Heboh Peer Pressure Anak SD, Bagaimana Mama Harus Menyikapinya?
Sedang ramai dibicarakan nih, Ma! Soal anak yang mogok sekolah karena merek sepatunya dihina
3 Mei 2019
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
"Sepatumu jelek. Bukan merk terkenal. Nih, sepatuku, mahal, belinya di luar negeri!"
"Apa? Liburan cuma ke Bali? Bukan liburan tuh. Namanya liburan tuh ke luar negeri dong!"
Masalah peer pressure atau social pressure ini sedang ramai dibicarakan di kalangan orangtua setelah konsultan finansial @Jouska_id mengangkat masalah ini di IG storynya. Jouska_id melihat fenomena ini beredar, ketika anak yang belum bisa memahami perjuangan finansial orangtuanya kemudian menuntut fasilitas atau barang yang sama dengan temannya yang mampu. Yang menjadi masalah adalah, kadangkala orangtua bingung menghadapi rengekan anaknya lalu berupaya memenuhi keinginan mereka walaupun itu berarti menguras kantung.
Namun, sebelum Mama mengatasi peer pressure dengan cara menyamai atau menyeimbangkan penampilan anak dengan teman-temannya, maka perhatikan hal-hal ini.
Peer Pressure, Tekanan Sosial yang Bisa Membuat Anak Stres
Jika Mama aktif di social media, tentunya tak asing dengan isu yang belakangan ini ramai dibicarakan netizen tentang peer pressure yang terjadi di lingkungan sekolah.
Tekanan sosial bisa dialami siapa saja, tak terkecuali anak-anak di sekolah. Bayangkan saja, Ma, orang dewasa yang mengalami tekanan sosial seperti pertanyaan "Kapan kawin?", "Kapan punya anak?", "Kok kerjanya gitu aja sih?" bisa stres. Apalagi jika anak-anak yang mengalaminya.
Peer pressure atau tekanan sosial yang terjadi antar teman sebaya dapat menjadi desakan yang membuat anak merasa stres, takut tidak punya teman dan dikucilkan karena tidak bisa mengikuti gaya hidup atau keinginan teman-temannya yang lain. Di sisi lain, anak merasa mereka perlu dan harus bisa mengikuti tuntutan teman sebaya supaya bisa masuk dan disukai oleh kelompok sosial mereka.
Editors' Pick
Dampak Buruk Peer Pressure
Peer pressure bisa berwujud macam-macam, tergantung tingkatan usia anak dan situasinya. Mulai dari bullying saat jam istirahat sekolah hingga paksaan minum alkohol dan narkoba untuk anak-anak yang lebih besar.
Dilansir dari accreditedschoolsonline.org, peer pressure seringkali menimbulkan perasaan bersalah pada seorang anak karena ia tahu apa yang ia lakukan atau ia tuntut pada orangtuanya adalah hal yang salah. Tetapi perasaan ingin diterima lingkungannya membuat mereka tetap melakukannya agar merasa tetap dekat dengan kelompok sosial yang diinginkannya.
3 Tipe Peer Pressure yang Harus Diketahui Orangtua
Sebagai orangtua, kita tak bisa menutup mata bahwa kenyataan ini memang banyak terjadi di sekitar kita. Yang perlu Mama dan Papa lakukan adalah sensitivitas terhadap tipe-tipe peer pressure yang mungkin saja dialami anak-anak kita.
Tipe-tipe peer pressure yang kerap kali dilakukan adalah:
Bullying
Perundungan atau bullying bisa terjadi lewat dua hal, verbal dan fisik. Biasanya, sang perundung memulainya lewat kata-kata dengan mengecilkan kehadiran dan status sosial korbannya. Jika sang korban tak mampu melawan, tidak menutup kemungkinan sang Perundung berani melakukan kontak fisik.
Pencurian
Ada anak-anak yang memaksa anak lainnya untuk melakukan pencurian atas dasar, "Lakukan ini, atau kamu bukan bagian dari kami!". Hal ini tentu saja memberikan dampak negatif pada anak karena ia merasa dipaksa melakukan hal yang tidak seharusnya, tetapi tekanan teman sebaya membuatnya tak punya pilihan selain menurutinya. Jika anak tertangkap, teman-temannya tentu saja akan meninggalkannya begitu saja dan hal ini akan membuat anak trauma.
Perilaku membahayakan
Bolos sekolah, kebut-kebutan di jalan hingga minum alkohol dan narkoba adalah contoh-contoh perilaku membahayakan yang terjadi karena peer pressure. Saat anak berkelompok dan berkumpul bersama, bukan mustahil mereka jadi lebih berani melakukan hal-hal yang membahayakan atas nama solidaritas.
3 Langkah untuk Mengatasi Anak yang Mengalami Peer Pressure
Setiap orangtua tentunya ingin anak berada dalam lingkungan yang baik, dengan pemahaman yang baik pula. Tetapi peer pressure bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Kekuatan keluarga juga bersaing dengan kekuatan tekanan teman sebaya dan orangtua perlu tahu cara membantu anak menghindari dan mengatasi peer pressure dengan sebaik-baiknya.
Ajak bicara anak dari hati ke hati
Jika anak mulai menunjukkan perilaku dan tuntutan yang tak biasa, bicaralah kepada mereka sebagai teman. Dengan memperlakukan mereka sebagai seseorang yang bertanggungjawab dan mampu mengatasi masalahnya, anak akan lebih terbuka tentang apa yang mereka khawatirkan.
Berikan pengertian tentang posisi orangtua
Untuk anak-anak yang ditekan dari sisi finansial dan gaya hidup, orangtua perlu memberikan pengertian bahwa masing-masing keluarga memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Ajak anak untuk belajar bersyukur dan menghadapi tekanan negatif tersebut sebagai lecutan untuk belajar lebih keras dan berprestasi agar anak tak dihormati hanya dari segi materi saja oleh kelompok sosialnya.
Gali informasi dari lingkungan di sekolahnya
Terkadang, anak menutup-nutupi apa yang ia rasakan dan ia alami di sekolah. Mama bisa berbicara dengan guru si Anak tentang apa yang Mama khawatirkan terhadapnya. Guru, sebagai orang yang banyak menghabiskan waktu dengan anak selain keluarga, juga perlu mengetahui kekhawatiran Mama agar dapat menciptakan suasana sosial yang nyaman di sekolah.
Yang penting ditanamkan pada anak adalah setiap manusia punya porsi dan kemampuannya masing-masing. Bekali anak dengan pengertian dan kepercayaan diri serta keterbukaan dengan orangtua agar ia siap menghadapi masalah-masalah yang terjadi di lingkungan sosialnya dengan baik dan tidak terjerumus pada hal-hal yang merugikan.
Baca Juga:
- Ini Lho, Nasihat yang Bisa Mama Beri untuk Anak Korban Bullying
- Bullying di Sekolah: Bagaimana Agar Anak Mama Tidak Jadi Korban
- Aduh, Anakku Ternyata Tukang Bully! Apa yang Harus Dilakukan?