Letak Museum Geologi, Tempat Belajar Berbagai Jenis Batu dan Mineral
Museum Geologi sudah berdiri sejak tahun 1929
22 Januari 2025

Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Museum Geologi adalah salah satu destinasi edukasi yang menarik di Kota Bandung. Tempat ini menyimpan beragam koleksi batuan, fosil, dan mineral yang sarat akan sejarah bumi. Museum Geologi didirikan pada tahun 1928, museum ini menjadi pusat pembelajaran tentang geologi dan perkembangan kehidupan di planet kita.
Dengan suasana yang nyaman dan informatif, Museum Geologi cocok dikunjungi oleh semua kalangan, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, yang ingin mengeksplorasi keajaiban alam secara lebih dekat.
Popmama.com akan memberikan informasi tentang letak Museum Geologi, tempat belajar berbagai jenis batu dan mineral. Simak informasinya di bawah ini.
1. Isi Museum Geologi
Sesuai dengan namanya, Museum Geologi hadir dengan tujuan utama untuk memberikan edukasi kepada pengunjung mengenai sejarah yang berkaitan dengan geologi. Di museum ini, pengunjung dapat mempelajari berbagai hal, seperti sejarah kehidupan manusia dan alam sekitar, pemetaan sumber daya mineral, hingga koleksi fosil manusia purba yang sangat berharga.
Selain itu, museum ini juga memberikan wawasan tentang proses pembentukan bumi, jenis-jenis batuan, serta peran penting geologi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan koleksi yang lengkap dan informatif, Museum Geologi menjadi tempat yang tepat bagi siapa saja yang ingin memahami lebih dalam tentang sejarah bumi dan kekayaan alamnya.
Editors' Pick
2. Sejarah Museum Geologi
Museum Geologi Bandung resmi didirikan pada 16 Mei 1929. Sebelum kembali dibuka untuk umum pada tahun 2000, museum ini sempat ditutup untuk menjalani proses renovasi. Keberadaan Museum Geologi berawal dari inisiatif Dienst van den Mijnbouw atau Dinas Pertambangan pada masa Hindia Belanda, yang memerlukan tempat untuk menyimpan hasil penelitian tambang.
Pembangunan gedung museum dimulai pada 23 April 1927 dengan melibatkan arsitek Ir. Menalda van Schouwenburg. Desain gedungnya menggunakan gaya arsitektur Art Deco dan dikerjakan oleh sekitar 300 pekerja bangunan, dengan biaya yang diperkirakan mencapai 400 gulden.
Selama Perang Dunia II, gedung ini sempat dialihfungsikan sebagai markas Angkatan Udara oleh pemerintah Hindia Belanda. Koleksi museum kemudian dipindahkan ke Gedung Pensioen Fonds, yang sekarang dikenal sebagai Gedung Dwiwarna. Pada masa pendudukan Jepang, pengelolaan museum diambil alih oleh Kogyo Zimusho dan namanya diubah menjadi Chisitsu Chosasho. Setelah Indonesia meraih kemerdekaan, pengelolaan museum beralih ke Djawatan Tambang dan Geologi.