Jangan Abaikan Tangisan Palsu Anak, Ini yang Harus Mama Lakukan!
Anak yang tangisannya terlihat pura-pura, ternyata bisa aja memiliki rasa sedih yang valid
20 Maret 2025

Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Sebagai orangtua, mungkin Mama pernah merasa bingung saat si Kecil menangis tanpa alasan yang jelas, apalagi ketika tangisannya terdengar seperti dibuat-buat atau palsu.
Namun, meski terlihat seperti cara untuk menarik perhatian, tangisan si Kecil sebenarnya bisa menjadi tanda bahwa mereka sedang berusaha menyampaikan perasaan atau kebutuhan yang belum bisa diungkapkan dengan kata-kata.
Penting bagi orangtua untuk tidak langsung mengabaikan tangisan tersebut, meskipun terkadang bisa membuat pusing.
Orangtua juga harus untuk memahami bahwa setiap tangisan si Kecil, baik itu asli atau hanya berpura-pura, mencerminkan emosi yang sedang dialaminya.
Anak kecil belum memiliki keterampilan untuk mengekspresikan perasaan mereka secara verbal, jadi tangisan menjadi cara utama mereka untuk berkomunikasi.
Daripada mengabaikannya, Mama bisa mencoba untuk lebih peka dan memahami konteks di balik tangisan tersebut. Dengan begitu, Mama dapat memberikan respons yang tepat dan membantu anak mengelola perasaan mereka dengan cara yang sehat.
Kali ini Popmama.com akan membahas informasi seputar jangan abaikan tangisan palsu anak karena bisa berdampak pada emosi anak. Disimak ya, Ma!
1. Meskipun pura-pura menangis, namun anak memang lagi sedih
Meskipun tangisan anak terkadang terlihat palsu atau dibuat-buat, perasaan yang mendasarinya sangatlah nyata. Anak-anak belum memiliki kemampuan untuk mengungkapkan emosi mereka dengan kata-kata, sehingga mereka menggunakan tangisan sebagai cara utama untuk berkomunikasi. Bahkan ketika tampaknya mereka menangis hanya untuk mendapatkan perhatian, emosi yang mereka rasakan seperti frustrasi, cemas, atau bosan tetaplah valid. Sebagai orangtua, sangat penting untuk tidak langsung mengabaikan tangisan tersebut, karena meskipun alasan di baliknya mungkin tampak sepele, perasaan yang dialami anak sangatlah nyata.
Contohnya, ketika anak menangis karena tidak boleh menonton TV lebih lama, meskipun tangisan itu mungkin terasa dibuat-buat, dia sebenarnya bisa merasa kecewa atau bahkan kesal. Alih-alih mengabaikan tangisan tersebut, Mama bisa menghadapinya dengan penuh pengertian, seperti berkata, "Mama tahu kamu ingin terus menonton, tapi waktunya sudah habis. Mari kita cari kegiatan lain yang menyenankan." Ini menunjukkan bahwa perasaan anak dihargai, meskipun mereka tidak mendapatkan apa yang mereka inginkan.
Editors' Pick
2. Anak tidak bisa langsung mengungkapkan perasaan
Anak kecil belum bisa mengungkapkan perasaan mereka dengan kata-kata seperti orang dewasa, misalnya dengan mengatakan, "Mama, hari ini aku merasa sedih." Mereka masih belajar untuk mengidentifikasi dan menyampaikan perasaan mereka. Sebagai gantinya, mereka mungkin akan menangis atau menunjukkan perilaku yang tidak biasa saat merasa cemas, frustasi, atau lelah. Karena keterbatasan mereka dalam berkomunikasi, tangisan yang mereka tunjukkan sering kali bukan hanya karena kebutuhan fisik, tetapi bisa juga merupakan cara mereka untuk meminta perhatian atau untuk mengekspresikan perasaan yang lebih kompleks.
Misalnya, jika anak mulai menangis atau menjadi rewel setelah bermain dengan teman-temannya, bisa jadi dia merasa kesal atau cemas karena tidak tahu bagaimana cara meminta mainan yang lagi dimainkan oleh temannya. Meskipun tampaknya tangisannya hanya sekedar untuk mendapatkan perhatian, perasaan yang mendasari tangisan itu sangatlah nyata. Dalam situasi ini, Mama bisa merespons dengan tenang, seperti dengan berkata, "Mama tahu adik kesal karena mainannya masih dipakai teman, tapi kita bisa belajar berbagi, ya? setelah temannya selesai bermain, adik bisa main" Ini akan membantu anak merasa didengar dan belajar untuk mengungkapkan perasaannya dengan cara yang lebih sehat.