Seekor Kancil yang Selalu Ingat Tuhan
Hutan lebat dan rumput menghijau telah berubah menjadi hutan yang gundul dan gersang. Daun jati, daun karet, dan daun pohon-pohon lain yang ada di hutan itu telah gugur. Rumput-rumput pun telah mengering, semuanya berwarna kecoklatan. Tak ketinggalan pohon-pohon di pinggir sungai, semuanya layu. Kemarau yang panjang telah tiba. Sawah dan sungai pun kering kerontang.
Seekor kancil jantan yang tanduknya baru ke luar, menandakan dia baru saja tumbuh dewasa, sangat kehausan. Bibirnya pecah- pecah. Ia telah berlari ke sana kemari mencari sumber air,tapi setetes pun tak didapatkannya.
Kanciljantanitu sangat sedih dan tubuhnya sudah lemas. Ia duduk sujud seperti manusia memuja Tuhan. Hatinya menjerit meminta pertolongan kepada Tuhan yang Mahakuasa.
“Ya Allah yang Mahagung, hamba mohon pertolonganmu. Hamba kehausan dan kelaparan. Berilah hambamu ini sedikit air dan rumput.”
Setelah sujud, ia duduk lalu melihat-lihat ke kiri ke kanan, ke depan dan ke belakang. Ajaib, dari arah depan ia melihat gerumbulan pepohonan yang agak kehijauan di sebuah bukit. Kancil berlari ke tempat itu. Tempat itu ternyata cukup jauh. Ia melewati kebun ilalang yang baru saja dibakar orang sampai badan kancil itu kotor terkena debu. Namun, ia tidak mempedulikannya. Keinginannya hanya satu, yaitu ingin cepat minum.
Kancil sampai ke sebuah bukit. Pohon- pohon dan rerumputan di bukit itu ternyata masih subur.
“Ohhh! Sumber airkah itu?” kata kancil bicara sendiri. Ia kemudian mencermati keadaan sekelilingnya. Ternyata ada aliran air yang bening, mengalir ke sebuah cekungan. Sementara itu,tanaman dan rumput di pinggir cekungan air itu pun warnanya hijau.
“Terima kasih Tuhan, doa hambamu dikabulkan,” kata Kancil. Ia tidak buru-buru minum dan makan. Namun, sujud syukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Setelah itu, ia baru minum pelan-pelan.
Ternyata di belakang kancil ada seekor serigala yang tengah memburunya. Kancil tidak menyadari keadaan itu. Serigala sendiri ragu- ragu karena badan Kancil yang belang-belang kotor itu seperti anak Harimau. Sementara, kepalanya seperti kepala Kancil. Jadi, serigala itu hanya mengawas-awasi saja.
Yang berbuat seperti itu ternyata tidak hanya Serigala, juga seekor Macan Tutul tengah mengintip di atas sebuah pohon. Kancil tenang- tenang saja karena tidak mengetahui dirinya dijadikan rebutan dua binatang pemangsa. Macan Tutul dari atas dahan meloncat ke hadapan kancil. Ia takut keduluan Serigala.
“Macan Tutul, jangan ganggu buruanku!” “Enak saja. Ini jatahku, tahu?”
Serigala marah kepada Macan Tutul. Sebaliknya, macan tutul juga marah karena merasa terganggu.
“Celaka!” Kata Kancil sambil mengelus dadanya. Kancil sangat kaget di hadapannya ada dua hewan pemangsa yang memperebutkan dirinya. Ia sangat takut karena melawan seekor binatang pemangsa saja tidak berdaya. Apalagi, jika harus melawan dua binatang sekaligus. Dalam ketakutannya, Kancil sujud dan berdoa kepada penciptanya.
“Ya Allah, Yang Mahabaik
Allah Yang Mahasempurna
Allah Yang Maha abadi
Allah Yang Mahaasih
Allah Yang Mahatahu
Allah Yang Ada di mana-mana
Allah Yang Mahakuasa
Hamba tiada daya dan upaya mohon diselamatkan oleh-Mu
dari bahaya Serigala dan Macan Tutul yang akan memangsa hamba.”
Setelah berdoa, ia merasa mempunyai kekuatan. Kancil membentak kedua binatang yang tengah bertengkar itu.
“Serigala dan Macan Tutul! Selamat datang. Kalian pasti haus dan lapar. Mari kita minum. Air ini berasal dari Allah untuk kita minum.”
Serigala dan Macan Tutul berhenti bertengkar. Mereka Kaget mendengar suara Kancil yang kencang dan penuh keberanian.
“Benar katamu. Aku ingin minum dan ingin makan. Untuk minum ada air. Untuk makan ada kamu. Kamu juga sama untuk minum ada air untuk makan ada rumput,” kata Macan Tutul.
