Terlalu Bersih Tak Selamanya Baik untuk Anak
Mengapa terlalu higienis tidak baik untuk anak?
9 Desember 2019
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Mama yang baru punya anak pertama pasti sangat cermat menjaga kebersihan lingkungan di sekitar anak.
Selain mensteril semua perlengkapan anak, mulai dari alat makan, mainan, sampai pakaian. Lantai rumah juga harus bersih kinclong, kalau perlu dipel setiap hari. Malah jika bisa, anak pakai sandal selama di rumah.
Main di luar rumah? Boleh sih, asal jangan main pasir atau tanah, nggak boleh becek-becekan, apalagi guling-guling di rumput. Pokoknya, anak harus bersih supaya tidak kena kuman dan gampang sakit.
Namun, benarkah sikap demikian, Ma?
Bersih memang baik, tetapi terlalu higienis bisa berdampak pada anak. Popmama.com merangkumnya dari berbagai sumber untuk Mama.
1. Suka menyentuh berbagai benda itu sifat dasar anak
Sudah menjadi sifat alami anak suka menyentuh berbagai benda, termasuk memasukkannya ke dalam mulut. Ini merupakan cara anak belajar mengenali lingkungannya dengan memanfaatkan semua indera yang ia miliki.
Wajar jika Mama khawatir anak terkena kuman atau bakteri jika menyentuh sembarangan. Namun, jangan halangi ia untuk belajar, Ma.
Biarkan sesekali anak memegang berbagai benda yang dilihatnya untuk memuaskan rasa penasarannya. Mama cukup memantau dan segera bertindak jika anak dirasa mulai terlalu jauh (kecuali Mama punya toleransi besar soal kotor-kotoran ).
Editors' Pick
2. Hygiene hypothesis, terlalu bersih tidak selalu baik
Sejumlah penelitian menyatakan bayi yang terpapar kuman lebih awal justru memperoleh perlindungan lebih besar dari penyakit seperti asma dan alergi di kemudian hari.
Paparan parasit, bakteri, dan virus secara terbatas pada awal kehidupan bayi membuat tubuh anak lebih tangguh ketika harus berhadapan dengan alergi, asma, atau penyakit autoimun lain.
Bahkan, anak yang tumbuh di lingkungan pertanian atau dititipkan di daycare lebih dini justru memiliki risiko rendah terkena alergi.
Dilansir dari WebMD, Thom McDade, PhD, associate professor dan Director of Laboratory for Human Biology Research at Northwestern University, menyatakan sistem kekebalan tubuh bayi justru bisa diperkuat oleh paparan kuman yang “masuk” sehari-hari, sehingga anak bisa belajar, beradaptasi, dan mengatur tubuhnya sendiri.
Ini sama seperti otak bayi yang membutuhkan stimulasi, input, dan interaksi guna berkembang secara normal.
3. Lingkungan terlalu bersih meningkatkan risiko alergi anak
Sebuah penelitian yang dipublikasikan di Journal of Allergy and Clinical Immunology menyatakan anak yang terekspos pada hewan tertentu sebelum usia 1 tahun justru memiliki risiko lebih rendah mengalami alergi dan sesak napas.
Artinya, salah satu faktor pencetus asma, alergi, dan alergi makanan justru berasal dari lingkungan yang terlalu steril. Hal ini disebabkan oleh tubuh anak kurang terpapar bakteri dan alergen pada awal masa hidupnya. Lebih menarik lagi, anak di negara-negara Barat mempunyai risiko dua kali lipat terkena asma, alergi, dan eksim. Sementara, di negara berkembang risiko ini justru lebih rendah.
4. Upaya terlalu steril melemahkan sistem kekebalan tubuh anak
Tahukah, Ma, sebagian besar kuman yang mengintai di lingkungan sekitar atau yang hidup dalam tubuh kita itu tidak berbahaya? Mereka sudah ribuan tahun hidup berdampingan bersama manusia.
Namun, perubahan perilaku manusia selama setengah abad terakhir membuat banyak mikroba itu menghilang perlahan. Hal ini berdampak pada fungsi fisiologis manusia dengan konsekuensi baik dan buruk.
Maka, ketika Mama terlalu steril untuk membersihkan lingkungan bayi demi melindungi si Kecil dari penyakit, ada kemungkinan kita merampas kesempatan anak untuk membangun sistem kekebalan tubuh yang kuat.
Praktik lainnya, seperti penggunaan antibiotik yang tidak tepat dan kadang berlebihan, juga turut andil dalam melemahnya imunitas anak ini, Ma.
5. Ini yang bisa Mama lakukan
Namun, jangan telan-telan secara bulat hasil penelitian di atas ya, Ma. Para peneliti juga nggak lantas menyarankan Mama untuk abai pada kebersihan si Kecil. Langkah terbaik adalah berusaha menemukan titik seimbang antara keduanya: bersih dan kotor.
Dengan kotor anak bisa belajar banyak hal, dan bersih membuat tubuhnya terlindungi dari penyakit. Lebih lanjut, ini yang bisa Mama lakukan.
Beri anak kesempatan bermain kotor-kotoran sepuas hati
Jangan berusaha membersihkan tangan anak berkali-kali. Misalnya, sudah cuci tangan pakai sabun tapi masih harus pakai hand sanitizer
Usahakan tidak memakai sabun antimicrobial. Tubuh anak hanya memerlukan air dan sabun biasa.
Hati-hati pada penggunaan antibiotik berlebihan atau tidak tepat. Kebanyakan infeksi ringan tidak selalu membutuhkan resep antibiotik dan akan sembuh sendiri setelah 7-10 hari.
Tetap biasakan cuci tangan sebelum dan sesudah makan dengan memakai sabun.
Meski Mama masih ragu, tidak ada salahnya mencoba hal ini, Ma. Tidak perlu berubah secara drastis, lakukan saja perlahan. Bagian terbaik adalah Mama tidak usah merasa bersalah jika si Kecil berkeringat dan tampak kotor sesekali, entah karena menumpahkan makanan, berburu serangga kecil di halaman rumah, atau bermain hujan-hujanan. Jadi, nikmati saja prosesnya ya, Ma.