Belenggu Para Tokoh dalam Novel "Belenggu"

Belenggu, merupakan prosa dalam bentuk novel pertama buah karya Armijn Pane. Alasan mengapa novel ini diberi judul Belengu adalah karena para tokoh utama dalam novel ini memiliki angan-angan masa silam yang pada akhirnya akan membuat hidup mereka terbelenggu oleh angan-angan tersebut. Karena itu, tulisan ini akan mengupas hal-hal yang membelenggu para tokoh utama dalam novel Belenggu.


Tono adalah tokoh sentral dalam novel ini, Ia digambarkan sebagai seorang Dokter dan menikah dengan Tini, wanita yang berpendidikan dan modern di zamannya. Kehidupan pernikahannya dengan Tini tidak bejalan dengan mulus, karena Tini tidak dapat merepresentasikan sosok istri yang diinginkan Tono. Cintanya kepada Tini membuat Tono bersikukuh memperistri Tini, meskipun Ia tahu bahwa Tini telah memberikan cintanya pada laki-laki lain. Ia selalu berangan-angan bahwa ia dan Tini pada akhirnya akan dapat saling mencintai dan mengasihi.

Namun ternyata, setelah mereka berumah tangga sikap Tini tidak seperti apa yang diangankan oleh Tono. Tini selalu sibuk oleh kegiatan sosialnya di luar rumah. Ketika berada di rumah, Tini bersikap begitu dingin kepada Tono. Sosok istri yang dapat melayani suami justru ia temukan pada Rohayah, yang kemudian menjadi wanita simpanannya. Dalam perjalanannya, timbullah berbagai pertentangan-pertentangan dalam jiwa Tono, angan-angannya bersama Tini telah membelenggunya dalam status “Suami-istri” yang semu. Tidak hanya mimpinya bersama Tini yang membelenggu jiwa Tono, ia mulai mempertanyakan kembali keinginannya menjadi seorang Dokter. Rasa tanggung jawabnya yang besar memaksanya untuk menjadi seorang Dokter untuk membalas jasa Sang Paman yang telah membiayai hidupnya. Tono tidak benar-benar menikmati profesinya sebagai Dokter, kenikmatan justru ia peroleh saat ia bersentuhan dengan seni.


Jika Tono terbelenggu oleh angan-angan percintaan dan keraguan atas keinginannya menjadi Dokter, maka Tini dibelenggu oleh kisah cintanya di masa lalu dengan Hartono, laki-laki yang sangat dicintainya. Cintanya dengan Tono tumbuh dalam kegersangan hatinya yang telah ditinggalkan oleh Hartono. Tini tidak pernah dapat dengan lepas mencurahkan kasih sayangnya kepada Tono karena ia merasa dengan begitu ia telah membohongi Tono. Kasih sayang dan cinta yang selama ini diberikan oleh Tono justru menjadi beban dalam hatinya karena ia tidak dapat memberikan cinta yang serupa kepada Tono. Hatinya sudah layu, cintanya sudah mati karena kepergian Hartono, kekasih yang ia kira sudah meninggalkan dunia ini untuk selama-lamanya.

 

“Karena dialah… kasih sayangnya membuat aku takut, bimbang, hatiku layu, menjadi kusut di dalam, hatiku layu, menjadi kusut di dalah hatiku bertambah hampa… tidak ada yang dapat kuberikan kepadanya, lain dari pasir belaka, padang pasir, padang pasir, tiada kasih saying tempat bernaung….pada hal itulah yang dia perlu. Kasih sayang…..tidak ada apa-apa, padaku, aku kosong belaka…..” (h. 115).

 

Lain dengan Tini, lain pula dengan Rohayah. Cita-citanya sebagai seorang perempuan adalah menikah dengan laki-laki yang berpofesi sebagai Dokter. Dokter adalah profesi yang dianggap terhormat sejak dulu hingga detik ini, derajat dan penghasilan yang tinggi membuahkan asumsi bahwa siapa pun yang berkeluarga dengan seorang Dokter maka hidupnya akan terjamin secara materiil maupun non-materiil. Hal ini pula yang membuat Rohayah begitu terobsesi dengan Dokter, ia ingin menjadi wanita yang lebih dihormati. Rohayah yang telah mengetahui bahwa Tono telah menjadi seorang Dokter pun akhirnya meneruskan obsesinya yang sempat terhambat oleh nasib buruk yang menaungi hidupnya hingga ia terjerat dalam dunia seks komersial. Namun, setelah berhasil mendapatkan Tono, Rohayah menyadari bahwa Tono tidak pantas dijadikan sebagai bahan pelampiasan obsesi yang selama ini telah membelenggu hidupnya. Ia merasa tidak pantas berada di sisi Tono, laki-laki yang dianggap sangat baik olehnya.

           
Angan-angan masa lalu telah membelenggu jiwa ketiga tokoh dalam novel ini, namun akhirnya mereka dapat melepaskan diri dari belenggu itu. Tini akhirnya memutuskan untuk bercerai dengan Tono tanpa memperdulikan orang-orang yang memiliki anggapan buruk terhadapnya, berhenti untuk berpura-pura bahwa hubungan mereka baik-baik saja dan merelakan cintanya yang telah pupus dengan Hartono, Tini pun memilih untuk mengabdikan diri dalam kegiatan-kegiatan sosialnya. Rohayah pun memutuskan untuk melepaskan Tono, Ia telah memenuhi obsesinya untuk hidup dengan seorang Dokter, namun nuraninya mengatakan bahwa kebahagiaan yang ia rasakan adalah kebahagiaan semu, karena itu ia memutuskan untuk pergi ke Nieuw Caledonie. Sedangkan Tono, ia melepaskan diri dari angan-angannya bersama Tini dan harus merelakan kepergian Rohayah, Ia belajar untuk menenangkan diri dan kembali memantapkan hatinya untuk memperdalam ilmu kedokterannya.