“Kancil, kamu bukan jatah Macan Tutul, tapi untukku. Aku yang sudah mengikutimu sejak lama.”
“Bukan, kamu bukan jatah serigala. Tapi, jatahku. Aku yang punya hak sebab aku yang mengawasi dan mengikuti gerak-gerik kalian.”
“Heh, kalian! kenapa ngomongnya ngawur. Apa kalian tidak tahu, siapa aku? Kepalaku memang Kancil, tapi badanku Macan Lodaya. Jadi, kesukaanku bukan hanya rumput, juga daging Serigala. Tandukku sakti. Siapa yang kutubruk, langsung mati dan dagingnya kupakai sarapan. Tidak menemukan Serigala, makan rumput pun jadi. Tidak menemukan rumput, makan macan tutul pun tak apa-apa.”
Macan Tutul dan Serigala terkejut mendengar kata-kata Kancil. Malahan Serigala merasa agak takut.
“Sekarang aku tak akan makan daging sebab ada rumput. Silakan serigala untuk Macan Tutul sebab Macan Tutul tak mau makan rumput atau sebaliknya, Macan Tutul untuk serigala. Kalau tidak habis, aku dibagi supaya kenyang. Makan daging sebagai pencuci mulut, ‘kan enak’.”
Kancil lalu minum sekenyangnya, kemudian makan rumput, dan pura-pura tidak punya rasa takut kepada kedua binatang pemangsa itu. Sementara itu, serigala dan Macan Tutul berkelahi. Mereka saling menggigit, saling mencakar, dan saling membanting. Siapa yang kalah dagingnya akan dimakan.
Sesudah kenyang kancil kabur menyelamatkan diri. Sambil tidak lupa ia berterima kasih kepada Allah pencipta alam.
“Ya Allah, Yang Maha Penyayang
Ya Allah, Yang Mahabijaksana
Terima kasih atas kasih sayang-Mu
Terima kasih
Hamba telah terlepas dari marahabaya”
Begitulah doa Kancil sambil mencium tanah, seperti orang yang tengah bersujud. Sementara itu, Serigala yang bertengkar dengan Macan Tutul telah berhenti. Serigala jadi pincang dan buta dianiaya Macan Tutul, kemudian ia melarikan diri. Macan Tutul pahanya sempal digigit Serigala.
Seekor Kancil yang Selalu Ingat Tuhan
Hutan lebat dan rumput menghijau telah berubah menjadi hutan yang gundul dan gersang. Daun jati, daun karet, dan daun pohon-pohon lain yang ada di hutan itu telah gugur. Rumput-rumput pun telah mengering, semuanya berwarna kecoklatan. Tak ketinggalan pohon-pohon di pinggir sungai, semuanya layu. Kemarau yang panjang telah tiba. Sawah dan sungai pun kering kerontang.
Seekor kancil jantan yang tanduknya baru ke luar, menandakan dia baru saja tumbuh dewasa, sangat kehausan. Bibirnya pecah- pecah. Ia telah berlari ke sana kemari mencari sumber air,tapi setetes pun tak didapatkannya.
Kanciljantanitu sangat sedih dan tubuhnya sudah lemas. Ia duduk sujud seperti manusia memuja Tuhan. Hatinya menjerit meminta pertolongan kepada Tuhan yang Mahakuasa.
“Ya Allah yang Mahagung, hamba mohon pertolonganmu. Hamba kehausan dan kelaparan. Berilah hambamu ini sedikit air dan rumput.”
Setelah sujud, ia duduk lalu melihat-lihat ke kiri ke kanan, ke depan dan ke belakang. Ajaib, dari arah depan ia melihat gerumbulan pepohonan yang agak kehijauan di sebuah bukit. Kancil berlari ke tempat itu. Tempat itu ternyata cukup jauh. Ia melewati kebun ilalang yang baru saja dibakar orang sampai badan kancil itu kotor terkena debu. Namun, ia tidak mempedulikannya. Keinginannya hanya satu, yaitu ingin cepat minum.
Kancil sampai ke sebuah bukit. Pohon- pohon dan rerumputan di bukit itu ternyata masih subur.
“Ohhh! Sumber airkah itu?” kata kancil bicara sendiri. Ia kemudian mencermati keadaan sekelilingnya. Ternyata ada aliran air yang bening, mengalir ke sebuah cekungan. Sementara itu,tanaman dan rumput di pinggir cekungan air itu pun warnanya hijau.
“Terima kasih Tuhan, doa hambamu dikabulkan,” kata Kancil. Ia tidak buru-buru minum dan makan. Namun, sujud syukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Setelah itu, ia baru minum pelan-pelan.
