Sebelum Memilih Sekolah, Kenali 5 Jenis Kurikulum Preschool ini
5 jenis kurikulum yang diadopsi dari luar negeri ini punya konsep belajar yang berbeda. Seperti apa?
25 Januari 2019
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan ketika memilih sekolah untuk anak. Mulai dari kurikulum, lingkungan sekolah, biaya hingga jarak antara sekolah dan rumah.
Memilih sekolah yang tepat akan memberikan dampak yang besar bagi kecerdasan serta bakat yang dimiliki oleh anak.
Namun sayangnya, memilih sekolah yang tepat saat ini bukanlah perkara yang mudah, terutama bagi orangtua yang baru pertama kali mencari sekolah untuk anaknya.
Jenjang preschool misalnya, saat ini kebanyakan sekolah swasta menawarkan kurikulum belajar yang berbeda.
Beberapa diantaranya bahkan diadopsi dari kurikulum sekolah di luar negeri. Hal ini tentu saja membuat Orangtua bingung menentukan sekolah mana yang sesuai dengan karakter anak.
Nah, sebelum mencari dan menentukan sekolah untuk anak, simak dulu penjelasan tentang perbedaan kurikulum untuk jenjang preschool berikut ini ya, Ma.
1. Montessori
Metode belajar Montessori yang digagas oleh perempuan asal Italia, dr. Maria Montessori, ini lebih menekankan pada konsep dasar ‘follow the child’.
Artinya, anak program belajar sekolah menyesuaikan bakat dan minat masing-masing anak, sementara guru hanya bersifat sebagai fasilitator dan pembimbing saja.
Selain itu, tipe sekolah ini juga mengutamakan kemandirian, dimana anak dilatih untuk mengurus segala keperluannya sendiri. Seperti melepas dan memakai sepatu atau merapikan kotak makanan setelah snack time berakhir.
Pada umumnya, kelas-kelas di sekolah berbasis Montessori ini terdiri dari anak-anak berbagai usia. Hal ini ditujukan agar anak dapat saling beradaptasi serta membantu teman yang lebih kecil.
Mama tak perlu khawatir si Kecil tidak bisa mengikuti materi yang diberikan ya, Ma. Sebab disini setiap anak diberi kesempatan untuk belajar sesuai dengan kemampuan dan gaya belajarnya. Proses belajarnya pun menyenangkan dengan materi belajar yang kreatif dan tidak monoton.
Editors' Pick
2. Waldorf
Tak lama setelah kurikulum berbasis Montessori berkembang, lahirlah kurikulum Waldorf yang digagas oleh seorang filsuf pendidikan asal Austria, Rudolf Steiner.
Hampir mirip dengan Montessori, kurikulum Waldorf tidak pernah menyamaratakan kemampuan belajar anak.
Lagi-lagi anak diberi kesempatan untuk mengembangkan kecerdasan dan bakat yang dimilikinya melalui materi belajar yang menyenangkan.
Jangan heran ya, Ma jika tidak banyak buku pelajaran atau tugas sekolah yang diberikan. Waldorf justru lebih menekankan sisi kreativitas anak, seperti melukis, bernyanyi, bermain seni peran atau memasak. Alasannya untuk membentuk individu yang berkembang dalam aspek emosional, fisik maupun intelektual.