Apa Beda Paes Ageng Yogya dan Solo?

Mama tentu gak ketinggalan menyaksikan pernikahan Kaesang dan Erina Gundono yang dilaksanakan pada tanggal 10 Desember lalu, kan?

Pernikahan yang digelar secara megah tersebut banyak menarik perhatian. Salah satu yang paling menyita perhatian netizen ialah riasan yang digunakan Erina. Erina tampil ayu dengan riasan khas pengantin Jawa, yakni paes.

Pernikahan keduanya seolah mempertemukan dua budaya berbeda yakni Solo dan Yogyakarta. Baik Solo maupun Yogya, pengantin perempuan mengenakan paes sebagai riasannya.

Paes tak sekadar pulasan berwarna hitam di area wajah. Lebih dari itu, paes mengandung makna sekaligus harapan terhadap sang mempelai.

Nah, di bawah ini sudah aku rangkum ulasan mengenai Apa Beda Paes Ageng Yogya dan Solo? Yuk, Ma, simak sampai selesai!

Apa Beda Paes Ageng Yogya dan Solo?

Meski sama-sama berasal dari budaya Jawa, Paes Ageng Yogya dan Solo memiliki perbedaan. Di Yogyakarta, riasan ini dikenal dengan istilah Paes Ageng. Sementara di Solo dikenal dengan sebutan Solo Basahan

Paes Ageng Yogyakarta

Paes Ageng merupakan tata rias yang digunakan oleh keluarga Keraton Yogyakarta saat melangsungkan pernikahan.

Paes Ageng semula hanya boleh digunakan oleh keluarga kerajaan di lingkungan keraton. Namun seiring berjalannya waktu, riasan ini boleh dipakai oleh masyarakat umum.

Pola rias atau cengkorongan paes dapat diamati mulai dari bagian tengah yaitu bentuk penunggul atau gajahan, pengapit, penitis, dan godheg. Paes Ageng dengan gaya Keraton Yogyakarta identik dengan riasan berwarna hitam dengan bentuk meruncing serta sedikit melengkung seperti daun sirih.

Pada Paes Ageng yang sesuai aturan atau pakem, maka bentuk alis pengantin akan dibuat menyerupai tanduk rusa di bagian ujungnya yang disebut alis menjangan. Selain alis, ada juga riasan mata yang diberi celah-celah disebut jahitan mata yang berfungsi agar mata tampak indah dan memberi kesan redup.

Sebagai pelengkap, biasanya paes akan dilengkapi dengan sanggul bokor mengkurep, gajah ngoling sumping pupus ron kates, raja keputres, serta kampuh atau dodot.

Solo Basahan

Busana dan rias pengantin Solo Basahan merupakan salah satu pakaian dan tata rias pengantin adat Jawa yang cukup populer di Solo dan Jawa tengah pada umumnya. Busana ini juga dikenal dengan sebutan dodot karena kedua mempelai mengenakan kain kemben panjang dan lebar bernama kain dodot/kampuh.

Penggunaan busana dan rias pengantin Solo Basahan ini bersumber dari tradisi Keraton. Pada jaman dahulu pakaian ini hanya boleh dikenakan dilingkungan dan oleh kerabat keraton. Namun seiring perkembangan zaman, busana dan rias pengantin Solo Basahan dapat dikenakan oleh masyarakat.

Busana dan tata rias ini memiliki arti filosofis sebagai simbol berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dari setiap elemen tata rias dan busana yang ada merupakan sebuah doa dan harapan pihak keluarga agar sang mempelai mampu membangun keluarga yang harmonis, bahagia, sejahtera, dan dapat hidup selaras dengan alam.

Perbedaan Paes Ageng Yogya dan Solo

Perbedaan antara Paes Ageng Yogya dan Solo Basahan terletak pada beberapa unsur, diantaranya yaitu:

1. Penunggul (Jogja) - Gajahan (Solo)

Salah satu perbedaan paes Jogga dan Solo adalah penggunaan istilah penunggul dan gajahan. Penunggul dan gajahan merupakan istilah yang disematkan pada area paes paling besar dan terletak di tengah dahi.

