Bahaya Difteri pada Anak: Gejala, Pencegahan, dan Siapa yang Berisiko
Waspada difteri pada anak! Kenali gejala, pencegahan, dan risikonya
30 September 2024
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Difteri adalah penyakit infeksi berbahaya yang bisa menyerang siapa saja, namun anakanak dan lansia merupakan kelompok yang paling rentan. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae yang dapat menular melalui percikan air liur ketika batuk atau bersin. Difteri sering kali dianggap sebagai penyakit "masa lalu," tetapi pada kenyataannya, kasusnya masih terus muncul di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Akhirakhir ini, terjadi peningkatan kasus difteri di beberapa wilayah yang memicu kekhawatiran akan potensi penyebaran yang lebih luas. Berdasarkan data terbaru, 1 dari 5 penderita difteri yang berusia balita atau lansia dapat meninggal dunia jika tidak segera ditangani. Peristiwa ini menegaskan pentingnya kewaspadaan orangtua untuk melindungi anakanak mereka, terutama yang belum mendapatkan vaksinasi lengkap.
Difteri dapat dicegah dengan imunisasi. Imunisasi ini tidak hanya melindungi anak, tetapi juga anggota keluarga lain yang mungkin lebih rentan, seperti lansia. Imunisasi memang menjadi kunci utama dalam melawan penyebaran penyakit ini. Selain itu, menjaga kebersihan diri dan lingkungan juga penting untuk mencegah penyebaran difteri lebih lanjut.
Untuk lebih memahami bahaya difteri pada anak gejala, pencegahan, dan siapa yang berisiko terkena difteri, semoga dapat dipahami oleh Mama dan Papa dalam melindungi si Kecil, berikut adalah beberapa fakta penting yang telah dirangkum oleh Popmama.com:
Difteri Itu Sebenarnya Apa Sih?
Difteri adalah penyakit infeksi bakteri yang menyerang saluran pernapasan bagian atas, seperti tenggorokan dan hidung. Penyakit ini dapat menghasilkan racun yang bisa menyebar ke bagian tubuh lainnya, termasuk jantung dan sistem saraf. Bakteri penyebab difteri, Corynebacterium diphtheriae, menular melalui percikan air liur dari orang yang terinfeksi.
Meskipun difteri bisa menyerang siapa saja, anakanak yang belum divaksinasi atau mereka yang tidak memiliki kekebalan tubuh yang cukup memiliki risiko lebih tinggi. Sebelum vaksinasi difteri ditemukan dan diterapkan secara luas pada 1930an, penyakit ini menyebabkan banyak kematian di seluruh dunia.
Saat ini, vaksin difteri telah berhasil menurunkan jumlah kasus secara signifikan, meskipun wabah kecil masih terus terjadi, terutama di daerah dengan cakupan vaksinasi yang rendah.
Difteri tidak hanya menyerang sistem pernapasan tetapi juga dapat menyerang kulit, meskipun kasus seperti ini jarang terjadi. Dalam kondisi parah, racun difteri bisa menyebabkan kerusakan permanen pada jantung, ginjal, dan sistem saraf.
Gejala Awal & Komplikasi Difteri
Gejala difteri biasanya muncul 25 hari setelah seseorang terinfeksi. Gejala yang paling umum meliputi:
- Demam ringan hingga sedang
- Nyeri tenggorokan
- Pembengkakan kelenjar getah bening di leher (dikenal sebagai "bullneck")
- Batuk dan pilek
- Munculnya lapisan abuabu tebal di tenggorokan dan amandel yang bisa menghalangi pernapasan
Gejalagejala awal ini sering kali disalahartikan sebagai infeksi saluran pernapasan biasa, seperti flu atau radang tenggorokan. Namun, perbedaan yang paling mencolok adalah lapisan keabuabuan yang muncul di tenggorokan. Lapisan ini merupakan jaringan mati yang dihasilkan oleh racun difteri dan dapat menyebabkan kesulitan bernapas serta menelan.
Jika tidak ditangani, difteri dapat menyebabkan komplikasi serius. Racun yang dihasilkan oleh bakteri dapat merusak jantung dan menyebabkan gagal jantung. Selain itu, difteri juga bisa merusak saraf dan ginjal, yang bisa berakibat fatal.