Hamil kembar air atau polihidramnion adalah kondisi ketika air ketuban dalam rahim saat kehamilan sangat banyak, sehingga perut menjadi sangat besar seperti ukuran perut hamil kembar.
Pada kebanyakan kasus, polihidramnion tidaklah berbahaya. Namun, kondisi ini tidak bisa dianggap remeh, karena berpotensi menyebabkan komplikasi kehamilan yang serius, bahkan keguguran.
Dalam tahap yang ringan, polihidramnion tidak menimbulkan gejala apapun pada pengidapnya.
Sementara polihidramnion yang sedang hingga berat dapat menimbulkan beberapa gejala seperti sulit bernapas, pembengkakan vulva, produksi urine berkurang, sembelit, mual, perut terasa sesak, dan bengkak di beberapa bagian tubuh.
Mengapa Berbahaya?
Ketika ibu sedang hamil, di dalam rahimnya terdapat kantung yang berisi cairan ketuban. Cairan tanpa warna ini mempunyai fungsi penting untuk perkembangan organ penting bayi.
Selain itu, cairan ketuban juga mampu melindungi bayi dari benturan maupun infeksi dan membuat bayi tersebut merasa nyaman karena membuatnya tetap hangat.
Air ketuban akan melindungi janin ketika berusia 12 hari setelah pembuahan dilakukan. Pada awal kehamilan, air ketuban ini berasal dari persediaan air yang ada pada tubuh sang ibu.
Lalu setelah memasuki umur 12 minggu, air ketuban akan dipenuhi sebagian besar urine bayi tersebut.
Keberadaan cairan ketuban ini juga membuat bayi dapat bergerak, sehingga dapat membantu perkembangan otot dan tulangnya. Air ketuban dapat terus bertambah sejalan dengan usia kandungan hingga 28-32 minggu, lalu cairan tersebut tidak bertambah lagi pada minggu ke-37 sampai 40.
Lalu, bagaimana jika cairan ketuban berlebih?
Cairan ketuban tidak boleh terlalu banyak atau pun terlalu sedikit, takarannya harus pas.
Hal tersebut karena cairan yang terlalu banyak atau sedikit dapat memengaruhi kehamilan dan janin ibu.
Apabila ibu hamil mengalami polihidramnion ringan hingga sedang, kemungkinannya masih dapat melahirkan hingga usia kandungan cukup bulan yaitu antara 39 hingga 40 minggu.
Namun, berbeda dengan ibu hamil dengan polihidramnion berat. Ibu hamil dengan kondisi tersebut berisiko mengalami persalinan prematur sekitar usia 37 minggu atau lebih muda. Tak hanya itu, komplikasi serius pun rawan terjadi pada ibu hamil polihidramnion berat.
Berikut beberapa komplikasi akibat polihidramnion berat, yang perlu diwaspadai:
√ Ketuban pecah dini.Plasenta (ari-ari) terlepas dari dinding rahim.
√ Tali pusar janin keluar ke Miss V.
√ Persalinan caesar.
√ Kematian janin dalam kandungan (keguguran).√ Perdarahan.
Hal-Hal yang Dapat Memicu Polihidramnion
Umumnya, penyebab polihidramnion tidak dapat diketahui secara pasti. Polihidramnion ringan mungkin hanya disebabkan oleh penumpukan cairan ketuban secara bertahap selama kehamilan. Selain itu, ada kemungkinan hamil kembar air ini bisa dipicu oleh beberapa faktor.
Seperti gangguan kesehatan janin, ibu hamil yang memiliki riwayat diabetes, infeksi TORCH, perbedaan rhesus darah ibu dan janin, metabolisme tubuh ibu tidak normal, dan konsumsi narkoba serta alkohol.
Selain itu, kondisi polihidramnion sedang hingga berat pun dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Cacat lahir atau Cacat Bawaan
Terkadang, kondisi polihidramnion adalah efek samping dari cacat lahir yang mengganggu kemampuan bayi untuk menelan. Saat berada di rahim, bayi akan menelan cairan ketuban dan kemudian mengeluarkannya, menjaga cairan ketuban pada tingkat yang stabil. Apabila bayi tidak dapat menelan karena cacat genetik, maka cairan ketuban akan menumpuk. Inilah yang bisa menyebabkan ibu hamil alami polihidramnion.
2. Ibu Diabetes
Peningkatan kadar glukosa darah dapat menyebabkan penumpukan cairan ketuban yang berlebih. Komplikasi ini dapat terjadi dalam kasus di mana ibu menderita diabetes sebelum hamil atau mengidap diabetes ketika hamil (diabetes gestasional).
3. Masalah dengan Detak Jantung Bayi
Cacat jantung bawaan atau detak jantung bayi melemah karena kelebihan cairan ketuban bisa menyebabkan polihidramnion.
