Dongeng Anak "Kucing dan Tikus"

  • Penulis : Atisah
  • Penyunting : Dony Setiawan, M.Pd.I

Kucing dan Tikus

Ada sebuah pulau kecil, jauh di tengah hutan belantara. Pulau itu dihuni oleh Kucing dan Tikus. Mereka tinggal di pulau itu sudah lama sekali. Kucing dan tikus bersahabat erat sekali. Mereka tidak pernah bertengkar dan tidak pernah ribut. Siapa pun yang dapat rezeki mereka membaginya dengan adil.

Kucing memanggil Tikus dengan sebutan Rai (adik), sedangkan Tikus memanggil Kucing dengan sebutan Akang (kakak). Kucing dan tikus saling menyayangi, mereka tidak pernah berpisah, susah senang ditanggung bersama. Mereka saling melindungi.

Mereka bersedih karena makanan makin lama makin berkurang. Selain itu, mereka mendengar kabar akan datang bahaya menimpa pulau itu. Kucing sangat bingung. Ia bermaksud ingin bertani dan berkebun, hanya susah untuk mendapat bibitnya.

 

“Rai, cepat ke sini. Akang punya pikiran, mana tahu pikiran kita sama.”

“Ada apa, Kang?”

“Kita jangan diam saja. Makanan kita hampir habis. Akang punya niat ingin berkebun, tapi tidak punya bibitnya. Sekarang, Akang minta tolong supaya Rai mencari bibit yang bisa ditanam di pulau ini, terutama bibit hanjeli6, bibit terigu, dan bibit jagung.

“Mmm…jika itu kehendak Akang, saya menurut saja. Namun, Rai bingung, di pulau ini tidak ada petani seorang pun. Ke mana Rai harus mencarinya?”

“Ya… itu masalahnya. Rai harus menyeberangi lautan yang luas dan dalam. Tidak ada rakit dan tidak ada perahu,” kata Kucing. “Akang tadi malam mimpi ketemu Kelinci dan Babi Hutan, mereka sudah jadi saudagar. Katanya, di tempat tinggal mereka, tanaman subur-subur dan banyak makanan. Kelinci berjanji mau memberi bibit tanaman yang kita perlukan. Selain itu, Babi Hutan memberi tahu di pantai ada pohon dadap kering yang bisa digunakan sebagai perahu, tetapi sayang karena batang dadap itu pendek dan kecil, hanya cocok untuk tubuhmu.”

Demi persahabatan dan persediaan makanan yang hampir habis, Tikus berangkat mengarungi lautan luas dengan menggunakan sepotong kayu dadap berduri. Suatu hari sampailah Tikus di tepi pantai. Ia segera turun, kemudian menyimpan kayunya di suatu tempat yang tersembunyi. Tikus menuju rumah saudagar Kelinci. Sesampainya di tempat Kelinci, Tikus disambut dengan baik oleh saudagar Kelinci.

“Saya disuruh oleh saudara saya, sang Kucing, untuk meminta bibit tanaman. Mudah- mudahan saudagar Kelinci sudi mengabulkan keinginan saudara saya itu. “

Melihat perjuangan Tikus yang sangat berat, mengarungi lautan luas hanya dengan sebatang pohon dadap, muncul rasa kasihan saudagar Kelinci.

“Maksud kedatanganmu, saya sudah tahu. Tikus, bibit apa pun di sini ada. Mau bawa seberapa pun boleh. Tapi saya kasihan sama kamu sebab kamu hanya menggunakan sebatang pohon kayu. Saya takut kamu sudah bawa banyak, berat, malah kamu tenggelam.”

“Tuan, saya hanya akan membawa bibit semampu saya saja. Saya tahu perjalanan saya sangat berat.”

“Mmm… bolehlah, kalau begitu.”

Akhirnya, Tikus berpamitan kepada saudagar Kelinci. Ia membawa bibit padi sedikit dan biji jagung dua biji. Bibit itu dimasukkan ke mulutnya, kemudian dijaga oleh lidahnya supaya tidak jatuh.

Dalam perjalanan pulang, tikus berjuang sekuat  tenaga  supaya  bibit-bibit   tanaman itu tidak jatuh. Ia bertahan saat dihempas gelombang besar dan perahunya hampir saja karam. Bahkan, saat dirinya merasa haus dan lapar, ia tetap saja mengatupkan mulutnya. Tikus itu sampai juga ke rumah sahabatnya. Melihat kedatangan Tikus, dengan tergopoh- gopoh Kucing menyambutnya.

“Akang sangat senang Rai berhasil menjalankan tugas dengan baik. Sekarang Rai istirahat, biar Akang yang memilah-milah bibit- bibit tanaman ini. Besok kita tanam bersama- sama.”

“Baik Kang.” Tikus pun segera istirahat.

Keesokan hari kedua sahabat itu menanam bibit-bibit tanaman. Mereka memiliki harapan supaya bibit-bibit itu tumbuh subur dan mereka memiliki persediaan makanan yang banyak.

