Bullying atau perisakan merupakan isu yang menjadi perhatian banyak orang belakangan ini. Terutama para pendidik dan orangtua yang setiap hari berada di lingkungan sekolah yang rentan sekali terhadap kasus ini.
Setiap orang bisa menjadi korban bullying, baik itu anak maupun orang dewasa. Korban bullying umumnya adalah mereka yang tampak 'berbeda' atau istimewa dibandingkan orang-orang di lingkungan sosialnya. Tak selalu anak dengan kekurangan, melainkan anak yang memiliki kelebihan positif pun bisa menjadi korban bullying. Orangtua dan pendidik perlu tahu, berikut ini 6 tipe anak yang biasanya menjadi korban bullying, dilansir dari verywellfamily.com:
1. Si Anak Serba Bisa
Freepik/Pressfoto
Anak yang menonjol, bertalenta dan berprestasi di bidang-bidang tertentu biasanya mendapat perhatian positif dari teman-teman sebaya dan orang yang lebih tua. Bukan hanya di bidang akademik, anak yang menonjol ini bisa jadi merupakan kapten tim olahraga, pemusik atau pun pemimpin ekstrakurikuler.
Pelaku bullying menjadikan anak-anak tipe ini sebagai targetnya karena mereka merasa inferior atau khawatir kemampuan sang anak berprestasi akan menutupi 'pesonanya'. Tindakan bullying yang dilakukan bertujuan agar sang anak berprestasi merasa khawatir dan ragu akan kemampuan dirinya sendiri bahwa ia tak sebaik yang orang lain pikirkan.
2. Si Anak Pintar
Freepik/jcomp
Jangan salah, sama seperti kasus si Anak Serba Bisa, si Anak Pintar pun kemungkinan menjadi korban bullying. Si Anak Pintar ini mampu menangkap pelajaran lebih cepat dan mengerjakan tugas-tugas dengan baik. Ketekunan dan kecerdasan mereka membuat pelaku merasa iri. Karena itulah, mereka menjadikan si Anak Pintar ini sebagai target karena si Anak Pintar biasanya menjadi kesayangan teman-teman sebaya dan para guru.
Editors' Pick
3. Si Rentan
Pixabay/PublicDomainPictures
Anak dengan kepribadian tertutup, introvert, mudah cemas dan menarik diri adalah target lain dari pembully. Para peneliti percaya, anak dengan self-esteem rendah merupakan sasaran empuk para pembully karena mereka mudah dimanipulasi dan berusaha menyenangkan orang lain agar diterima lingkungan sosialnya.
Anak yang mengalami stres atau depresi juga rentan menjadi korban. Mereka tidak akan melawan dan pasrah. Karenanya, para pembully merasa punya kuasa dan memilih anak yang lebih lemah sebagai lawannya.
4. Si Unik
Thedailymash.co.uk
Hampir semua karakteristik fisik yang berbeda atau unik menarik perhatian pelaku bullying. Entah itu anak yang tinggi, pendek, kurus atau gemuk. Selain itu, anak yang memiliki fitur-fitur tubuh berbeda juga rentan menjadi korban bullying, misalnya berkacamata, berjerawat, berambut keriting, berhidung lebar dan lain-lain.
Karakteristik fisik ini menjadi sasaran empuk sebagai bahan becandaan dan caci maki. Tipikal bullying ini sangat mempengaruhi self-esteem korbannya.
5. Si Anak Berkebutuhan Khusus
Flickr.com/John Rousseau
Salah satu kelainan bawaan yaitu Down Syndrome
Anak berkebutuhan khusus pun seringkali menjadi korban bullying. Popmama.com mendapat banyak cerita dari para orangtua anak berkebutuhan khusus seperti autisme, ADHD, disleksia atau kondisi-kondisi lain yang membuatnya berbeda dari anak yang lain.
Pembully menunjukkan kekejamannya dengan menjadikan mereka bahan olok-olokan, seolah-olah tak punya empati. Penting bagi guru dan orangtua memperhatikan anak dengan kondisi-kondisi ini untuk merasa didukung dan punya teman, agar mereka tidak merasa semakin terpuruk karenanya.
6. Si Anak Berbeda
Pexels/Nicholas Githiri
Entah itu ras, agama, orientasi seksual atau budaya yang berbeda, memungkinkan seorang anak disisihkan dari pergaulannya. Anak laki-laki yang sedikit feminin dan perempuan yang tomboy pun bisa menjadi target bullying. Mereka menjadi korban karena kurangnya pemahaman soal perbedaan dan toleransi akan orang-orang dengan kepercayaan, agama, budaya dan karakter yang berbeda dari sekitarnya. Terutama bagi anak yang hidup di lingkungan mayoritas satu suku atau agama.
Bagaimana pun juga, satu hal yang perlu disadari orangtua dan pendidik bahwa tindakan bullying terjadi bukan karena kesalahan Sang Korban, walaupun ia tampak berbeda daripada teman-teman di lingkungan sosialnya.Tanggungjawab atas segala tindakan berada di pundak Sang Pelaku, bukan korban. Penting bagi orangtua dan pendidik untuk menyadari dan segera bertindak jika terindikasi ada kasus bullying di sekitar.