemi Covid-19 masih berlangsung, seluruh kegiatan banyak dialihkan secara daring dari rumah. Begitu pun dengan kegiatan elajar mengajar yang digantikan menjadi Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ)).
Tak hanya di Indonesia, sistem PJJ ini juga diterapkan diberbagai negara untuk tetap terjaganya proses belajar di tengah mewabahnya virus corona.
Melalui Rapat Kerja dengan Komisi X DPR RI, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengatakan tidak ada PJJ yang optimal di setiap negara. Dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk melakukan hal berbeda dari baisanya, begitu pula untuk PJJ ini.
Dilansir dari wawancara eksklusif IDN Times pada Selasa (1/9/2020), Nadiem menyebutkan, "Jadi, bagi yang bilang bahwa di dunia ada PJJ yang optimal, itu tidak benar."
Editors' Pick
1. Masih belum adanya tolak ukur kesuksesan PJJ selama pandemi
Terhitung sudah enam bulan wabah virus corona, itu berarti sudah enam bulan juga sistem PJJ dilakukan oleh pemerintah demi keberlangsungan kegiatan belajar mengajar.
Namun selama enam bulan beralngsung, hingga saat ini masih belum ada tolak ukur kesuksesan PJJ selama masa pandemi Covid-19.
Dalam Rapat Kerja dengan Komisi X DPR RI, Nadiem menyebutkan setiap negara yang menerapkan PJJ juga merasa kesulitan karena kurangnya keefektifan. Namun, ini menjadi tantangan bagi bagi Kemendikbud untuk menjalankan PJJ selama pandemi masih berlangsung.
Menurut Nadiem, tolak ukur kesuksesan sistem PJJ disetiap negara hanya dapat diukur setelah negara tersebut dapat melewati masa pandemi ini.
“Jadi, untuk bilang ada PJJ yang sukses, kita gak ada yang tahu kasus PJJ yang sukses. Karena kita harus memonitor bertahun-tahun setelahnya,” ujar Nadiem.
2. Alokasi dana Rp 1 triliun untuk bantuan biaya pembelajaran
Kemendikbud mengalokasikan dana Rp1 triliun untuk bantuan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Sebab selama proses PJJ berlangsung, banyak mahasiswa mengeluhkan mahalnya biaya pembelajaran. Terlebih bagi orangtua yang terkena dampak adanya Covid-19 ini.
Untuk menyikapi keluhan tersebut, Nadiem menyebutkan bahwa Kemendikbud telah merealokasikan dana Rp1 triliun untuk bantuan UKT mahasiswa, terutama bagi mahasiswa perguruan tinggi swasta.
“Jadi kami merasa ini merupakan hal yang sangat penting untuk kami lakukan dalam membantu mahasiswa,” tutur Nadiem.
3. Sekolah tatap muka dengan aman menjadi prioritas Kemendikbud
Menjawab krisis pembelajaran yang saat ini dialami masyarakat Indonesia, Kemendikbud saat ini memprioritaskan dapat belajar secara tatap muka dengan aman.
“Prioritas nomor satu adalah bagaimana mengembalikan anak-anak ke sekolah dengan cara yang paling aman,” kata Nadiem.
Nadien mengatakan, beberapa daerah di Indonesia telah melakukan proses pembelajaran tatap muka dengan tetap mematuhi protokol kesehatan yang ketat. Daerah terdepan, terpencil, dan tertinggal (3T) yang berada di zona kuning dan hijau Covid-19, menjadi prioritas utama dalam penerapan proses pembelajaran tatap muka.
Meski masih rawan, namun menurut Nadien, dikarenakan 88 persen dari daerah 3T tersebut berada di zona kuning dan hijau, Kemendikbud memutuskan untuk bisa memulai tatap muka dengan protokol kesehatan yang sangat ketat.
Bagaimana menurut Mama? Sudah siapkah jika sekolah kembali dibuka dan kegiatan belajar mengajar kembali dilakukan secara tatap muka?
Apa pun keputusannya nanti, semoga seluruh lapisan masyarakat khususnya orangtua yang memiliki anak, tetap mematuhi protokol kesehatan ya! Hal ini tentu untuk melindungi anak dari terpapar virus Covid-19 yang masih mewabah.
Baca juga:
- Cara Dapat Kuota Internet Gratis 35 GB untuk Pelajar dari Kemendikbud
- 5 Cara Membagi Waktu Antara Bekerja dan Anak Sekolah Online
- Anak Pergi Sekolah atau ke Mal Sama-Sama Berbahaya, Cek Fakta!