5 Tips untuk Menangani Anak yang Galau karena Puber Terlalu Cepat
Haid atau berkumis duluan padahal teman yang lain belum, bisa mengganggu psikologis anak, lho!
18 Mei 2019
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Masa puber adalah milestone besar dalam kehidupan seorang manusia. Perubahan bentuk fisik dan mental, kadang perlu waktu untuk bisa diterima. Kebanyakan anak-anak malah mengalami masa sulit ketika memasuki masa puber ini.
Mereka harus membiasakan diri dengan sakitnya payudara tumbuh, tidak nyamannya saat haid, repotnya punya kumis dan bulu-bulu lain, suara yang menjadi serak dan tidak enak, juga mimpi basah yang kadang bikin malu.
Nah, masa puber umumnya terjadi mulai usia 10-12 tahun. Di range waktu itu, ada anak-anak yang mengalaminya lebih cepat dari anak lain dan ada yang terlambat. Cepat atau lambat pubertas pertama ini tergantung kesiapan fisik anak. Namun, jika berlangsung terlalu dini, dalam arti anak mama mengalaminya sebelum teman-temannya puber, ia pasti akan kesulitan beradaptasi.
Bagaimana mama bisa membantu anak mama melalui masa-masa sulit ini? Ini tips dari Popmama.com.
1. Mulai edukasi soal puber di usia 6 tahun
Puber, pasti akan dialami anak. Usia normal, untuk puber adalah 12 tahun, 4 bulan. Anak perempuan disebut puber dini jika sudah tumbuh payudara atau haid di usia 7 tahun. Sementara anak laki-laki disebut puber dini jika di usia 9,5 tahun sudah tumbuh bulu-bulu dan mimpi basah.
Agar anak-anak tidak terkejut mengenai kondisi puber, Mama harus memulai edukasi tentang ini saat anak-anak masuk sekolah dasar.
Pengetahuan mengenai masa puber adalah bagian dari pendudukan seks. Ini gunanya agar anak-anak sudah mulai mempersiapkan mental mereka menghadapi masa puber.
Jane Mendle, seorang psikolog dan profesor dari Universitas Cornell mengatakan bahwa anakanak yang mengalami puber dini cenderung stres, depresi, dan mengalami kesulitan bergaul dengan teman sebayanya.
Mereka merasa dirinya aneh sebab bentuk fisiknya tidak sama dengan anak-anak lain. Payudara yang tumbuh terlalu cepat membuat anak perempuan enggan melakukan aktivitas fisik, misalnya olahraga. “Mereka tidak nyaman karena payudara yang tumbuh sakit dan mengganggu cukup banyak aktivitas, terutama olahraga,” kata Jane di dalam artikel di situs National Public Radio.
Jane mengatakan bahwa anak-anak akan menerima kondisi mereka yang berbeda itu jika sudah tahu bahwa semua orang akan mengalami puber dan bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada dirinya di masa itu.
Edukasi mengenai pubertas sejak dini akan membuat anak paham mengenai masa itu. Lagipula, Mama akan memiliki cukup banyak waktu untuk menambah pengetahuan dan lebih santai saat melakukannya.
Editors' Pick
2. Mengungkapkan kebutuhan anak ke guruÂ
Seperti yang telah diungkapkan pada poin pertama, anak yang telah mengalami puber cenderung mengalami kesulitan bergaul dengan teman-temannya. Mereka, jika tidak memiliki pengetahuan mengenai pubertas, akan berpikir, “Mengapa hal buruk ini terjadi padaku? Mengapa aku berbeda?”. Perasaan buruk itu akan memengaruhi perkembangan psikologis anak sehingga mereka merasa minder dan depresi.
“Anak-anak yang mengalami puber dini tetapi tidak punya pengetahuan mengenai itu, tidak bisa menerima dirinya sendiri. Perbedaan yang dialami akan membuatnya dijauhi teman. Tanpa pengetahuan yang memadai, mereka tidak akan bisa memberi pengertian kepada teman-temannya dan malah mundur dari pergaulan,” kata Cosette Taillac, psikoterapis dari Kaiser Permanente, Oakland, California.
Jika ini yang terjadi, Mama harus membantu anak mama dengan mengungkapkan masalah ini ke guru sekolah. Pihak sekolah bisa membantu anak mama dengan misalnya, memberi izin anak mama ganti baju saat olahraga di ruangan sendiri. Atau dengan cara memberikan edukasi seks kepada murid-murid yang lain, agar mereka bisa memahami pula apa yang terjadi pada anak mama.
3. Tidak memaksa anak untuk bicara
Anak mama yang telah puber mungkin akan sangat malu menceritakan masalahnya, bahkan kepada mama. Cara terbaik untuk menghadapi hal ini adalah dengan tidak memaksa si Anak menceritakan kondisi atau perasaannya. Memaksa mereka hanya akan membuat perasaan hati mereka buruk dan mungkin mereka malah marah kepada Mama.
Beri anak mama waktu untuk memahami dirinya sendiri. Yang terbaik perlu Mama lakukan adalah membaca tanda-tanda emosi yang mereka tinjukan. Selesaikan masalah emosi yang terlihat, misalnya saat murung, tanyakan mengapa ia murung, tanpa menyinggung masalah lainnya dan memperbesar ketidaksukaan mereka akan kondisi yang berbeda itu.
4. Gunakan buku atau film sebagai alat komunikasi
Buku dan film selamanya akan menjadi sarana yang baik untuk menjadi media komunikasi. Gunakan buku cerita atau film mengenai pubertas sebagai alat edukasi.
Mama bisa memilih menonton bersama serial Girl Meets World (2014-2016), Lady Bird (2018), atau Eight Grade (2018). Masa puber, memang menarik dibahas dalam film atau buku karena ini adalah masa yang cukup kompleks dalam sejarah hidup manusia. Konflik emosi dan psikologis yang kuat menjadi sumber cerita yang keren.
Lewat buku dan film, Mama akan lebih mudah memasukan nilai-nilai moral, pengetahuan, dan bida menjelaskn cara penyelesaian dengan bahasa orang ketiga sehingga tidak berkesan menggurui atau memaksa.
5. Selalu siap sedia menjadi tempat curhat
Meski anak-anak mungkin akan enggan berbicara dengan orangtuanya mengenai masa puber, namun mereka tetap butuh teman bicara. Artinya, Mama dan Papa harus siap menjadi tempat curhat mereka. Biarkan mereka bercerita jika mereka merasa perlu menceritakan masalahnya.
Tahan diri untuk tidak emosi, defensif, atau menekan anak. Beri kesempatan kepada mereka mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Jawab pertanyaan mereka, beri solusi jika mereka membutuhkan, beri saran jika mereka menginginkan.
Semoga masa galau segera berakhir ya, Ma!
Baca juga:
- Penyebab dan Akibat yang Ditimbulkan dari Pubertas Dini
- Tips Antipanik! Tetap Tenang Menghadapi Menstruasi Pertama Anak Mama
- Ini Penyebab Gadis Kecil Mama Alami Menstruasi Dini
- Bisa Menstruasi! Ini 7 Fakta Unik yang Terjadi pada Bayi Baru Lahir