Jangan Abaikan Tangisan Palsu Anak, Ini yang Harus Mama Lakukan!

Anak yang tangisannya terlihat pura-pura, ternyata bisa aja memiliki rasa sedih yang valid

20 Maret 2025

Jangan Abaikan Tangisan Palsu Anak, Ini Harus Mama Lakukan
Freepik/jcomp

Sebagai orangtua, mungkin Mama pernah merasa bingung saat si Kecil menangis tanpa alasan yang jelas, apalagi ketika tangisannya terdengar seperti dibuat-buat atau palsu.

Namun, meski terlihat seperti cara untuk menarik perhatian, tangisan si Kecil sebenarnya bisa menjadi tanda bahwa mereka sedang berusaha menyampaikan perasaan atau kebutuhan yang belum bisa diungkapkan dengan kata-kata.

Penting bagi orangtua untuk tidak langsung mengabaikan tangisan tersebut, meskipun terkadang bisa membuat pusing.

Orangtua juga harus untuk memahami bahwa setiap tangisan si Kecil, baik itu asli atau hanya berpura-pura, mencerminkan emosi yang sedang dialaminya.

Anak kecil belum memiliki keterampilan untuk mengekspresikan perasaan mereka secara verbal, jadi tangisan menjadi cara utama mereka untuk berkomunikasi.

Daripada mengabaikannya, Mama bisa mencoba untuk lebih peka dan memahami konteks di balik tangisan tersebut. Dengan begitu, Mama dapat memberikan respons yang tepat dan membantu anak mengelola perasaan mereka dengan cara yang sehat.

Kali ini Popmama.com akan membahas informasi seputar jangan abaikan tangisan palsu anak karena bisa berdampak pada emosi anak. Disimak ya, Ma!

1. Meskipun pura-pura menangis, namun anak memang lagi sedih

1. Meskipun pura-pura menangis, namun anak memang lagi sedih
Pexels/Helena Lopes
Jangan abaikan tangisan palsu anak

Meskipun tangisan anak terkadang terlihat palsu atau dibuat-buat, perasaan yang mendasarinya sangatlah nyata. Anak-anak belum memiliki kemampuan untuk mengungkapkan emosi mereka dengan kata-kata, sehingga mereka menggunakan tangisan sebagai cara utama untuk berkomunikasi. Bahkan ketika tampaknya mereka menangis hanya untuk mendapatkan perhatian, emosi yang mereka rasakan seperti frustrasi, cemas, atau bosan tetaplah valid. Sebagai orangtua, sangat penting untuk tidak langsung mengabaikan tangisan tersebut, karena meskipun alasan di baliknya mungkin tampak sepele, perasaan yang dialami anak sangatlah nyata.

Contohnya, ketika anak menangis karena tidak boleh menonton TV lebih lama, meskipun tangisan itu mungkin terasa dibuat-buat, dia sebenarnya bisa merasa kecewa atau bahkan kesal. Alih-alih mengabaikan tangisan tersebut, Mama bisa menghadapinya dengan penuh pengertian, seperti berkata, "Mama tahu kamu ingin terus menonton, tapi waktunya sudah habis. Mari kita cari kegiatan lain yang menyenankan." Ini menunjukkan bahwa perasaan anak dihargai, meskipun mereka tidak mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Editors' Pick

2. Anak tidak bisa langsung mengungkapkan perasaan

2. Anak tidak bisa langsung mengungkapkan perasaan
Pexels/Jep Gambardella
Jangan abaikan tangisan palsu anak

Anak kecil belum bisa mengungkapkan perasaan mereka dengan kata-kata seperti orang dewasa, misalnya dengan mengatakan, "Mama, hari ini aku merasa sedih." Mereka masih belajar untuk mengidentifikasi dan menyampaikan perasaan mereka. Sebagai gantinya, mereka mungkin akan menangis atau menunjukkan perilaku yang tidak biasa saat merasa cemas, frustasi, atau lelah. Karena keterbatasan mereka dalam berkomunikasi, tangisan yang mereka tunjukkan sering kali bukan hanya karena kebutuhan fisik, tetapi bisa juga merupakan cara mereka untuk meminta perhatian atau untuk mengekspresikan perasaan yang lebih kompleks.

Misalnya, jika anak mulai menangis atau menjadi rewel setelah bermain dengan teman-temannya, bisa jadi dia merasa kesal atau cemas karena tidak tahu bagaimana cara meminta mainan yang lagi dimainkan oleh temannya. Meskipun tampaknya tangisannya hanya sekedar untuk mendapatkan perhatian, perasaan yang mendasari tangisan itu sangatlah nyata. Dalam situasi ini, Mama bisa merespons dengan tenang, seperti dengan berkata, "Mama tahu adik kesal karena mainannya masih dipakai teman, tapi kita bisa belajar berbagi, ya? setelah temannya selesai bermain, adik bisa main" Ini akan membantu anak merasa didengar dan belajar untuk mengungkapkan perasaannya dengan cara yang lebih sehat.

