Mama dan Papa ada yang tahu Apa Itu Toxic Masculinity?
Istilah toxic masculinity pasti sering banget didengar deh akhir-akhir ini. Kebanyakan istilah ini diucapkan untuk bisa memotivasi seseorang, terutama laki-laki.
Yuk cari tahu bareng, apa itu toxic masculinity!
Apa Itu Toxic Masculinity?
Menurut yang aku baca dari berbagai sumber, toxic masculinity adalah suatu tekanan budaya di masyarakat, khususnya untuk para laki-laki agar berperilaku dan bersikap dengan cara tertentu. Istilah ini tuh banyak dikaitkan dengan nilai-nilai moral, serta perilaku yang ada dalam diri laki-laki.
Biasanya laki-laki dituntut harus menunjukkan kekuatan, kekuasaan dan nggak boleh dengan mudah mengespresikan emosi, kayak marah atau sedih.
Ini jadi satu hal yang toxic bagi kaum laki-laki
Sebenernya, maskulin itu sendiri merupakan suatu karakteristik yang baik buat laki-laki. Tapi ini bisa jadi toxic atau salah arah, ketika laki-laki justru dituntut untuk menunjukkan sisi maskulinnya. Sebaliknya, ketika laki-laki nggak bisa menunjukkan sisi maskulinnya, mereka justru dianggap menghindari stigma dan mendapat label “laki-laki lemah”.
Padahal di satu sisi, laki-laki bisa saja punya sifat yang lembut, ramah atau sensitif. Dimana ini adalah suatu karakter dari dalam diri dan tidak ada yang salah pada mereka.
Toxic masculinity justru punya dampak buruk
Tanpa kita sadari, toxic masculinity justru berdampak buruk lho bagi kehidupan sosial, kesehatan dan mental laki-laki.
Menurut informasi yang aku baca dari Verywell Mind, laki-laki yang secara aktif menghindari kerentanan, bertindak berdasarkan keyakinan homofobik, mengabaikan trauma pribadi atau menunjukkan perilaku perasangka terhadap perempuan, justru bisa berkontribusi besar terhadap masalah sosial. Antara lain kekerasan berbasis gender, kekerasan seksual hingga kekerasan senjata. Ngeri banget kan?
Pada intinya laki-laki sama seperti perempuan
Kita sebagai kaum yang tahu banyak informasi, harusnya menyadari bahwa pada intinya laki-laki itu sama seperti perempuan. Mereka juga mengalami kecemasan, depresi dan penyakit mental. Tapi kebanyakan laki-laki tuh selalu menutup diri untuk mencari bantuan. Berbeda dengan perempuan yang cukup terbuka dengan masalah kesehatan mental. Bahkan perempuan bisa dengan mudah memanfaatkan layanan kesehatan untuk bantu memulihkan kondisinya.
Gimana, sekarang udah lebih paham dong mengenai Apa Itu Toxic Masculinity? Semoga informasi dari aku ini bisa menambah pengetahuan baru untuk Mama dan Papa ya!
Baca juga:
Mama dan Papa ada yang tahu Apa Itu Toxic Masculinity?
Istilah toxic masculinity pasti sering banget didengar deh akhir-akhir ini. Kebanyakan istilah ini diucapkan untuk bisa memotivasi seseorang, terutama laki-laki.
Yuk cari tahu bareng, apa itu toxic masculinity!
Apa Itu Toxic Masculinity?
Menurut yang aku baca dari berbagai sumber, toxic masculinity adalah suatu tekanan budaya di masyarakat, khususnya untuk para laki-laki agar berperilaku dan bersikap dengan cara tertentu. Istilah ini tuh banyak dikaitkan dengan nilai-nilai moral, serta perilaku yang ada dalam diri laki-laki.
Biasanya laki-laki dituntut harus menunjukkan kekuatan, kekuasaan dan nggak boleh dengan mudah mengespresikan emosi, kayak marah atau sedih.
Ini jadi satu hal yang toxic bagi kaum laki-laki
Sebenernya, maskulin itu sendiri merupakan suatu karakteristik yang baik buat laki-laki. Tapi ini bisa jadi toxic atau salah arah, ketika laki-laki justru dituntut untuk menunjukkan sisi maskulinnya. Sebaliknya, ketika laki-laki nggak bisa menunjukkan sisi maskulinnya, mereka justru dianggap menghindari stigma dan mendapat label “laki-laki lemah”.
Padahal di satu sisi, laki-laki bisa saja punya sifat yang lembut, ramah atau sensitif. Dimana ini adalah suatu karakter dari dalam diri dan tidak ada yang salah pada mereka.
Toxic masculinity justru punya dampak buruk
Tanpa kita sadari, toxic masculinity justru berdampak buruk lho bagi kehidupan sosial, kesehatan dan mental laki-laki.
Menurut informasi yang aku baca dari Verywell Mind, laki-laki yang secara aktif menghindari kerentanan, bertindak berdasarkan keyakinan homofobik, mengabaikan trauma pribadi atau menunjukkan perilaku perasangka terhadap perempuan, justru bisa berkontribusi besar terhadap masalah sosial. Antara lain kekerasan berbasis gender, kekerasan seksual hingga kekerasan senjata. Ngeri banget kan?
Pada intinya laki-laki sama seperti perempuan
Kita sebagai kaum yang tahu banyak informasi, harusnya menyadari bahwa pada intinya laki-laki itu sama seperti perempuan. Mereka juga mengalami kecemasan, depresi dan penyakit mental. Tapi kebanyakan laki-laki tuh selalu menutup diri untuk mencari bantuan. Berbeda dengan perempuan yang cukup terbuka dengan masalah kesehatan mental. Bahkan perempuan bisa dengan mudah memanfaatkan layanan kesehatan untuk bantu memulihkan kondisinya.
Gimana, sekarang udah lebih paham dong mengenai Apa Itu Toxic Masculinity? Semoga informasi dari aku ini bisa menambah pengetahuan baru untuk Mama dan Papa ya!
Baca juga:
berharap generasi millenial bisa lawan toxic masculinity.