Pekan Glaukoma, Kenali Faktor Penyebab Glaukoma pada Anak!

Deteksi dini faktor resiko glaukoma anak

22 Maret 2024

Pekan Glaukoma, Kenali Faktor Penyebab Glaukoma Anak
Freepik/karlyukav

Dalam memperingati pekan glaukoma sedunia yang jatuh pada minggu ke-2 bulan Maret, JEC Group mengadakan serangkaian kegiatan dengan tujuan edukasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya Glaukoma, yang merupakan salah satu penyebab kebutaan terbanyak selain katarak.

Glaukoma merupakan kondisi neuropati optik progresif yang disebabkan oleh adanya peningkatan tekanan di dalam bola mata yang dapat merusak saraf optik dan berdampak pada penurunan fungsi penglihatan secara progresif, hingga dapat menyebabkan kebutaan permanen. Kondisi ini, umumnya menimpa pada orang di usia 40 tahun keatas. 

Namun tahukah Mama, jika glaukoma dapat menimpa ke bayi atau anak-anak?
Pada kesempatan kali ini, Popmama.com akan mengajak Mama untuk lebih mengenal faktor penyebab glaukoma pada anak.
Kira-kira apa aja ya?

1. Genetik orangtua

1. Genetik orangtua
Freepik/pch.vector

Adanya keluarga dengan riwayat glaukoma menjadi salah satu faktor yang perlu diperhatikan pada anak yang baru lahir. Jika seseorang memiliki keturunan glaukoma, kemungkinan besar bahwa kondisi glaukoma tersebut akan berkembang seiring waktu. Hal ini menandakan bahwa faktor genetik memiliki peran penting dalam risiko terkena glaukoma.   

Faktor ini juga didukung oleh pernyataan Prof. DR. Dr. Widya Artini Wiyogo, SpM(K), selaku Head of Glaucoma Service, JEC Group kepada Popmama.com pada Kamis (21/3/2024). 

“Ini lebih ke genetik. Dia (bayi) baru lahir bisa terjadi glaukoma, karena dia tidak terbentuk saluran keluar dari humor aqueous yg ada di dalam bola mata tersebut. Akibatnya, karena tertutup, baik tekanan bola matanya, sehingga matanya terlihat putih ketika lahir,” jelas Prof. Widya. 

Oleh karena itu, jika ada anggota keluarga yang memiliki riwayat glaukoma, penting bagi bayi atau anak-anak untuk melakukan pemeriksaan secara berkala, karena mereka memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mewarisi kondisi tersebut. 

Editors' Pick

2. Faktor ras

2. Faktor ras
Pexels/vanessaloring

Memiliki keturunan Asia, umumnya orang Indonesia memiliki mata yang kecil jika dibanding dengan orang barat. Orang Asia umumnya berpotensi untuk memiliki struktur mata yang berbeda dibandingkan dengan populasi lainnya.

Mata orang Asia cenderung lebih kecil, dimana sebagian besar sudutnya tertutup dengan sudut anterior (bagian depan mata tempat cairan mata mengalir) yang lebih sempit.

“Mohon maaf, orang Asia berpotensi matanya kecil. Kebanyakan sudutnya tertutup. Untuk mencegahnya, biasanya kita (penanganan) laser saja,” jelas Prof. Widya. 

3. Adanya trauma pada mata

3. Ada trauma mata
Pexels/RDNEStockproject

Anak kecil dikenal suka mengeksplor dunia luar yang secara tidak langsung terlibat dengan aktivitas fisik dan mata. Trauma pada mata pada anak-anak bisa menjadi salah satu faktor glaukoma. Glaukoma yang disebabkan oleh trauma disebut glaukoma sekunder akibat trauma.   

Trauma pada mata dapat merusak struktur mata yang penting untuk aliran cairan mata yang normal. Trauma ini bisa bisa berasal dari pukulan atau ketidak sengajaan ketika bermain sehingga mengenai mata. 

“Ada faktor sekunder, trauma terpukul. Anak-anak sering bermain, Lalu tidak sengaja terpukul, sehingga menyebabkan matanya berdarah,” tambah Prof. Widya. 

4. Penggunaan obat-obatan yang mengandung kortikosteroid

4. Penggunaan obat-obatan mengandung kortikosteroid
Freepik

Faktor berikutnya ialah pemberian obat-obatan steroid. Obat-obatan steroid ini sering digunakan untuk mengatasi reaksi alergi dan mengurangi peradangan pada kulit akibat kondisi seperti eksim atau alergi.   

Bahkan, anak-anak juga dapat diberikan tetes mata yang mengandung steroid sebagai bagian dari pengobatan alergi. Penggunaan steroid yang berlebihan dapat meningkatkan tekanan di dalam mata yang merupakan faktor risiko utama untuk glaukoma.

“Selalu saya tekankan jangan suka memberi steroid pada anak yang alergi. Memang pemberian obat steroid itu cepat langsung hilang, tapi jangan terlalu sering,” jelas Prof. Widya.   

Glaukoma dapat dicegah dengan memeriksanya secara dini. Pengelolaan glaukoma biasanya dimulai dengan penggunaan obat-obatan, tetes mata, prosedur laser, dan jika diperlukan, operasi.

Penting untuk diingat bahwa pasien yang didiagnosis dengan glaukoma harus segera dibawa ke dokter, idealnya dalam waktu 2 x 24 jam setelah gejala muncul. Keterlambatan dalam penanganan glaukoma berpotensi menyebabkan kerusakan penglihatan permanen. Oleh karena itu, deteksi dini dan pemahaman akan faktor-faktor risiko menjadi kunci dalam mengatasi masalah ini.  

Baca juga:  

The Latest