Filosofi penunggul dan gajahan sebenarnya sama, yakni melambangkan kebesaran. Gajahan diambil dari kata gajah, yakni hewan yang besar dan kuat.

2. Pengapit

Disebut pengapit karena fungsinya mengapit penunggul. Pengapit mengandung filosofi bahwa istri senantiasa mendampingi suami dalam suka maupun duka.

3. Penitis

Penitis memiliki bentuk hampir sama seperti penunggul, tetapi ukurannya lebih kecil. Jika penunggul berukuran tiga ruas jari, penitis sekitar satu setengah ruas jari.

4. Godeg

Godeg pada paes Solo dan paes Jogja memiliki bentuk ujung cukup berbeda meski memiliki makna serupa.

Terdapat pada area pelipis, godeg paes Jogja memiliki bentuk mirip pangot atau pisau yang digunakan untuk mencungkil daging kelapa. Hal ini memunculkan istilah godeg mangot klapa atau bentuk godeg yang menyerupai pangot kelapa.

Sementara itu, godeg pada paes Solo juga memiliki bentuk lancip tetapi menyerupai kuncup bunga turi sehingga muncul istilah godeg ngudup turi. Ujung bunga turi yang belum mekar agak bulat.

Godeg mengandung makna perempuan harus selalu ingat sangkan paraning dumadi atau asalnya. Ia dituntut untuk selalu mawas diri dalam melangkah.

Nah, itu dia ulasan mengenai Apa Beda Paes Ageng Yogya dan Solo? Meski memiliki unsur-unsur yang membedakan, keduanya sama-sama memiliki filosofi dan makna yang mendalam nih, Ma. Mama dan Papa, ada gak sih yang dulunya menikah menggunakan kedua adat tersebut? Jawab di kolom komentar, ya!

Baca Juga:

Mama tentu gak ketinggalan menyaksikan pernikahan Kaesang dan Erina Gundono yang dilaksanakan pada tanggal 10 Desember lalu, kan? Pernikahan yang....

Mama tentu gak ketinggalan menyaksikan pernikahan Kaesang dan Erina Gundono yang dilaksanakan pada tanggal 10 Desember lalu, kan?

Pernikahan yang digelar secara megah tersebut banyak menarik perhatian. Salah satu yang paling menyita perhatian netizen ialah riasan yang digunakan Erina. Erina tampil ayu dengan riasan khas pengantin Jawa, yakni paes.

Pernikahan keduanya seolah mempertemukan dua budaya berbeda yakni Solo dan Yogyakarta. Baik Solo maupun Yogya, pengantin perempuan mengenakan paes sebagai riasannya.

Paes tak sekadar pulasan berwarna hitam di area wajah. Lebih dari itu, paes mengandung makna sekaligus harapan terhadap sang mempelai.

Nah, di bawah ini sudah aku rangkum ulasan mengenai Apa Beda Paes Ageng Yogya dan Solo? Yuk, Ma, simak sampai selesai!

Apa Beda Paes Ageng Yogya dan Solo?

Meski sama-sama berasal dari budaya Jawa, Paes Ageng Yogya dan Solo memiliki perbedaan. Di Yogyakarta, riasan ini dikenal dengan istilah Paes Ageng. Sementara di Solo dikenal dengan sebutan Solo Basahan

Paes Ageng Yogyakarta

Paes Ageng merupakan tata rias yang digunakan oleh keluarga Keraton Yogyakarta saat melangsungkan pernikahan.

Paes Ageng semula hanya boleh digunakan oleh keluarga kerajaan di lingkungan keraton. Namun seiring berjalannya waktu, riasan ini boleh dipakai oleh masyarakat umum.

Pola rias atau cengkorongan paes dapat diamati mulai dari bagian tengah yaitu bentuk penunggul atau gajahan, pengapit, penitis, dan godheg. Paes Ageng dengan gaya Keraton Yogyakarta identik dengan riasan berwarna hitam dengan bentuk meruncing serta sedikit melengkung seperti daun sirih.

