Efek Negatif Anak Dipaksa Toilet Training Saat Belum Siap
Dibanding efek positifnya, efek negatifnya lebih banyak
7 Oktober 2019
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Mungkin sebagian Mama gemas dan tak sabar ingin membuat anak segera lepas dari popoknya. Pada akhirnya, si Kecil diajak toilet training terlalu dini. Ternyata efeknya tidak terlalu bagus, bahkan membahayakan.
Normalnya, anak diajak toilet training saat mereka sudah bisa diajak komunikasi dengan baik. Saat mereka sudah bisa mengatakan ingin buang air, juga saat ia sudah mengenal keinginan buang air kecil.
Sayangnya, ada saja yang memaksa untuk toilet training secepatnya. Bukannya berakhir indah, toilet training terlalu dini malah bisa berujung bencana.
Disusun Popmama.com, inilah 5 efek negatif memaksa anak toilet training saat ia belum siap:
1. Membuat anak trauma
Salah satu hal penting yang harus ditanamkan pada anak saat toilet training adalah momen buang air yang menenangkan dan menyenangkan. Jika ia terus dipaksa, bisa jadi kamar mandi akan membuatnya trauma.
Saat anak belum siap toilet training, mereka cenderung sulit diajak bekerja sama. Mereka akan lebih senang menolak ajakan buang air di toilet dan memilih untuk buang air sembarangan.
Pada akhirnya, Mama akan memaksa ia untuk ke toilet sesering mungkin. Tak peduli ia ingin buang air atau tidak. Tak jarang, momen ini akan dipenuhi dengan derai air mata karena anak tidak suka paksaan.
Alhasil, kamar mandi akan menyisakan trauma baginya. Ia jadi malas atau takut untuk ke kamar mandi yang berujung membuat toilet training jadi makin sulit.
Editors' Pick
2. Berujung pada ISK dan penyakit perut lainnya
Seorang pakar urologi asal AS bernama dr. Stevel Hodges berbagi kisah mengenai pasien-pasiennya. Menurutnya, ia sering menangani kasus anak mengalami gangguan berkemih. Alasannya karena banyak dari anak-anak tersebut dipaksa toilet training saat belum siap.
Anak bisa saja menahan pipis terlalu lama karena takut mengompol. Selain itu, ia bisa menahan buang air besar karena tidak ingin BAB di toilet.
Pada akhirnya, mereka mengalami infeksi saluran kemih dan masalah buang air besar. Kasihan kan, Ma..
3. Masa toilet training terlalu lama
Sebuah penelitian di AS yang dilakukan oleh The Children's Hospital of Philadelphia mengungkapkan kesiapan toilet training berhubungan dengan durasi toilet training.
Menurut penelitian, rata-rata anak yang toilet training pada umur 21 bulan akan selesai pada umur 37 bulan. Sementara anak yang mulai toilet training pada umur 29 bulan akan menyelesaikannya pada umur 34 bulan.
Dari sana terlihat bahwa anak yang memulai toilet training terlalu dini membutuhkan waktu yang lebih lama dibanding anak yang lebih tua. Hal ini disebabkan oleh banyak hal.
Beberapa di antaranya adalah kematangan cara berkomunikasi dan kemampuannya untuk bisa mengenal keinginan buang air dengan lebih baik dan benar.
4. Anak tidak mau belajar mengenal keinginan buang air
Pada dasarnya, anak bisa diajarkan apa saja. Hanya saja masalahnya, apakah mereka mau belajar dengan sukacita atau tidak. Saat terlalu sering dipaksa, mereka tidak akan mau berusaha lebih.
Anak yang masih terlalu kecil belum terlalu mengenal keinginan untuk buang air. Tak bisa disalahkan, karena sedari bayi mereka sudah memakai popok dan bebas buang air kapan saja. Sehingga saat toilet training, mereka cenderung sering bocor di luar toilet.
Daripada mengompol, lebih baik mengajak ia ke toilet sesering mungkin. Pemikiran seperti itulah yang bisa membuat anak mandek belajar toilet training.
Alih-alih memaksa anak terus-terusan ke toilet, lebih baik sisihkan waktu untuk benar-benar memerhatikan si Kecil. Lihat baik-baik tanda ia ingin buang air kecil atau buang air besar.
Saat sudah bisa mencirikan anak yang hendak buang air, Mama bisa memperkenalkan keinginan tersebut adalah keinginan untuk buang air. Selanjutnya, Mama bisa mengajaknya ke toilet dengan cara yang menyenangkan dan tidak memaksa.
5. Mengganggu hubungan baik ibu dan anak
Tensi yang terlalu tinggi membuat Mama lebih cepat marah dari biasanya. Tensi ini bisa hadir karena anak yang dianggap tidak mau bekerja sama untuk toilet training.
Padahal, bukannya anak tidak mau, hanya saja belum siap. Mereka juga tidak terlalu memahami mengapa Mama terus kesal atau menahan emosi saat mereka buang air sembarangan.
Jika ini terjadi berhari-hari atau bahkan berbulan-bulan, tentu akan memengaruhi hubungan Mama dan si Kecil. Ia bisa menganggap Mama sebagai sosok yang tidak terlalu menyenangkan saat masalah buang air.
Di sisi lain, Mama menyimpan tanya yang tak habis-habis, mengapa si Kecil sulit sekali diajarkan toilet training. Sungguh tidak menyenangkan, ya.
Oleh karena itu, ada baiknya Mama tidak perlu memaksakan untuk melakukan toilet training terlalu dini. Biarkan mereka bisa mengenali keinginan buang air dan juga bisa berkomunikasi dengan baik.
Saat mereka sudah bisa melakukan dua hal tersebut, maka masa toilet training bisa lebih mudah dan menyenangkan bagi kedua belah pihak.