Indo Asiana Lestari Milik Siapa?

Halo, Mama! Mama tau kan kalo Papua memiliki hutan yang sangat indah dan kaya akan keanekaragaman hayati? Namun, saat ini, hutan-hutan ini sedang terancam oleh ekspansi perkebunan kelapa sawit. Salah satu perusahaan yang terlibat dalam perluasan ini adalah PT Indo Asiana Lestari. Dan, masih banyak yang belum tau juga kalau Indo Asiana Lestari Milik Siapa? Yuk, aku bantu jelasin di bawah ini!

Siapa Pemilik PT Indo Asiana Lestari?

PT Indo Asiana Lestari adalah perusahaan yang beroperasi di sektor perkebunan dan pengolahan kelapa sawit di Provinsi Papua. Kalau bicara soal siapa yang punya PT Indo Asiana Lestari, Mama, ceritanya agak rumit. Ada yang bilang perusahaan ini punya dua perusahaan dari Malaysia, Mandala Resources yang memegang mayoritas sahamnya. 

Mandala Resources ini dipimpin oleh dua pengusaha Malaysia di bidang kontraktor pengembangan sawit. Tapi, Mama tahu, investigasi dari The Gecko Project mengungkap sesuatu yang lebih rumit lagi. Mereka menemukan bahwa ada banyak perusahaan palsu yang terlibat dalam proyek ini, dengan nama-nama yang disembunyikan dan alamat palsu. Bahkan, perusahaan-perusahaan ini mendaftarkan diri di tempat yang nggak jelas, jadi orang-orang yang sebenarnya punya saham atau perusahaan ini nggak bisa dilacak.

Oh iya, ada satu lagi pemilik saham utama yang disebutkan dalam proyek ini, namanya Shin Yang. Dia punya pabrik pengolah kayu di Boven Digoel. Tapi sayangnya, pabrik ini udah jadi sorotan karena diduga melakukan pelanggaran lingkungan dan hak asasi manusia di Sarawak, Malaysia.

Kronologi Konflik Hutan Papua

Jadi begini, PT Indo Asiana Lestari itu diberi izin untuk memperluas lahan sawitnya seluas 36.094 hektare. Izin ini diberikan di kawasan hutan adat milik Suku Awyu, yang dikenal dengan hutan adat marga Woro. Nah, Suku Awyu ini adalah masyarakat adat dari Boven Digoel, Papua Selatan. Mereka nggak terima dengan izin yang diberikan oleh pemerintah Provinsi Papua karena itu bisa merusak hutan adat mereka, makanya mereka nekat menggugat.

Suku Awyu sendiri adalah masyarakat adat yang memiliki kedalaman sejarah dan budaya di Papua. Mereka bukan hanya menganggap hutan sebagai tempat tinggal, tetapi juga sebagai penjaga warisan nenek moyang mereka. Kehidupan dan identitas mereka terkait erat dengan keberadaan hutan dan alam di sekitarnya. 

For your information juga nih Ma, hutan ini tuh menjadi tempat tinggal dan sumber daya alam yang jadi ciri khas dari Papua yaitu burung Cendrawasih. Makanya, suku ini nolak berat, bahkan rela datang dan demo di Jakarta agar rencana yang dibuat oleh Indo Asiana dibatalkan. Gak hanya itu, seluruh masyarakat Indonesia juga menolak keras tindakan ini dan ikut menyebarkannya di media sosial dengan tulisan “All Eyes on Papua”.

Alasan di Balik Ekspansi Perusahaan

Perusahaan seperti PT Indo Asiana Lestari tertarik untuk memperluas operasi mereka karena melihat potensi besar dalam industri kelapa sawit. Namun, dalam melakukan ekspansi ini, mereka kadangkala mengabaikan dampak lingkungan dan sosial yang mungkin timbul, seperti yang terjadi dalam konflik dengan Suku Awyu.

Eksploitasi hutan untuk kegiatan perkebunan kelapa sawit dapat memiliki dampak serius terhadap lingkungan dan masyarakat yang bergantung pada hutan tersebut. Deforestasi yang disebabkan oleh ekspansi perkebunan dapat menyebabkan kerusakan habitat dan kehilangan biodiversitas yang tak tergantikan.

Peran Pengadilan dan Penegakan Hukum

Penasaran nggak, Mama? Nah, pengadilan sepertinya nggak terlalu peduli dengan gugatan Suku Awyu ini, jadi PT Indo Asiana Lestari punya hijau untuk membabat hutan ini seluas 26.326 hektare. Itu segede seperlima dari ukuran London, loh. Gugatan ini jadi masalah serius, karena ini menyangkut konflik antara Suku Awyu dan PT Indo Asiana Lestari, yang ternyata bagian dari proyek yang lebih besar lagi.

Suku Awyu sendiri merasa terpinggirkan, karena mereka nggak diajak berpartisipasi dalam proses penerbitan izin, yang sebenernya udah jadi keharusan menurut undang-undang otonomi khusus Papua tahun 2021. Mereka baru tahu soal izin ini pada Agustus 2022, padahal surat izinnya udah keluar dari Badan Penanaman Modal Papua pada November 2021.

Meskipun Suku Awyu telah mengajukan gugatan terhadap izin perusahaan, proses hukum seringkali rumit dan memakan waktu. Pengadilan dapat memainkan peran penting dalam menyelesaikan konflik ini dengan adil, namun, kesadaran dan dukungan publik juga diperlukan untuk memastikan hak-hak masyarakat adat terlindungi.

Masalah utama yang muncul dalam konflik ini adalah ketidaksesuaian antara kepentingan perusahaan dengan hak-hak dan kebutuhan masyarakat adat. Sementara perusahaan fokus pada ekspansi bisnis dan keuntungan ekonomi, masyarakat adat mempertahankan hak-hak mereka atas tanah dan sumber daya alam yang merupakan bagian integral dari identitas dan keberadaan mereka.

Solusi dan Harapan untuk Masa Depan

Untuk mengatasi konflik seperti ini, penting bagi pemerintah dan perusahaan untuk melibatkan masyarakat lokal secara aktif dalam proses pengambilan keputusan terkait pemanfaatan sumber daya alam di wilayah mereka. Dengan dialog yang terbuka dan inklusif, dapat dicapai solusi yang memperhatikan kepentingan semua pihak.

Itulah penjelasan mengenai Indo Asiana Lestari Milik Siapa? Semoga dengan pemahaman yang lebih dalam tentang masalah ini, kita dapat bersama-sama mendukung perlindungan lingkungan dan hak-hak masyarakat adat di Papua.