Pada Paes Ageng yang sesuai aturan atau pakem, maka bentuk alis pengantin akan dibuat menyerupai tanduk rusa di bagian ujungnya yang disebut alis menjangan. Selain alis, ada juga riasan mata yang diberi celah-celah disebut jahitan mata yang berfungsi agar mata tampak indah dan memberi kesan redup.

Sebagai pelengkap, biasanya paes akan dilengkapi dengan sanggul bokor mengkurep, gajah ngoling sumping pupus ron kates, raja keputres, serta kampuh atau dodot.

Solo Basahan

Busana dan rias pengantin Solo Basahan merupakan salah satu pakaian dan tata rias pengantin adat Jawa yang cukup populer di Solo dan Jawa tengah pada umumnya. Busana ini juga dikenal dengan sebutan dodot karena kedua mempelai mengenakan kain kemben panjang dan lebar bernama kain dodot/kampuh.

Penggunaan busana dan rias pengantin Solo Basahan ini bersumber dari tradisi Keraton. Pada jaman dahulu pakaian ini hanya boleh dikenakan dilingkungan dan oleh kerabat keraton. Namun seiring perkembangan zaman, busana dan rias pengantin Solo Basahan dapat dikenakan oleh masyarakat.

Busana dan tata rias ini memiliki arti filosofis sebagai simbol berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dari setiap elemen tata rias dan busana yang ada merupakan sebuah doa dan harapan pihak keluarga agar sang mempelai mampu membangun keluarga yang harmonis, bahagia, sejahtera, dan dapat hidup selaras dengan alam.

Perbedaan Paes Ageng Yogya dan Solo

Perbedaan antara Paes Ageng Yogya dan Solo Basahan terletak pada beberapa unsur, diantaranya yaitu:

1. Penunggul (Jogja) - Gajahan (Solo)

Salah satu perbedaan paes Jogga dan Solo adalah penggunaan istilah penunggul dan gajahan. Penunggul dan gajahan merupakan istilah yang disematkan pada area paes paling besar dan terletak di tengah dahi.

Filosofi penunggul dan gajahan sebenarnya sama, yakni melambangkan kebesaran. Gajahan diambil dari kata gajah, yakni hewan yang besar dan kuat.

2. Pengapit

Disebut pengapit karena fungsinya mengapit penunggul. Pengapit mengandung filosofi bahwa istri senantiasa mendampingi suami dalam suka maupun duka.

3. Penitis

Penitis memiliki bentuk hampir sama seperti penunggul, tetapi ukurannya lebih kecil. Jika penunggul berukuran tiga ruas jari, penitis sekitar satu setengah ruas jari.

4. Godeg

Godeg pada paes Solo dan paes Jogja memiliki bentuk ujung cukup berbeda meski memiliki makna serupa.

Terdapat pada area pelipis, godeg paes Jogja memiliki bentuk mirip pangot atau pisau yang digunakan untuk mencungkil daging kelapa. Hal ini memunculkan istilah godeg mangot klapa atau bentuk godeg yang menyerupai pangot kelapa.

Sementara itu, godeg pada paes Solo juga memiliki bentuk lancip tetapi menyerupai kuncup bunga turi sehingga muncul istilah godeg ngudup turi. Ujung bunga turi yang belum mekar agak bulat.

Godeg mengandung makna perempuan harus selalu ingat sangkan paraning dumadi atau asalnya. Ia dituntut untuk selalu mawas diri dalam melangkah.

Nah, itu dia ulasan mengenai Apa Beda Paes Ageng Yogya dan Solo? Meski memiliki unsur-unsur yang membedakan, keduanya sama-sama memiliki filosofi dan makna yang mendalam nih, Ma. Mama dan Papa, ada gak sih yang dulunya menikah menggunakan kedua adat tersebut? Jawab di kolom komentar, ya!

Baca Juga:

aku pribadi lebih suka paes ageng yogya, apalagi mbak erina yang pakai jd semakin cantik