Mengenal Distrofi Otot, Kelemahan Otot yang Menyebabkan Kelumpuhan
Anak sering terjatuh dan tersandung, atau tak mampu berlari normal? Waspada distrofi otot, Ma.
8 Mei 2019
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Distrofi otot adalah salah satu gangguan yang disebabkan karena kondisi kelainan otot. Penyakit yang juga disebut muscular dystrophy menyebabkan otot-otot tubuh menjadi sangat lemah ini merupakan kelainan bawaan yang dapat terlihat sejak masa kanak-kanak. Biasanya, pada usia 12 tahun, penderita distrofi otot membutuhkan kursi roda untuk beraktivitas, karena otot-ototnya terlalu lemah untuk bekerja.
Bagaimana mengenali gejalanya? Simak lebih lanjut pembahasan berikut ini, yuk Ma.
Editors' Pick
Mengenali Gejala Distrofi Otot pada Anak
Ada banyak hal yang dapat menyebabkan terjadinya distrofi otot, tetapi salah satu yang paling umum terjadi adalah Distrofi otot Duchenne. Menurut situs WebMD, kelainan ini umumnya terjadi pada anak laki-laki dan ditandai dengan adanya gejala seperti sering tersandung dan jatuh, jalan berjinjit, tidak dapat melompat dan berlari secara normal, kesulitan menaiki tangga, timbulnya rasa nyeri pada kaki, serta lemahnya otot bahu dan panggul.
Anak yang menderita distrofi otot umumnya merasa sangat sulit untuk bangun dari posisi duduk atau berbaring di lantai. Untuk melakukannya, mereka harus menarik tangan dan lutut serta menggerakkan tangan ke atas kaki untuk menguatkan posisinya sebelum akhirnya berhasil berdiri. Selain itu, anak-anak dengan distrofi otot sering memiliki betis yang sangat besar karena sejumlah besar timbunan lemak yang menggantikan otot.
Bagaimana Diagnosa Distrofi Otot?
Selain gejala yang telah disebutkan sebelumnya, distrofi otot pada anak dapat menyebabkan timbulnya gejala medis lain seperti sulit menelan, skoliolis, sulit benapas bahkan hilangnya jaringan otot secara bertahap.
Pada beberapa kasus, distrofi otot bisa jadi tidak diturunkan secara genetik, lho Ma, melainkan terbentuk dari mutasi gen atau perubahan sifat gen baru. Karena itu, dibutuhkan serangkaian pemeriksaan fisik yang meliputi:
- Tes darah, termasuk tes darah genetik.
- Biopsi otot, yakni pengambilan sampel kecil jaringan otot untuk diperiksa di bawah mikroskop.
- Elektromiogram (EMG) untuk memeriksa apakah kelemahan otot adalah hasil dari kerusakan jaringan otot ataukah kerusakan saraf.
- Elektrokardiogram (EKG) yaitu tes untuk mencatat aktivitas listrik jantung dan mendeteksi kerusakan otot jantung.
Penanganan Distrofi Otot pada Anak
Meski belum ada penanganan khusus terkait kelainan otot ini, tetapi jika tidak diterapi dengan tepat, dapat menyebabkan kondisi penderitanya semakin memburuk. Bahkan jika tidak terdeteksi dini, penderitanya bisa meninggal sebelum usia 20 tahun.
Untuk mencegah kompilasi lebih lanjut, dokter akan menyarankan untuk melakukan beberapa terapi, seperti terapi fisik, terapi dengan menggunakan alat bantu untuk meningkatkan kekuatan otot, pemberian obat-obatan, terapi untuk skoliosis dan juga konsultasi nutrisi untuk perbaikan pola makan yang akan mendukung kekuatan fisiknya.
Memiliki anak yang memiliki gangguan otot tentu bukan kondisi yang mudah ya, Ma. Sebab, gangguan ini membutuhkan manajemen seumur hidup untuk mencegah terjadinya kompilasi pada anak. Namun, dengan rajin berkonsultasi pada dokter dan disiplin dalam melakukan terapi, penderita distrofi otot dapat bertahan hidup dengan usia yang lebih panjang dibandingkan penderita umumnya.
Baca Juga:
- Agar si Kecil Semakin Lincah, Ini Tahapan Menstimulasi Otot Geraknya!
- 4 Latihan Agar Otot Bayi Sehat dan Kuat
- Perlu Tahu! Seluk Beluk Fototerapi, Perawatan untuk Bayi Kuning