Hamil kembar air atau polihidramnion adalah kondisi ketika air ketuban dalam rahim saat kehamilan sangat banyak, sehingga perut menjadi sangat besar seperti ukuran perut hamil kembar.
Pada kebanyakan kasus, polihidramnion tidaklah berbahaya. Namun, kondisi ini tidak bisa dianggap remeh, karena berpotensi menyebabkan komplikasi kehamilan yang serius, bahkan keguguran.
Dalam tahap yang ringan, polihidramnion tidak menimbulkan gejala apapun pada pengidapnya.
Sementara polihidramnion yang sedang hingga berat dapat menimbulkan beberapa gejala seperti sulit bernapas, pembengkakan vulva, produksi urine berkurang, sembelit, mual, perut terasa sesak, dan bengkak di beberapa bagian tubuh.
Mengapa Berbahaya?
Ketika ibu sedang hamil, di dalam rahimnya terdapat kantung yang berisi cairan ketuban. Cairan tanpa warna ini mempunyai fungsi penting untuk perkembangan organ penting bayi.
Selain itu, cairan ketuban juga mampu melindungi bayi dari benturan maupun infeksi dan membuat bayi tersebut merasa nyaman karena membuatnya tetap hangat.
Air ketuban akan melindungi janin ketika berusia 12 hari setelah pembuahan dilakukan. Pada awal kehamilan, air ketuban ini berasal dari persediaan air yang ada pada tubuh sang ibu.
Lalu setelah memasuki umur 12 minggu, air ketuban akan dipenuhi sebagian besar urine bayi tersebut.
Keberadaan cairan ketuban ini juga membuat bayi dapat bergerak, sehingga dapat membantu perkembangan otot dan tulangnya. Air ketuban dapat terus bertambah sejalan dengan usia kandungan hingga 28-32 minggu, lalu cairan tersebut tidak bertambah lagi pada minggu ke-37 sampai 40.
Lalu, bagaimana jika cairan ketuban berlebih?
Cairan ketuban tidak boleh terlalu banyak atau pun terlalu sedikit, takarannya harus pas.
Hal tersebut karena cairan yang terlalu banyak atau sedikit dapat memengaruhi kehamilan dan janin ibu.
Apabila ibu hamil mengalami polihidramnion ringan hingga sedang, kemungkinannya masih dapat melahirkan hingga usia kandungan cukup bulan yaitu antara 39 hingga 40 minggu.
Namun, berbeda dengan ibu hamil dengan polihidramnion berat. Ibu hamil dengan kondisi tersebut berisiko mengalami persalinan prematur sekitar usia 37 minggu atau lebih muda. Tak hanya itu, komplikasi serius pun rawan terjadi pada ibu hamil polihidramnion berat.
Berikut beberapa komplikasi akibat polihidramnion berat, yang perlu diwaspadai:
√ Ketuban pecah dini.Plasenta (ari-ari) terlepas dari dinding rahim.
√ Tali pusar janin keluar ke Miss V.
√ Persalinan caesar.
√ Kematian janin dalam kandungan (keguguran).√ Perdarahan.
Hal-Hal yang Dapat Memicu Polihidramnion
Umumnya, penyebab polihidramnion tidak dapat diketahui secara pasti. Polihidramnion ringan mungkin hanya disebabkan oleh penumpukan cairan ketuban secara bertahap selama kehamilan. Selain itu, ada kemungkinan hamil kembar air ini bisa dipicu oleh beberapa faktor.
Seperti gangguan kesehatan janin, ibu hamil yang memiliki riwayat diabetes, infeksi TORCH, perbedaan rhesus darah ibu dan janin, metabolisme tubuh ibu tidak normal, dan konsumsi narkoba serta alkohol.
Selain itu, kondisi polihidramnion sedang hingga berat pun dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Cacat lahir atau Cacat Bawaan
Terkadang, kondisi polihidramnion adalah efek samping dari cacat lahir yang mengganggu kemampuan bayi untuk menelan. Saat berada di rahim, bayi akan menelan cairan ketuban dan kemudian mengeluarkannya, menjaga cairan ketuban pada tingkat yang stabil. Apabila bayi tidak dapat menelan karena cacat genetik, maka cairan ketuban akan menumpuk. Inilah yang bisa menyebabkan ibu hamil alami polihidramnion.
2. Ibu Diabetes
Peningkatan kadar glukosa darah dapat menyebabkan penumpukan cairan ketuban yang berlebih. Komplikasi ini dapat terjadi dalam kasus di mana ibu menderita diabetes sebelum hamil atau mengidap diabetes ketika hamil (diabetes gestasional).
3. Masalah dengan Detak Jantung Bayi
Cacat jantung bawaan atau detak jantung bayi melemah karena kelebihan cairan ketuban bisa menyebabkan polihidramnion.
Begitu penjelasannya yaa ma