Tumbuh dalam Ancaman, Sederhana tapi Bikin Anak Takut
Kehilangan orangtua adalah hal yang paling ditakutkan anak
11 Februari 2024
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Harus diakui, bahwa menjadi orangtua adalah hal tersulit dan membutuhkan konsistensi dan kemauan untuk terus belajar. Namun, orangtua pun seringkali khilaf melakukan beberapa kesalahan ya, Ma.
Contoh sederhananya adalah menggunakan ancaman untuk mendisiplinkan anak. Biasanya hal ini menjadi jalan pintas yang dipilih untuk menyelesaikan semua masalah.
Dalam kebanyakan kasus, orangtua memilih untuk menerapkan ancaman karena tidak tahu harus berbuat apa lagi.
Cara ini di satu sisi memang berhasil, tapi, ingat dan sadari bahwa ada dampak negatif yang akan dirasakan si Kecil jika terus tumbuh dalam ancaman.
Tumbuh dalam ancaman, sederhana tapi bikin anak takut. Berikut Popmama.comtelah merangkumnya untuk Mama.
Kalimat Berisi Ancaman yang Menjadi Senjata
Ma, seberapa sering ancaman akan meninggalkan si Kecil Mama gunakan untuk membuatnya patuh?
“Ayo cepat bereskan mainannya, kalau nggak Mama tinggal ya.”
“Mama tinggal pergi ya kalau adik nggak mau nurut.”
“Kalau kamu terus nakal, Mama nggak mau urus kamu lagi deh. Mama pergi aja.”
Beberapa kalimat di atas hanya beberapa contoh, dan pasti masih banyak lagi kalimat berisi ancaman untuk meninggalkan si Kecil yang sering tanpa kita sadari, kita ucapkan untuk mendisiplinkan anak.
Editors' Pick
Benarkah Ampuh untuk Membuat Anak Menjadi Patuh?
Saat kalimat ancaman tersebut kita ucapkan pada anak, tentu saja anak akan menjadi patuh, nurut kepada orangtua, dan bersikap baik. Lalu tanpa sadar, kalimat ini menjadi senjata ampuh untuk mendisiplinkan anak.
Jika ini masih sering Mama dan Papa lakukan, segera berhenti ya. Dibalik kepatuhan dan sikap baiknya setelah mendapat ancaman ini, ada perasaan takut yang sebenarnya dirasakan oleh anak.
Ya, sumber utama ketakutan anak adalah ditinggalkan oleh Mama dan Papa, atau orang yang berpengaruh besar dalam hidupnya.
Efek Negatif Anak Tumbuh dengan Penuh Ancaman
Ada beberapa efek negatif yang akan dirasakan anak jika terus tumbuh dengan ancaman yang ia rasakan, seperti:
- Anak merasa tidak berharga
Ditinggal oleh orang yang kita sayang tentu bukanlah suatu hal yang enak ya, Ma. Anak pun bisa merasa hal itu. Pada anak yang mulai beranjak dewasa, mereka akan berpikir apakah mereka tidak berharga bagi kedua orangtuanya, karena dengan mudah diancam untuk ditinggalkan hanya karena melakukan kesalahan, yang mungkin tidak terlalu fatal. - Merasa tidak aman berada di dekat orangtua
Keberadaan orangtua di samping anak seharusnya memberikan efek dan rasa aman. Agar anak bisa menjadi dirinya sendiri, dan bercerita tentang banyak hal kepada orangtua. Namun, jika ancaman untuk meninggalkannya terus didengar, anak akan merasa tidak aman dan menyembunyikan perilaku dan aktivitas yang mereka tahu akan membuat mereka mendapat masalah. - Hubungan orangtua dan anak akan rusak
Dalam tumbuh kembang anak, penting untuk memiliki hubungan yang positif dengan orangtua. Ada banyak alasan, namun yang paling utama adalah agar orangtua mampu membantu anak mengenali emosi yang dirasakan. Bayangkan betapa buruk efeknya,orangtua memilih membesarkan anak di bawah ancaman, dibanding memiliki hubungan yang positif dengan anak. Jangan sampai ya, Ma! - Anak tumbuh dengan was-was
Efeknya, seluruh bakat dan potensinya tidak dapat berkembang secara optimal. Padahal, kebahagiaan orangtua adalah saat melihat anak mampu tumbuh dan mengembangkan potensinya dengan optimal. Maka, mengurangi ancaman kepada anak termasuk salah satu cara mudah untuk membuat ia berkembang secara optimal. - Punya pikiran negatif terhadap dunia
Jika di pikiran si Kecil dunia ini tidak ramah dengannya, maka ada kemungkinan anak tumbuh dengan perasaan skeptis. Segala kebaikan tidak akan bisa dirasakan, dan yang bisa dirasakan olehnya hanya kepahitan saja. Anak sulit tumbuh dengan perasaan bahagia, dan takut dengan sekitar
Anak Mulai Tumbuh dan Memiliki Pemikiran Sendiri
Ketika memasuki usia pra sekolah di usia 3-6 tahun, anak telah memiliki energi yang cukup besar untuk membentuk pemikirannya sendiri. Hal ini tentu akan membuka peluang konflik yang cukup besar dengan kedua orangtua.
Tentu orangtua wajib memiliki kontrol yang cukup tinggi, agar saat konflik dengan anak muncul, mereka mampu mengendalikan emosi agar tidak mulai terpancing.
Anak yang mulai bersosialisasi dan mengenal dunia lain selain rumah, tentu pikirannya mulai berkembang, dan mengubah pandangannya terhadap dunia selama ini.
Berikan Time Limit saat Konflik Terjadi
Melansir dari Instagram.com/rabbitholeid dijelaskan bahwa memberikan time limit saat konflik dengan anak terjadi cukup penting untuk diterapkan.
Luangkan waktu untuk menenangkan diri dan menjernihkan pikiran saat konflik menyerang. Hal ini penting, agar orangtua mampu mengumpulkan energi dan menenangkan pikiran sebelum menjelaskan banyak hal kepada anak.
Jika dirasa sudah mampu mengontrol emosi, ajak anak bicara dan jelaskan dampak dari perilaku anak yang kurang tepat. Serta, jangan lupa berikan solusinya agar anak tidak merasa hanya disalahkan tanpa diberi solusi.
Pastikan pula, anak paham bahwa yang kurang tepat adalah bagian dari perilakunya, bukan ia secara keseluruhan. Sepele, namun jika anak salah tangkap bisa berakibat fatal.
Zaman telah berkembang, dan orangtua sekarang bisa mendapat penjelasan bahwa apa yang dilakukan selama ini kurang tepat.
Adanya kesadaran ini mampu membuat orangtua memilih metode pengasuhan jangka panjang yang sesuai, dan efektif untuk membesarkan anak. Semoga bermanfaat.
Baca juga:
- 10 Kesalahan Orangtua yang Menyebabkan Anak Tumbuh Jadi Monster
- 7 Cara Membuat Anak Tumbuh Menjadi Pribadi yang Berkarakter Baik
- 5 Cara agar Anak Tumbuh dengan Pola Pikir Berkualitas