Ternyata di belakang kancil ada seekor serigala yang tengah memburunya. Kancil tidak menyadari keadaan itu. Serigala sendiri ragu- ragu karena badan Kancil yang belang-belang kotor itu seperti anak Harimau. Sementara, kepalanya seperti kepala Kancil. Jadi, serigala itu hanya mengawas-awasi saja.
Yang berbuat seperti itu ternyata tidak hanya Serigala, juga seekor Macan Tutul tengah mengintip di atas sebuah pohon. Kancil tenang- tenang saja karena tidak mengetahui dirinya dijadikan rebutan dua binatang pemangsa. Macan Tutul dari atas dahan meloncat ke hadapan kancil. Ia takut keduluan Serigala.
“Macan Tutul, jangan ganggu buruanku!” “Enak saja. Ini jatahku, tahu?”
Serigala marah kepada Macan Tutul. Sebaliknya, macan tutul juga marah karena merasa terganggu.
“Celaka!” Kata Kancil sambil mengelus dadanya. Kancil sangat kaget di hadapannya ada dua hewan pemangsa yang memperebutkan dirinya. Ia sangat takut karena melawan seekor binatang pemangsa saja tidak berdaya. Apalagi, jika harus melawan dua binatang sekaligus. Dalam ketakutannya, Kancil sujud dan berdoa kepada penciptanya.
“Ya Allah, Yang Mahabaik
Allah Yang Mahasempurna
Allah Yang Maha abadi
Allah Yang Mahaasih
Allah Yang Mahatahu
Allah Yang Ada di mana-mana
Allah Yang Mahakuasa
Hamba tiada daya dan upaya mohon diselamatkan oleh-Mu
dari bahaya Serigala dan Macan Tutul yang akan memangsa hamba.”
Setelah berdoa, ia merasa mempunyai kekuatan. Kancil membentak kedua binatang yang tengah bertengkar itu.
“Serigala dan Macan Tutul! Selamat datang. Kalian pasti haus dan lapar. Mari kita minum. Air ini berasal dari Allah untuk kita minum.”
Serigala dan Macan Tutul berhenti bertengkar. Mereka Kaget mendengar suara Kancil yang kencang dan penuh keberanian.
“Benar katamu. Aku ingin minum dan ingin makan. Untuk minum ada air. Untuk makan ada kamu. Kamu juga sama untuk minum ada air untuk makan ada rumput,” kata Macan Tutul.
“Kancil, kamu bukan jatah Macan Tutul, tapi untukku. Aku yang sudah mengikutimu sejak lama.”
“Bukan, kamu bukan jatah serigala. Tapi, jatahku. Aku yang punya hak sebab aku yang mengawasi dan mengikuti gerak-gerik kalian.”
“Heh, kalian! kenapa ngomongnya ngawur. Apa kalian tidak tahu, siapa aku? Kepalaku memang Kancil, tapi badanku Macan Lodaya. Jadi, kesukaanku bukan hanya rumput, juga daging Serigala. Tandukku sakti. Siapa yang kutubruk, langsung mati dan dagingnya kupakai sarapan. Tidak menemukan Serigala, makan rumput pun jadi. Tidak menemukan rumput, makan macan tutul pun tak apa-apa.”
Macan Tutul dan Serigala terkejut mendengar kata-kata Kancil. Malahan Serigala merasa agak takut.
“Sekarang aku tak akan makan daging sebab ada rumput. Silakan serigala untuk Macan Tutul sebab Macan Tutul tak mau makan rumput atau sebaliknya, Macan Tutul untuk serigala. Kalau tidak habis, aku dibagi supaya kenyang. Makan daging sebagai pencuci mulut, ‘kan enak’.”
Kancil lalu minum sekenyangnya, kemudian makan rumput, dan pura-pura tidak punya rasa takut kepada kedua binatang pemangsa itu. Sementara itu, serigala dan Macan Tutul berkelahi. Mereka saling menggigit, saling mencakar, dan saling membanting. Siapa yang kalah dagingnya akan dimakan.
Sesudah kenyang kancil kabur menyelamatkan diri. Sambil tidak lupa ia berterima kasih kepada Allah pencipta alam.
“Ya Allah, Yang Maha Penyayang
Ya Allah, Yang Mahabijaksana
Terima kasih atas kasih sayang-Mu
Terima kasih
Hamba telah terlepas dari marahabaya”
Begitulah doa Kancil sambil mencium tanah, seperti orang yang tengah bersujud. Sementara itu, Serigala yang bertengkar dengan Macan Tutul telah berhenti. Serigala jadi pincang dan buta dianiaya Macan Tutul, kemudian ia melarikan diri. Macan Tutul pahanya sempal digigit Serigala.
Di sini kancil bukan pencuri, melainkan anak sholeh