Enggak ada noda, enggak belajar! Mungkin tagline itu sudah sangat melekat di benak para orangtua, ya. Membiarkan anak bermain bebas sambil menjelajahi alam terbuka memang baik untuk menunjang tumbuh kembangnya. Walau begitu, Mama sebaiknya tetap waspada dengan bahaya cacingan, yang seringkali disebabkan karena penularan telur cacing melalui tanah (soil transmitted helminthiasis).
Momen bermain riang di tanah kotor itu memang biasanya dilakukan balita, namun bukan berarti anak remaja tidak bisa tertular parasit telur cacing juga, lho. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), penyakit kecacingan dapat ditularkan melalui beberapa cara, di antaranya melalui makanan atau minuman yang tercemar telur cacing. Ya, cacing rupanya punya banyak cara untuk menyebarkan telur-telurnya ke tubuh manusia (dari balita, remaja, hingga orang dewasa!).
Walau semua orangtua sudah pernah mendengar penyakit cacingan, namun sepertinya belum banyak yang tahu tentang fakta-fakta penting di balik penyakit ini. Apa saja ya fakta tersebut? Simak beberapa fakta tentang cacingan berikut ini yuk, Ma.
1. Sering menyerang anak usia sekolah
Freepik/freephoto
Tidak hanya balita, anak remaja juga bisa saja mengalami penyakit cacingan. Menurut IDAI, biasanya penyakit ini paling sering terjadi pada anak usia 5 sampai 14 tahun.
Menurut Departemen Kesehatan RI, cacingan biasanya terjadi pada anak-anak karena daya tahan tubuhnya masih rendah, sehingga belum bisa ‘melawan’ dari dalam tubuh.
2. Bisa disebabkan oleh iklim tropis
Freepik/freephoto
Menurut Kemenkes RI, ada banyak faktor yang mempengaruhi seringnya penyakit ini terjadi di Indonesia. Beberapa faktor tersebut, di antaranya:
- Iklim tropis,
- rendahnya kesadaran akan kebersihan,
- sanitasi buruk,
- kondisi sosial ekonomi masih rendah,
- kepadatan penduduk.
Editors' Pick
3. Cacingan menurunkan IQ anak
Freepik/freephoto
Mengutip laman Kemenkes RI, Direktur Jenderal Pengendalian dan Penyehatan Lingkungan (P2PL), Prof. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K), MARS, DTM&H, mengatakan kalau penyakit cacingan masih sering dianggap sepele, padahal dampaknya cukup besar bagi penderita dan keluarganya.
Menurut Prof. Tjandra, kerugian akibat kecacingan tidak terlihat secara langsung, maka sering dianggap sepele oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Padahal, penyakit ini bisa menyebabkan:
- Anemia,
- lemas dan lesu,
- kurang bersemangat,
- kurang gizi,
- mengantuk,
- malas belajar,
- IQ menurun,
- prestasi menurun,
- produktivitas menurun,
- berat badan lahir rendah,
- gangguan proses persalinan (pada Mama yang kena infeksi parasit cacing).
4. Cacing ‘mencuri’ nutrisi anak
Freepik/nensuria
Menurut IDAI, cacing di dalam tubuh berpengaruh terhadap pemasukan, pencernaan, penyerapan, dan pengolahan makanan.
Dengan begitu, infeksi cacing bisa berakibat hilangnya protein, karbohidrat, lemak, dan vitamin dalam jumlah besar. Inilah yang disebut cacing ‘mencuri’ banyak nutrisi baik anak.
Bukannnya menunjang pertumbuhan anak, justru makanan menunjang pertumbuhan cacing di usus si Anak, Ma.
5. Jenis-jenis cacing nakal!
Freepik/brgfx
Ada beberapa jenis cacing yang bisa menimbulkan infeksi pada anak, yaitu:
- Cacing gelang (Ascaris lumbricoides)
Biasanya masuk ke tubuh manusia berupa telur yang ada di sayuran dan buah yang tidak dibersihkan dengan baik. Cacing gelang dewasa ukurannya 20-30 cm, dan mampu bertelur 200.000 telur per harinya. Menurut Kemenkes RI, satu ekor cacing gelang saja bisa mengisap 0,14 gram karbohidrat dan 0,035 protein.
- Cacing cambuk (Trichuris trichuria)
Jenis ini bisa bertelur sekitar 5.000 sampai 10.000 butir telur per hari. Satu ekor cacing cambuk saja bisa mengisap 0,005 mL darah. Parahnya lagi, cacing cambuk bisa membenamkan kepalanya di usus dan menyebkan diare.
Ini bisa bertelur sekitar 15.000 sampai 20.000 butri telur per hari. Larva cacing tambang bahkan bisa menembus kulit kaki, hingga terbawa pembuluh darah ke dalam usus halus, paru, dan jantung. Menurut Kemenkes, satu ekor cacing tambang bisa mengisap 0,2 mL darah.
- Cacing kremi (Enterobius vermicularis)
Cacing ini mungkin kecil dan putih, namun bisa bersarang di usus besar dan mudah menulari orang lain. Kalau cacing sudah dewasa, ini akan berpindah ke anus dan siap untuk bertelur, telur cacing kremi ini yang menimbulkan rasa gatal pada anus. Bila digaruk, telur akan pecah dan larvanya masuk ke dalam dubur.
6. Cara mencegah
Freepik/freephoto
Perilaku hidup bersih dan sehat ternyata efektif mencegah infeksi cacing. IDAI dan Kemenkes sangat menyarankan untuk rutin mencuci tangan dengan sabun sebelum makan, menggunting kuku seminggu sekali, dan mencuci buah dan sayur sebelum dikonsumsi.
Mama dan keluarga juga sangat diimbau untuk selalu mengenakan alas kaki, karena cacing bisa menembus kulit kaki dan menyebar hingga ke jantung lho, Ma.
7. Jangan lupa minum obat cacing
Freepik/Spukkato
Selain menjalankan perilaku hidup bersih, IDAI dan Kemenkes juga menyarankan untuk minum obat cacing setiap 6 bulan sekali. Pemberian obat cacing ini dapat dimulai sejak anak berusia 2 tahun, dan perlu juga diberikan untuk anak remaja sekali pun. Ya, walaupun anak remaja tidak pernah main tanah seperti balita, tetapi risiko infeksi cacing itu akan selalu ada.
Namun menurut IDAI, prinsip pemberian obat cacing pada anak adalah bila hasil pemeriksaan tinja ditemukan telur cacing atau cacing saja ya, Ma.
Yuk, pastikan tumbuh kembang anak optimal dengan menerapkan perilaku hidup sehat, agar anak mama bebas dari infeksi cacing. Semangat ya, Ma!