7 Hal yang Perlu Mama Pahami dari Perilaku Memukul Balita
Fase perkembangan emosi pada balita yang perlu dibentuk
22 November 2024
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Sebagai orangtua, menghadapi balita yang memukul bisa menjadi pengalaman yang membingungkan sekaligus menantang.
Tidak jarang, perilaku ini memunculkan pertanyaan dan kekhawatiran.
Penting untuk diingat bahwa memukul adalah bagian dari proses tumbuh kembang anak, terutama di masa balita.
Pada tahap ini, mereka sedang belajar memahami emosi dan berinteraksi dengan dunia di sekitar mereka.
Dengan pendekatan yang tenang dan penuh pengertian, perilaku ini dapat dikelola dan diarahkan menjadi pelajaran penting tentang pengendalian diri.
Berikut Popmama.com rangkum 7 hal yang perlu Mama pahami dari perilaku memukul balita.
1. Balita belum memiliki kemampuan dalam mengekspresikan emosi
Di usia balita, anak-anak belum memiliki kemampuan bahasa yang cukup untuk menjelaskan perasaan mereka.
Ketika marah, frustasi, atau kewalahan, mereka cenderung menyalurkan emosi tersebut melalui tindakan fisik seperti memukul.
Hal ini bukan karena mereka ingin menyakiti orang lain, melainkan karena mereka belum tahu cara yang tepat untuk mengungkapkan perasaannya.
Sebagai orangtua, penting untuk membantu mereka belajar mengenali dan menyampaikan emosinya, misalnya dengan memberikan kata-kata sederhana untuk perasaan mereka.
Selain itu, memberikan contoh positif dalam menangani emosi juga dapat membantu balita mengembangkan kemampuan pengelolaan emosi yang lebih baik.
2. Mulai pada usia 12-15 bulan
Perilaku memukul pada balita biasanya mulai terlihat di usia 12-15 bulan, saat anak-anak mulai menunjukkan kemampuannya dalam berinteraksi dengan dunia sekitar.
Pada usia ini, mereka memiliki dorongan eksplorasi yang tinggi, tetapi kemampuan mereka untuk memahami aturan sosial masih sangat terbatas.
Mereka juga mulai menyadari bahwa tindakan mereka, termasuk memukul, dapat memengaruhi orang lain.
Namun, mereka belum bisa memahami bahwa tindakan tersebut bisa menyakiti.
Sebagai orangtua, penting untuk membimbing balita dengan lembut tetapi tegas, menunjukkan bahwa memukul bukan cara yang tepat untuk berkomunikasi, sambil tetap memberi ruang untuk eksplorasi mereka.
Editors' Pick
3. Puncaknya pada usia 18-36 bulan
Usia 18-36 bulan adalah puncak perilaku memukul, karena anak sedang mengalami perkembangan emosional yang signifikan.
Di usia ini, mereka mulai lebih sering merasa frustasi, terutama ketika menghadapi batasan atau larangan.
Keinginan mereka untuk mandiri juga sering berbenturan dengan kemampuan mereka yang masih terbatas, sehingga menyebabkan frustasi yang diekspresikan melalui memukul.
Fase ini juga merupakan waktu dimana tantrum menjadi hal yang umum.
Orangtua dapat membantu anak melewati fase ini dengan mengajarkan cara yang lebih baik untuk mengelola emosi, seperti bernapas dalam-dalam, menggunakan kata-kata sederhana, atau meminta bantuan ketika mereka merasa kesulitan.
4. Biasanya berakhir pada usia 4 tahun
Sebagian besar perilaku memukul pada balita akan mulai berkurang dan bahkan berhenti sepenuhnya sekitar usia 4 tahun.
Pada tahap ini, kemampuan berbicara anak berkembang pesat, sehingga mereka lebih mampu mengekspresikan kebutuhan dan perasaannya secara verbal.
Selain itu, mereka mulai memahami bahwa tindakan memukul dapat menyakiti orang lain, sehingga perilaku ini secara alami berkurang.
Namun, peran orangtua tetap penting dalam memberikan bimbingan dan contoh yang baik. Mengajarkan empati dan memberi pujian ketika anak berhasil mengekspresikan emosinya dengan cara yang baik akan membantu mempercepat proses ini.
5. Tantrum pada balita merupakan ekspresi emosi yang sehat
Meskipun sering dianggap negatif, tantrum sebenarnya adalah bagian normal dari perkembangan balita.
Ini adalah cara anak-anak meluapkan emosi yang mereka belum bisa kelola dengan baik.
Tantrum juga menunjukkan bahwa anak sedang belajar memahami apa yang mereka rasakan dan bagaimana mengatasinya.
Meskipun terlihat melelahkan, penting untuk mengingat bahwa tantrum adalah tanda bahwa anak sedang bertumbuh secara emosional.
Orangtua dapat menggunakan momen ini untuk mengajarkan anak tentang perasaan mereka, misalnya dengan berkata, "Kamu sedang marah, ya? Itu tidak apa-apa, tapi kita harus mencari cara yang lebih baik untuk menyampaikan rasa marahmu."
6. Rata-rata berlangsungnya sekitar 3,5 menit
Tantrum, termasuk perilaku memukul, biasanya berlangsung rata-rata sekitar 3,5 menit.
Meskipun terasa lama, waktu ini sebenarnya cukup singkat dibandingkan dengan durasi total hari anak.
Selama tantrum, balita meluapkan emosi dengan intensitas tinggi, tetapi mereka juga cepat kembali tenang ketika perasaannya sudah tersalurkan.
Memahami durasi ini membantu orangtua untuk tidak bereaksi berlebihan atau kehilangan kesabaran.
Ketika menghadapi tantrum, lebih baik menunggu sampai anak mulai tenang sebelum mencoba mengajaknya berbicara atau memberikan arahan.
Dengan pendekatan ini, orangtua dapat membantu anak melewati emosi mereka dengan lebih baik.
7. Hal terbaik dalam menghadapinya yaitu dengan tetap tenang
Saat menghadapi balita yang memukul, menjaga ketenangan adalah langkah terbaik.
Bereaksi dengan marah atau frustasi hanya akan memperburuk situasi dan membuat anak merasa tidak dipahami.
Sebaliknya, cobalah untuk menunjukkan ketenangan, karena anak dapat merasakan energi dari orangtuanya.
Setelah anak mulai tenang, validasi perasaannya dengan berkata, "Mama tahu kamu sedang marah."
Kemudian, ajarkan cara alternatif untuk menyampaikan emosi mereka, seperti berbicara atau menunjuk benda yang mereka butuhkan.
Dengan memberikan respons tenang dan konsisten, anak akan belajar bahwa ada cara yang lebih baik untuk berkomunikasi dibandingkan dengan memukul.
Nah, itu tadi 7 hal yang perlu Mama pahami dari perilaku memukul balita.
Baca juga:
- 4 Makanan yang Bisa Memicu Tantrum pada Anak, Batasi Ma!
- Manfaat Tidak Mengganggu Anak Ketika Sedang Main Sendiri
- 7 Perilaku Anak 1 Tahun yang Tidak Boleh Diremehkan