3. Nangis pura-pura merupakan salah satu masa pertumbuhan anak

3. Nangis pura-pura merupakan salah satu masa pertumbuhan anak
Pexels/George Pak
Jangan abaikan tangisan anak

Tangisan palsu adalah bagian dari fase perkembangan usia balita, di mana mereka mulai belajar untuk mengekspresikan keinginan dan perasaan mereka dengan cara yang lebih dramatis. Pada usia ini, anak-anak mulai memahami bahwa tangisan bisa menarik perhatian orangtua atau mendapatkan apa yang mereka inginkan. Ini adalah salah satu bentuk perilaku yang mereka pelajari melalui pengamatan dan eksperimen terhadap reaksi orang di sekitar mereka. Meskipun tangisan tersebut tampaknya palsu atau dibuat-buat, itu adalah cara anak-anak belajar tentang kekuatan ekspresi emosional mereka.

Contohnya, ketika anak menangis karena tidak diperbolehkan makan permen, tangisan tersebut mungkin bukan karena rasa sakit atau ketidaknyamanan, melainkan karena anak ingin menarik perhatian atau mendapatkan sesuatu yang mereka inginkan. Ini adalah cara mereka menguji batasan dan reaksi orangtua. Sebagai respons, Mama bisa tetap tenang dan berkata, "Mama tahu kamu ingin permen, tapi sekarang waktunya makan malam dulu ya. Setelah itu, kita bisa makan permen bersama." Dengan cara ini, Mama tidak hanya mengatur batasan, tetapi juga membantu anak belajar tentang kesabaran dan pengelolaan keinginan.

4. Respon tangisan anak dengan empati

4. Respon tangisan anak empati
Pexels/Jep Gambardella
Jangan abaikan tangisan palsu anak

Saat anak menangis, meskipun tampaknya tangisan itu palsu, penting bagi Mama untuk tetap merespons dengan empati. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan bertanya, “Ada yang bisa Mama bantu, nak?” Pertanyaan ini menunjukkan bahwa Mama peduli dan siap mendengarkan, serta memberi kesempatan bagi anak untuk mengungkapkan apa yang sebenarnya mereka butuhkan atau rasakan. Ini juga mengajarkan anak untuk mulai mengidentifikasi perasaan mereka dan mencari cara yang lebih konstruktif untuk mengekspresikannya.

Contohnya, jika anak menangis karena tidak diizinkan bermain lebih lama di luar, Mama bisa mendekatinya dan bertanya, “Apa yang adik inginkan?” Anak mungkin akan merespons dengan mengatakan, “Aku ingin tetap bermain,” atau bahkan lebih memilih untuk diberi waktu sebentar untuk menenangkan diri. Dengan cara ini, anak merasa didengar dan dihargai, meskipun permintaannya tidak langsung dipenuhi. Ini membantu anak memahami bahwa perasaan mereka penting, tetapi juga mengajarkan batasan yang sehat.

5. Anak bisa saja merasa lelah

5. Anak bisa saja merasa lelah
Pexels/D. krishna
Jangan abaikan tangisan palsu anak

Terkadang, tangisan anak yang tampaknya dibuat-buat sebenarnya bisa disebabkan oleh kelelahan yang berlebihan. Anak yang terlalu lelah cenderung lebih mudah rewel dan menangis tanpa alasan yang jelas, karena tubuh dan pikiran mereka membutuhkan waktu untuk istirahat. Anak sering kali tidak tahu bagaimana cara mengungkapkan rasa lelahnya secara verbal, sehingga mereka menggunakan tangisan untuk mengekspresikan ketidaknyamanan yang mereka rasakan. Jika Mama melihat tanda-tanda kelelahan, penting untuk segera memberikan waktu bagi anak untuk beristirahat atau tidur.

Ketika setelah anak bermain seharian dengan aktif di taman, ia mulai menangis tanpa alasan yang jelas. Meskipun tangisan itu terdengar seperti dibuat-buat, bisa jadi anak hanya sangat lelah dan membutuhkan waktu untuk tidur siang. Dalam situasi seperti ini, Mama bisa mencoba membantunya dengan memberikan pelukan lembut dan mengajaknya ke tempat tidur untuk tidur siang. Dengan memberikan kesempatan untuk beristirahat, anak akan merasa lebih baik dan tangisannya pun akan berhenti.

Itulah informasi mengenai jangan mengabaikan tangisan palsu anak yang bisa Mama ketahui! Apakah si Kecil pernah pura-pura menangis?

Baca juga:

The Latest