Waspada, Gerakan Anti-Vaksin Mengancam Kesehatan Anak-Anak!
Harus semakin waspada ya, Ma!
7 November 2018
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Ma, sudah tahu tentang sebuah gerakan anti-vaksin?
Gerakan ini seolah menolak vaksin yang dilakukan oleh orangtua kepada anaknya karena berbagai alasan.
Hal inilah yang menjadikan pemberian vaksin masih dianggap sebelah mata oleh sebagian orangtua.
Di negara barat, banyak orangtua yang takut bila melakukan vaksinasi akan menyebabkan autisme.
Lalu kabar yang beredar mengenai kandungan babi pada vaksin membuat para orangtua seolah percaya dan mulai mengikuti gerakan anti-vaksin.
Gerakan anti-vaksin di Indonesia semakin menjadi perbincangan setelah beberapa artis dan orangtua mulai anti terhadap pemberian vaksin kepada anak-anaknya.
Padahal jika ini terus dilakukan justru dapat membahayakan anak sendiri dan juga orang lain.
Hingga sekarang, gerakan anti-vaksin ini tidak hanya berkembang di Indonesia saja. Beberapa negara lain juga melakukan hal serupa seperti Amerika Serikat, Inggris, Polandia, Romania dan berbagai negara lainnya.
Agar mata Mama semakin terbuka mengenai adanya gerakan anti-vaksin yang ada di sekitar, berikut beberapa rangkuman dari Popmama.com mengenai sebuah gerakan anti-vaksin.
Editors' Pick
1. Sejarah datangnya gerakan anti-vaksin
Mama perlu tahu kalau gerakan anti-vaksin ini berakar dari negara Inggris. Ada beragam argumen yang terjadi oleh para penolak pemberian vaksin terhadap anak-anak.
Gerakan anti-vaksin pertama dibentuk di tahun 1866, sebuah gerakan bertajuk anti-compulsory vaccination league yang menolak vaksin cacar.
Orang-orang yang setuju dengan gerakan anti-vaksin memiliki alasan dari segi religius atau menjunjung perintah agama, mengatasnamakan kebebasan setiap individu serta banyak ketakutan yang mengganggap jika vaksin itu berbahaya.
Dalam sebuah makalah dari Robert M. Wolfe berjudul “Anti-vaccinationists Past and Present” yang diterbitkan di British Medical Journal (2002) telah mencatat bahwa London sempat menjadi pusat dari gerakan anti-vaksin.
Di mulai dari negara Inggris pelan-pelan gerakan anti-vaksin dapat menyebar luas ke beberapa negara lain.
Selain Inggris, Program pemerintah mengenai vaksinasi di Swedia digagalkan oleh gerakan anti-vaksin, sehingga berdampak pada penurunan tingkat vaksinasi.
William Tebb seorang tokoh anti-vaksin dari Inggris mengujungi New York, kehadirannya sempat menyuburkan gerakan ini di Amerika Serikat sepanjang dekade 1880.
Tak hanya itu, gerakan anti-vaksin juga sempat menyebar ke India dan Nigeria. Bahkan di negara Nigeria sendiri dampaknya sangat luar biasa yaitu peningkatan wabah polio pada tahun 2003. Wabah polio pun juga menyebar ke sembilan negara tetangga lain di sekitar Nigeria.
2. Kejadian memilukan di Indonesia akibat gerakan anti-vaksin
Tanpa pemberian vaksinasi, tingkat kekebalan tubuh anak-anak akan mudah sekali menurun dan berdampak pada rentannya penyebaran virus penyakit.
Di tahun 2012, Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat menemukan bahwa penurunan angka vaksinasi dari 95% menjadi 35% di provinsi ini.
Kondisi penurunan terhadap vaksinasi ini tentunya dapat berdampak buruk, pada tahun 2014 di daerah Padang ditemukan 902 kasus difteri.
Padahal penyakit difteri yang sudah langka dan mampu dicegah oleh vaksinasi bisa muncul kembali. Segala upaya saat itu dilakukan kepada para orangtua agar kembali melakukan vaksinasi terhadap anak-anaknya.
Tak hanya di Padang, Provinsi Aceh pun sempat mengalami penurunan terhadap tingkat vaksinasi terhadap anak-anak.
Bila anak-anak tidak diberikan vaksinasi, maka penyakit yang seharusnya sudah langka keberadaannya atau bahkan sudah punah bisa saja kembali mengancam kesehatan.