Hati-Hati, Ma! Anak yang Sering Dipukul Bisa Menjadi Agresif
Coba pikir-pikir dulu sebelum kelewat emosi dan ingin memukul anak ya, Ma!
20 Agustus 2018
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Apakah pernah terbesit di pikiran Mama untuk memukul si Kecil saking jengkelnya?
Jika tidak, berarti Mama dapat mengendalikan diri dan memiliki cukup kesabaran, tapi jika jawabannya ya, coba dipikirkan lagi dampak setelahnya jika Mama memukul si Kecil.
Terkadang orangtua berpikir, memukul anak adalah jalan tercepat untuk mendidik dan mendisiplinkan anak.
Ada juga yang sudah melakukan berbagai cara pendekatan, tapi anak tidak mau mengerti dan tetap mengulang kenakalan yang sama sehingga orangtua memakai cara cubit atau pukul untuk membuatnya jera.
Tapi apakah Mama tahu? Dampak membentak, mencubit, atau memukul si Kecil dapat menjadikan anak tumbuh semakin agresif dan tidak bisa dikendalikan.
Untuk jangka panjang, hal ini justru dapat menjadikan trauma bagi si Kecil, berbagai masalah psikologi lainnya, dan membuat dia menjadi tidak percaya diri atau malah jadi pribadi yang kasar.
Besar kemungkinan, akibat memukul ini bisa dijadikan contoh si Kecil untuk mengulang perbuatan yang sama saat dia kesal. Yaitu, memukul temannya atau orang lain.
Tentu Mama tidak ingin anak Mama tumbuh menjadi anak yang agresif, kasar, atau menjadi pribadi yang rendah diri kan?
Dibandingkan membentak atau memukul, Mama bisa mengikuti cara ini jika tiba-tiba si Kecil nakal atau tantrum dan membuat Mama kesal:
1. Menenangkan diri terlebih dahulu
Ketika sedang merasa marah, ada baiknya Mama menenangkan diri terlebih dahulu.
Dengan emosi meluap-luap tentu kemungkinan-kemungkinan untuk memukul atau mencubit akan lebih besar.
Mama perlu menarik napas dalam-dalam baru kemudian menenangkan si Kecil.
Selain itu, berhadapan dengan anak yang tantrum, suka berteriak, sulit diatur, memang membutuhkan kesabaran ekstra, dan Mama adalah manusia yang dapat meledak juga.
Maka dari itu, sesekali Mama harus memiliki 'me time' supaya Mama tidak merasa depresi atau lelah berhadapan setiap hari dengan si Kecil.
Mintalah suami, untuk sesekali menjaga si Kecil sedang Mama melakukan kegiatan menyenangkan sendiri atau bersama teman-teman.
Jangan khawatir Ma, Mama punya hak untuk me time, lho!
Editors' Pick
2. Mengetahui keinginan si Kecil
Terkadang, beberapa anak yang nakal atau tantrum hanya melakukan hal itu untuk menarik perhatian saja.
Sebelum Mama mencubit atau memukul karena kesal, pernahkah Mama menanyakan kemauan si Kecil?
Mungkin saja dia marah karena kecapean, atau mengantuk, atau merasa tidak nyaman berada di suatu tempat.
Namun, karena masih kecil, dia terkadang tidak bisa mengutarakannya dan lebih memilih untuk berteriak, menangis, atau malah membuat onar.
Ada baiknya Mama mengerti kebiasaan-kebiasaan si Kecil, dan menghindarinya sebelum dia membuat Mama kesal.
3. Menjauhkan si Kecil dari keramaian
Ketika si Kecil tiba-tiba tantrum di mal karena ingin mainan, kemudian menangis menjerit-jerit minta ingin dibelikan, hal ini terkadang membuat Mama menjadi kesal bercampur malu karena diperhatikan banyak orang.
Atau misal dalam acara ulangtahun si Kecil tiba-tiba membuat onar dan mengacaukan pesta, jangan langsung dicubit atau dipukul ya, Ma.
Jika hal itu terjadi, coba Mama jauhkan Si Kecil dari keramaian. Peluk meski mungkin si Kecil meronta, dan biarkan sampai si Kecil tenang.
Jika si Kecil sudah tenang, Mama bisa memberi pengertian jika sifatnya tidak bisa diterima, dan dia tidak akan kembali ke pesta atau pulang ke rumah jika si Kecil tidak bisa mengendalikan dirinya.
Hal ini harus dibiasakan jika si Kecil sedang dalam kondisi memaksakan kehendaknya.
Karena mendisiplinkan anak bisa dengan cara lain selain memukul atau mencubit.
4. Membuat peraturan atau perjanjian jika Si Kecil nakal
Pada saat si Kecil nakal atau membuat kesal, Mama bisa membuat peraturan atau perjanjian seperti tidak boleh menonton kartun di YouTube maupun televisi, tidak mendapat jatah snack hari itu, atau lainnya.
Aturan atau perjanjian ini tentunya sesuatu yang ia sukai, dan tidak akan dia dapatkan jika tidak menurut.
Namun tentunya perjanjian ini harus dijalankan supaya si Kecil tidak menganggap hanya ancaman saja, tapi sebuah pendisiplinan.
Jika si Kecil semakin marah, Mama bisa membiarkannya sendirian, meski tetap dalam pengawasan.
Jangan lupa, jika si Kecil berhasil menurut dan tidak membuat onar lagi, berikan pelukan dan puji dia ya, Ma.
Supaya ia juga merasa mendapat reward atas keberhasilannya mengendalikan diri.
5. Memberi pilihan konsekuensi
Ketika anak memecahkan vas bunga kesayangan Mama, atau merusak makeup mahal yang baru saja Mama beli, tentu rasanya ingin sekali marah, apalagi misalnya hal tersebut dilakukan dengan sengaja.
Namun, memukul tidak menyelesaikan masalah dan tidak akan membuat si Kecil menyesali perbuatannya.
Justru jika dipukul, si Kecil mungkin akan menyembunyikan hal tersebut dan menjadi belajar berbohong ketika suatu saat dia melakukan hal tersebut dan tahu Mama akan marah.
Lebih baik jika hal ini terjadi, Mama menegurnya secara keras, dan memberinya pilihan konsekuensi. Misalnya "Karena kamu sudah memecahkan vas bunga kesayangan Mama menurut kamu bagaimana caranya supaya kamu bisa menggantinya? Bagaimana jika kamu menggantinya dengan selalu menyiram tanaman Mama setiap hari selama seminggu ini untuk membayar kesalahan kamu?"
Dengan cara seperti itu si Kecil dapat belajar bertanggung jawab. Mama juga harus selalu membantu mengingatkan 'hukuman'nya tersebut dan menemaninya dalam menyiram tanaman sebagai bagian dari pertanggung jawaban tersebut.
Memang tidak mudah dan butuh kesabaran ekstra untuk melakukan hal-hal ini, tapi demi si Kecil bisa belajar dan menjadi pribadi lebih baik, kenapa tidak dicoba?
Baca juga: Tanpa Memarahi, 5 Cara Ini Membantu Mengatasi Anak Nakal