Komentar
Penulis : Atisah Penyunting : Dony Setiawan, M.Pd.I Kucing dan Tikus Ada sebuah pulau kecil, jauh di tengah hutan belantara. Pulau....
  • Penulis : Atisah
  • Penyunting : Dony Setiawan, M.Pd.I

Kucing dan Tikus

Ada sebuah pulau kecil, jauh di tengah hutan belantara. Pulau itu dihuni oleh Kucing dan Tikus. Mereka tinggal di pulau itu sudah lama sekali. Kucing dan tikus bersahabat erat sekali. Mereka tidak pernah bertengkar dan tidak pernah ribut. Siapa pun yang dapat rezeki mereka membaginya dengan adil.

Kucing memanggil Tikus dengan sebutan Rai (adik), sedangkan Tikus memanggil Kucing dengan sebutan Akang (kakak). Kucing dan tikus saling menyayangi, mereka tidak pernah berpisah, susah senang ditanggung bersama. Mereka saling melindungi.

Mereka bersedih karena makanan makin lama makin berkurang. Selain itu, mereka mendengar kabar akan datang bahaya menimpa pulau itu. Kucing sangat bingung. Ia bermaksud ingin bertani dan berkebun, hanya susah untuk mendapat bibitnya.

 

“Rai, cepat ke sini. Akang punya pikiran, mana tahu pikiran kita sama.”

“Ada apa, Kang?”

“Kita jangan diam saja. Makanan kita hampir habis. Akang punya niat ingin berkebun, tapi tidak punya bibitnya. Sekarang, Akang minta tolong supaya Rai mencari bibit yang bisa ditanam di pulau ini, terutama bibit hanjeli6, bibit terigu, dan bibit jagung.

“Mmm…jika itu kehendak Akang, saya menurut saja. Namun, Rai bingung, di pulau ini tidak ada petani seorang pun. Ke mana Rai harus mencarinya?”

“Ya… itu masalahnya. Rai harus menyeberangi lautan yang luas dan dalam. Tidak ada rakit dan tidak ada perahu,” kata Kucing. “Akang tadi malam mimpi ketemu Kelinci dan Babi Hutan, mereka sudah jadi saudagar. Katanya, di tempat tinggal mereka, tanaman subur-subur dan banyak makanan. Kelinci berjanji mau memberi bibit tanaman yang kita perlukan. Selain itu, Babi Hutan memberi tahu di pantai ada pohon dadap kering yang bisa digunakan sebagai perahu, tetapi sayang karena batang dadap itu pendek dan kecil, hanya cocok untuk tubuhmu.”

Demi persahabatan dan persediaan makanan yang hampir habis, Tikus berangkat mengarungi lautan luas dengan menggunakan sepotong kayu dadap berduri. Suatu hari sampailah Tikus di tepi pantai. Ia segera turun, kemudian menyimpan kayunya di suatu tempat yang tersembunyi. Tikus menuju rumah saudagar Kelinci. Sesampainya di tempat Kelinci, Tikus disambut dengan baik oleh saudagar Kelinci.

“Saya disuruh oleh saudara saya, sang Kucing, untuk meminta bibit tanaman. Mudah- mudahan saudagar Kelinci sudi mengabulkan keinginan saudara saya itu. “

Melihat perjuangan Tikus yang sangat berat, mengarungi lautan luas hanya dengan sebatang pohon dadap, muncul rasa kasihan saudagar Kelinci.

“Maksud kedatanganmu, saya sudah tahu. Tikus, bibit apa pun di sini ada. Mau bawa seberapa pun boleh. Tapi saya kasihan sama kamu sebab kamu hanya menggunakan sebatang pohon kayu. Saya takut kamu sudah bawa banyak, berat, malah kamu tenggelam.”

“Tuan, saya hanya akan membawa bibit semampu saya saja. Saya tahu perjalanan saya sangat berat.”

“Mmm… bolehlah, kalau begitu.”

Akhirnya, Tikus berpamitan kepada saudagar Kelinci. Ia membawa bibit padi sedikit dan biji jagung dua biji. Bibit itu dimasukkan ke mulutnya, kemudian dijaga oleh lidahnya supaya tidak jatuh.

Dalam perjalanan pulang, tikus berjuang sekuat  tenaga  supaya  bibit-bibit   tanaman itu tidak jatuh. Ia bertahan saat dihempas gelombang besar dan perahunya hampir saja karam. Bahkan, saat dirinya merasa haus dan lapar, ia tetap saja mengatupkan mulutnya. Tikus itu sampai juga ke rumah sahabatnya. Melihat kedatangan Tikus, dengan tergopoh- gopoh Kucing menyambutnya.

“Akang sangat senang Rai berhasil menjalankan tugas dengan baik. Sekarang Rai istirahat, biar Akang yang memilah-milah bibit- bibit tanaman ini. Besok kita tanam bersama- sama.”

“Baik Kang.” Tikus pun segera istirahat.

Keesokan hari kedua sahabat itu menanam bibit-bibit tanaman. Mereka memiliki harapan supaya bibit-bibit itu tumbuh subur dan mereka memiliki persediaan makanan yang banyak.

Tikus dan kucing di sini bersahabat, senang deh mengajarkan anak2 persahabatan lewat dongeng