Waspada Hoax, Bantu Anak Mengetahui Tanda-Tanda Berita Bohong
Hoax, berita bohong, informasi yang salah, jika ikut menyebarkan maka bisa kena sanksi lho
22 Januari 2022
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Apakah anak mama sudah mampu mengidentifikasi berita atau informasil palsu yang beredar di sekitarnya? Biasanya anak mengetahui informasi baru melalui media sosial yang diaksesnya, entah dari Facebook, Twitter, Intagram, atau TikTok.
Jangan sampai anak terjerat Hoax/berita bohong/informasi palsu. Lindungi hak anak untuk mendapatkan informasi yang benar.
Berikut Popmama.com membahas cara melindungi anak adari berita hoax.
Yuk, bantu anak dengan memberi tahu cara mengetahui berita bohong atau informasi yang salah di media digital.
1. Mengapa anak mudah mempercayai hoax
Anak remaja tumbuh dengan perilaku atau kebiasaan menjelajahi media sosial. Mereka bahkan sanggup melakukannya lebih dari 4 jam dalam sehari.
Dilansir dari theconversation.com, sebuah penelitian yang dirilis pada tahun 2016 oleh Universitas Stanford menunjukkan anak-anak mungkin lebih fokus pada konten postingan media sosial bila dibandingkan dengan sumber lainnya.
Menurut laporan yang ditulis, dari 203 siswa sekolah menengah yang disurvei, lebih dari 80 persen menganggap iklan native di situs berita yang dilabeli "konten bersponsor" adalah berita nyata.
Mayoritas siswa ditanya oleh para peneliti, dan mereka tidak mengenali dan menjelaskan pentingnya tanda centang biru pada akun media sosial seperti di Facebook atau Instagram.
Karena kurang peduli, anak-anak tersebut masih lebih mudah mempercayai informasi palsu. Ini tantangan bagi orangtua.
Editors' Pick
2. Pendampingan orangtua bisa meminimalisir bahaya berita bohong bagi anak-anak
Ada hal yang bisa orangtua lakukan untuk emminimalisir bahaya berita bohong atau hoax bagi anak khususnya bagi remaja.
Peka pada sumber berita
Anak harus sadar dari mana mereka mendapatkan sumber berita yang mereka baca. Jika akun yang membagikan berita tidak terverifikasi maka sebaiknya memastikan ulang apakah informasi itu sudah benar atau belum.
Setidaknya anak bisa mempertanyakan beberapa hal berikut ini sebelum membagikannya ke orang lain:
- Siapa yang memposting informasi tersebut?
- Siapa orang yang ia kenal yang follow akun tersebut?
- Siapa yang dibicarakan dalam postingan tersebut?
- Siapa yang untung atau rugi dari postingan tersebut?
- Seberapa penting informasi tersebut sehingga diunggah ke media sosial?
- Jika banyak interaksi di postingan tersebut, apa isi percakapannya? Jika ujaran kebencian mendominasi lebih baik pertimbangkan lagi.
Dari beberapa hal di atas, seharusnya anak memiliki filter atau pertimbangan untuk mempercayai sebuah informasi. Ia juga tidak akan membagikan sebuah berita dengan begitu saja.
3. Cara mendeteksi berita atau informasi palsu
Jika pada postingan itu tertera ajakan untuk mengisi data atau mendaftar pada sebuah URL, ada baiknya ditelaah dulu apakah itu website resmi atau bukan?
Misal adanya ajakan mendaftar untuk BLT anak sekolah, promo fast food, atau voucher diskon ecommerce. Biasanya URL yang diposting di media sosial atau tersebar melalui broadcast WhatsApp itu bukan berasal dari situs resmi mereknya.
Jadi penting sekali untuk mencermati perbedaan. Anak bisa googling, misal website resmi KFC, website resmi Shopee, sehingga data anak seperti email dan alamat rumah tidak mudah tersebar begitu saja.
Selain itu penting untuk melakukan pengecekan secara berkala, misal ada berita bencana alam. Ada berita mengatakan suatu daerah yang menjadi korban sekian orang, listrik terputus, warga tidak dapat makan.
Nah, sebelum membagikan berita tersebut sebaiknya lihat itu berita tanggal berapa. Jika sudah ditulis beberapa hari yang lalu, cek situs berita terpercaya untuk mendapat berita terkini yang lebih update.
Bisa saja kondisinya sudah berubah.
Hukuman bagi penyebar Hoax
Istilah hoax dalam dunia hukum lebih dikenal dengan sebutan berita bohong. Ada beberapa peraturan yang menjelaskannya dan mengatur sanksi bagi pelaku penyebar berita bohong.
Melansir dari lama Hukumonline, pada Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU 19/2016”) mengatur mengenai penyebaran berita bohong di media elektronik (termasuk sosial media) menyatakan:
Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
Jika melanggar ketentuan Pasal 28 UU ITE ini dapat dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016 , yaitu:
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
Jelas itu bukan jumlah yang sedikit. Itulah alasan mengapa anak perlu memverifikasi informasi yang ia terima dan jangan sampai ikut menyebarkan berita bohong.
Lindungi anak-anak dari berita bohong atau hoax, pendampingan dan menjalin kedekatan antara orangtua dengan anak juga sangat penting. Dengan ikatan hubungan yang erat, anak pun lebih terbuka dengan orangtua.
Baca juga:
- Jangan Sampai Tertipu, Yuk Ajarkan Anak 7 Cara Cek Fakta atau Hoax
- Paling Kritis, 5 Zodiak Remaja yang Tak Mudah Percaya Hoax
- Bagaimana Mengajarkan Anak Memilah Berita Hoax